Thursday, November 7, 2013

Sakinah


Bentuk lain dari Sakinah

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,. supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah, (Terjemah Al-Qur’an surat Alfath : 4-5)
Allah lah yang menurunkan, memberikan ketenangan di dalam hati orang-orang mukmin, agar keimanan mereka bertambah meskipun sudah ada keimanan di dalam hati mereka sebelumnya. Allah lah yang mempunyai kekuasaan atas semua bala tentara di langit dan di bumi. Allah Maha Mengetahui atas segala apa yang ada di dalam hati dan apa yang orang-orang mukmin kerjakan. Allah Maha Bijaksana atas apa yang diberikan kepada setiap yang dikerjakan oleh orang-orang beriman. Balasan kepada orang-orang mukmin (laki-laki atau perempuan) atas apa yang mereka kerjakan. Perbuatan baik atau buruk akan mendapat balasan. Bagi mereka yang telah berbuat baik, surga yang dibawahnya sungai-sungai yang mengalir, yang mereka kekal abadi didalamnya. Dan Allah menutup keburukan dan aib mereka dari semua manusia. Sesungguhnya itulah sebuah keburuntungan yang sangat besar. Janji Allah kepada setiap mukmin dan Allah Maha tidak mengingkari Janji.
Sakinah ? selalu berhubungan dengan nikah dan segala derevatifnya. Tapi kita akan berbicara tentang Sakinah, dalam konteks yang lebih luas. Bahwa sakinah itu Allah turunkan dalam hati yang di dalamnya ada keraguan atau sudah ada ketenangan. Sakinah, itulah ketenangan. Ketenangan itu dihadirkan, didatangkan, diturunkan  oleh Allah karena ada kesiapan dari hatinya. Kesiapan mental menghadapi apapun yang akan terjadi, kesiapan jiwa untuk menerima segala yang akan Allah berikan atas segala yang telah diusahakannya.
Sejenak mari kita ingat lagi sejarah tentang turunnya ayat ini, beberapa mufasir berbeda pendapat tentang kisah yang menyertai turunnya ayat ini. Makna kemenengan yang Allah berikan pada ayat pertama, beberapa mufasir berpendapat bahwa kemengan itu adalah kemenangan atas takluknya Negara adidaya Rum, dan sebagian lain menyebut kemenangan itu adalah atas diadakannya perjanjian Hudaibiyah. Saya mengambil kisah Hudaibiyah, untuk hikmah dan manfaat perjanjian ini, silahkan baca ditulisan yang lain. Mari hadirkan jiwa kita, seolah-olah kita bagian dari kaum muslimin yang menyertai Nabi SAW. Agar kita bisa merasakan bagaimana kondisi saat itu, tentang ketenangan hati yang Allah turunkan kepada kaum muslimin.
Enam tahun setelah hijrah Nabi SAW dari mekah ke negeri Madinah, rasulullah beserta sahabat muhajirin merasakan kerinduan yang amat dalam kepada tanah kelahirannya. Semakin menghayati islam, semakin rindu mereka. Bukan hanya kepada mekah sebagai tempat kelahirannya, lebih dari itu. Rasulullah SAW dan para sahabat muhajirin sangat rindu untuk kembali berthawaf mengelilingi ka’bah yang sudah ada keterikatan dalam hati mereka. Namun, ada penghalang yang membuat mereka tidak dapat melaksanakannya. Para kaum Kafir Quraisy telah siap menyambut mereka dengan pedang jika mereka memasuki kota mekah. Hingga pada suatu hari Rasulullah bermimpi dalam tidurnya, beliau berthawaf mengelilingi Ka’bah beserta para sahabat dan memasuki kota Mekah dengan tenang. Rasul sampaikan berita itu, dan bergembiralah semua sahabat. Sebab mereka sangat  yakin, kalau mimpi nabi adalah kenyataan diesok hari. Sehingga mereka sangat yakin bahwa tahun inilah mereka akan memasuki kota mekah dan berthawaf di Ka’bah.
Semua kaum muslimin telah bersiap untuk berangkat membersamai rasulullah ke Mekah dalam rangka Thawaf, tak kurang dari 1500-an orang telah berkumpul bersiap untuk berangkat. Perjalanan yang jauh ditempuh, sampai pada daerah di ujung hudaibiyah, kaum muslimin mengeluh pada Rasullulah SAW bahwa kehausan dan sumber mata air tidak mencukupi untuk seluruh kaum muslim.  Kemudian Nabi SAW mencabut anak panah dan membuat anak sungai dari sumber mata air itu, hasilnya air itu terus mengalir untuk memenuhi kenbutuhan kaum muslim hingga mereka menutupnya.
Seperti yang telah diprediksikan, bahwa kaum muslim pasti akan ditolak oleh penduduk mekah yang memusuhi mereka. Melihat seperti itu, kemudian nabi memerintahkan sahabat umar untuk berdialog dengan penduduk mekah bahwa mereka datang bukan untuk berperang. Sahabat Umar kemudian mengusulkan ‘Utsman bin ‘Affan untuk berdialog dengan pada kafir quraisy karena masih ada sanak saudara di sana. Namun respon yang diberikan oleh orang-orang kafir adalah mereka membolehkan ‘Utsman berthawaf, sendiri tanpa rasulullah. Tak pelak, sahabat ‘utsman lebih mencintai nabi SAW untuk kembali ke Hudaibiyah dari pada harus berthawaf tanpa Rasulullah SAW.
Rasulullah menunggu di Hudaibiyah dan mendapat kabar bahwa sahabat ‘utsman meninggal dibunuh pada penduduk Mekah. Sehingga Rasullulah mengumpulkan seluruh kaum muslimin dan melakukan perjanjian “Bai’atur Ridhwan” di bawah pohon Hudaibiyah.
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)
Kemudian datanglah utusan dari kaum Quraisy untuk mengadakan perjanjian dengan Rasulullah SAW, perjanjian damai yang kemudian kita kenal dengan Perjanjian Hudaibiyah. Setelah perjanjian itu ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Barisan kaum muslimin yang tadinya berangkat datang keimanan yang kuat mulai muncul keresahan dan keraguan. Hingga sahabat Umar menemui Abu bakar dan menceritakan apa yang dirasakan. Semua kaum muslimin tidak lagi bergairah, mereka seperti kehilangan semangat untuk kembali mentaati rasullullah. Hal ini terlihat ketika Nabi SAW memerintahkan kaum muslimin untuk menyembelih hewan dan mencukur rambut (tahalul) tak ada satupun yang mengikuti dari barisan kaum muslimin. Sehingga rasullullah sendiri memberikan contoh langsung.
Dari kisah hudaibiyah, kita temui bahwa kaum muslimin yang sudah sangat bersemangat untuk berangkat ke mekah dengan tujuan thawaf tidak dapat dilakukan. Ketenagan hati yang ada ketika mereka hendak berangkat tiba-tiba hilang berganti keraguan, kecewa kepada rasulullah SAW karena menandatangani perjanjian Hudaibiyah yang dari sisi pandangan para sahabat  sangatlah tidak menguntungkan. Kekecewaan mereka terlihat ketika tak lagi bersegera melaksanakan apa yang telah perintahkan oleh nabi hingga nabi sendiri yang melaksanakan.
Sakinah itu datang bersama dengan kesiapan mental menghadapi segala tantangan dan kesiapan jiwa untuk menerima segala atas apapun yang menjadi resiko dari segala pekerjaan. Sakinah yang datang kepada kaum muslimin, datang setelah mereka menahan gejolak nafsu, membangkan perintah nabi, atapun menolak perjanjian apa Hudaibiyah itu. Kesiapan jiwa mereka menghadapi keangkuhan kaum musyrikin. Ini adalah bentuk kesabaran dan ketakwaan mereka sehingga Allah sendiri yang menilai kepatutannya.

Sekarang mari kita belajar tentang ketenangan hati. Kalau hati ini sekarang belum menemukan ketenangan hati, silahkan dirasakan, silahkan kita lihat hati kita. Dan mari kita lihat, sudahkah kesiapan itu ada pada hati kita sehingga hati kita siap menerima kedatangan dan turunnya ke-sakinah-an yang akan masuk ke dalam hati kita ?, sehingga dengan ketenangan pada hati kita, Allah akan mendatangkan "Pasukan tak terlihatnya" sebagaimana pada medan Badar..

Waullahu’alam, karena ketengan yang Allah datang kan pada kaum muslim saat itu adalah ketika mereka berhadapan dengan musuh yang banyaknya dua kali lipat.

0 comments:

Post a Comment