Tuesday, November 19, 2013

16 November 2013


lorong itu belum berubah, tetap gelap sedikit penerangan, dan yang pasti adalah sepi. bangunan ini baru, namun arsitektur bangunan kuno tetap dipertahankan. entah apa maksud dari perencangnya, menimbulkan efek menyeramkan ? mungkin saja. memang gedung itu kadang terkenal horornya.  bau yang tak pernah berubah, masih teringat jelas bahwa 1 tahun yang lalu aku sudah pernah tidur disini.bukan sebagai pesakitan, tapi menunggu. Rumah sakit itu selalu memberikan kenangan, dan ciuman bau obat-obatan itu sebuah rasa trauma yang tidak harus diulang.
Menyusuri lorong sepi, bersama kawan mencari ruang yang dimaksud oleh teman dekat ku. bukan teman mungkin, "keluarga" kecil diluar rumah. ikatan itu kuat sehingga kelelahan hari itu pun tak terasa tuk sekedar senyum dihadapannya. menyusuri lorong itu semakin tersadarlah, bahwa nikmat itu tak pernah tersyukuri. benar kata kawan ku dulu "jikalau ingin tahu nikmatnya sehat, tanyakan pada orang yang sedang berbaring di rumah sakit, jika ingin tahu sakit dan menderitanya kematian, tanyakan pada mayat-mayat di kuburan". tapi aku tak akan segila itu, menanyai orang yang sedang berbaring dengan infus dan selang-selang yang tak jelas dimasukan kedalam lengannya dan juga hidungnya. "Bagaimana rasa sakitnya Pak ?", pertanya terbodoh jika itu ditanyakan. dan aku juga tak segila itu, menanyakan rasanya kematian dan alam kubur kepada mayat di kuburan. "Mbah, Bagaimana rasanya di dalam sana ?", pertanyaan konyol jika ditanyakan. apalagi harus membawa kembang tujuh rupa dan minyak serimpi dilengkapi kemenyan. kalau pun akhirnya dijawab seperti ini kau mau bilang apa ?. "Ayo tak ajak masuk sini, biar tahu bagaimana rasanya ?", kau mau jawab "terimakasih mbah, maaf merepotkan. gak usah repot-repot, keluarkan semuanya saja". Ahh kau kira sedang bertamu ke rumah kawanmu.
Semakin menyusuri lorong-lorong itu, pikiran ini semakin tidak tenang. bukan karena ketakutan, sedang memikirkan kalau kemudian nikmat itu dicabut dan aku menjadi bagian dari orang-orang yang harus menikmati makan dari selang. kalau kemudian, akhirnya mati tanpa meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. "maka nikmat tuhan mu yang mana lagi yang akan kau dustakan ?"
"untung saja Allah tidak materialistis", ujar seorang kawan sambil tersenyum.
"kalau saja materialistis, sudah bangkrut kita tak bisa membayar. bayangkan saja, kita menghirup udara gratis selama 24 jam selama umur kita hingga hari ini. coba tanyakan harga tabung gas di ruang sana", lanjutnya
"kalau pun nikmat itu harus dibayar dengan kita bersyukur saja atas nikmat-Nya, paling juga tidak cukup".
memang tidak akan pernah habis kalau kita menghitung nikmat-nikmat itu, dan kalau tidak bersyukur rugi sekali orang-orang itu. mereka baru akan menangis kalau sudah terbaring dan diberi tahu dokter, "bapak, umur anda sudah tidak lama lagi. tinggal menghitung hari!". apa yang bisa kau bayangkan jika itu yang terucap dan terdengan di telingan mu?
Jangan terlena karena dengan kemaksiatan yang kita lakukan kemudian nikmat Allah sekin berlimpah, atau jangan terlena dengan kesukaran yang menimpa kita seakan kita jauh dari kenikmatan akan kemudahan. bisa jadi kenikmatan dalam kemaksiatan itu adalah bom waktu yang akan meledak menghantam kita ketika nanti kita sudah mati. "Dorrrrr!' suara ledakan disertai teriakan, ini nikmat yang dulu tak kau syukuri malah kau gunakan untuk maksiat.. tubuh mu hancur berkeping-keping.. menyatu lagi, hancur lagi..
ah.. sudah saatnya tidak lagi mengeluh dan lebih banyak bersyukur. baik lapang mau pun sempit. baik sehat maupun sempit.

bersama wajah muram sang bulan
kesedihan langit dan turunnya hujan
terimaksih kawan, atas pelajaran hidup dari mu

0 comments:

Post a Comment