Showing posts with label Model Numerik. Show all posts
Showing posts with label Model Numerik. Show all posts

Monday, July 3, 2023

Harga Pekerjaan Pemodelan Numerik

Berapa sih sebenarnya harga untuk pemodelan numerik dalam studi atau kajian profesional pada Jasa Konsultasi yang seharusnya? Kenapa hal ini penting dimasukan dengan tepat pada RAB dalam penawaran dalam sebuah Pekerjaan Jasa Konsultasi yang membutuhkan pemodelan numerik sebagai tulang punggung pekerjaannya. Sering kita temui beberapa konsultan tidak memberikan harga yang wajar untuk sebuah pemodelan numerik, menganggap pemodelan numerik sebagai pekerjaan gampang sehingga memberikan harga murah. Nah, sebenarnya berapa sih harga untuk pemodelan numerik yang wajar dalam sebuah Pekerjaan Jasa Konsultasi?

Berikut saya berikan patokan REFERENSI HARGA DALAM PEMODELAN NUMERIK :

Sumber : PP Nomor 6 Tahun 2015

atau, ada lagi referensi harga yang bisa digunakan. Jika pada PP Nomor 6 Tahun 2015 berlaku di BPPT (sebelum dipusatkan jadi BRIN). Tahun 2021 juga ada PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA  NOMOR 202/PMK.02/2021 yang diberlakukan di PUSHIDROS TNI-AL;


Jadi, seperti itulah sebenarnya harga untuk pemodelan numerik wajar yang bisa dimasukan kedalam RAB dalam sebuah Pekerjaan Jasa Konsultasi dengan menitik beratkan pemodelan numerik dalam pekerjaannya.



Tuesday, December 14, 2021

Prinsip Desain dan Pembangunan Pesisir

 (Pembangunan Pantai Buatan dan Pelabuhan)

 

Prinsip Pembangunan Pesisir yang berkelanjutan

1.     Desain dan Profil Pantai yang Stabil

Pada pembuatan pantai buatan, menjaga kestabilan garis pantai pantai dan profil pantai merupakan hal terpenting. Sehingga garis pantai tidak tererosi yang mengakibatkan kerusakan desain pantai. Oleh sebab itu, pada desain pantai pertimbangan proses sedimen dan bangunan di sekitar pantai harus mendukung tercapainya pantai yang stabil.

2.     Desain Struktur Terminal

Guna mencapai garis pantai stabil di atas, salah satu hal yang dikerjakan dalam proses desain adalah pembuatan struktur bangunan penunjung terminal (Pelabuhan) seperti breakwater harus merupakan bangunan yang dapat juga menangkap sedimen sejajar garis pantai agar juga dapat menjaga kestabilan garis pantai.

3.     Eksposure

Tingkat eksposur bangunan pantai buatan oleh gelombang tidak boleh terlalu tinggi, karena hal tersebut berbahaya bagi wisatawan yang akan berenang, sehingga para proses perencanaan pantai buatan ini, keselamatan dan mejaga kestabilan pantai adalah kunci utama.

4.     Material Pantai

Material pantai juga menjadi perhatian, dimana material pasir yang diambil dari laut sekitar untuk mempermudah dalam proses pengisian material pada daerah pantai. Selain itu juga, ukuran material pasir pantai itu juga berpengaruh pada bentuk profil pantai yang akan terjadi akibat terjadinya proses pantai.

Sehingga pada pemilihan pengisian material pasir pada pantai buatan menggabungkan antara pasir dari laut dan dari pantai. Sehingga didapatkan material pasir yang tidak terlalu halus atau kasar.

5.     Kualitas Air

Kualitas perairan pada daerah pantai buatan adalah menjaga agar tidak adanya air yang menggenang Ketika terjadi aliaran air dari dalam dan keluar laguna. Proses perubahan debit air pada area laguna di pesisir banyak dipengaruhi oleh proses pasang surut. Jika mulut laguna bear, proses perubahan air dalam laguna juga besar dan itu akan berpegaruh pada kualitas air yang ada dalam laguna.

 

Jadi untuk berhasil merancang pantai buatan biasanya prosedur yang diterapkan adalah

Pertama-tama penting untuk menganalisis dan memahami proses alami daerah pesisir, dan biasanya menggunakan model numerik untuk uji desain. Sedangkan pengembangan lebih lanjut menyesuaikan tergantung pada pemodelan. Sehingga desain harus dapat diterima dan berdampak pada daerah sepanajng bentang pantai.

Kedua, model numerik sangat berguna untuk mengoptimalkan dan memeriksa semua titik-titik desain yang telah ditetapkan untuk struktur perlindungan sebagai perlindungan pantai.

Ketiga, struktur pesisir penting untuk dipertimbangkan dalam mendesain pantai buatan karena sebagian besar akan membutuhkan beberapa struktur untuk pemeliharaan pasir agar tetap di lokasinya.

Desain Tata Letak Pelabuhan

Contoh Tata Letak Pelabuhan

Ada tiga jenis pelabuhan yang memiliki karakteristik yang

1.     Pelabuhan pemecah gelombang utama tunggal

Pelabuhan yang bekerja dengan melindungi cekungan (area labuh) dari gelombang utama dengan menggunakan pemecah gelombang tunggal yang biasanya melengkung. Hal ini digunakan untuk Pelabuhan yang mempunyai arah dominan gelombang dari 1 arah utama.

2.     Pelabuhan pemecah gelombang ganda

Pelabuhan dengan pemecah gelombang dua lengkung, dimana pemecah gelombang dimaksudkan untuk melindungi bagian dalam area kolam Pelabuhan. Jika masih ada gangguan pada area masuk mulut Pelabuhan akibat adanya difraksi gelombang, maka akan ditambahkan pemecah gelombang pada bagian depan lengkungan pemecah gelombang ganda.

3.     Pelabuhan pemecah gelombang lepas pantai

Tata letak Pelabuhan seperti ini sangat sering digunakan ketika pelabuhan terletak di tempat yang sangat dangkal. Lingkungan dan jenis pelabuhan ini juga menarik karena jika mendesainnya dengan benar, dapat meminimalkan dampaknya terhadap pantai. Selain itu juga menarik untuk diketahui karena terletak di perairan yang lebih dalam untuk menghindari masalah sedimentasi dan dan meminimalkan pengerukan utama.

Bagunan utama Pelabuhan ini biasanya menggunakan kontruksi jetty dan jembatan dengan pile sehingga angkutan sedimen alami tidak terganggu.

Optimalisasi Tata Letak Pelabuhan

Parameter penting adalah lebar surf zone dan dibandingkan dengan lebar Pelabuhan.

·        Pelabuhan Kecil pada area Surf zone

Biasanya pelabuhan kecil yang terletak di dalam area surf zone dan dimiliki alur pelayaran/ navigasi untuk dipertahankan dengan pembuatan kolam sedimen sebelum area navigasi dan kemudian dibuang dengan mengerukan secara mekanik dan melakukan sand by passing.

·        Pelabuhan Besar (Tata letak Pelabuhan sampai area aktif littoral zones)

pelabuhan besar yang menembus seluruh area surf zones dan pesisir aktif,  maka tidak ada cara transport sedimen untuk melewati struktur, sehingga hal tersebut benar-benar memblokir transportasi sedimen di sepanjang pantai. Dimana hal tersebut berdampak area pesisir di sekitarnya, terutama perubahan garis pantai karena sama sekali tidak ada pasir dari lokasi up-drift ke daerah downdraft.

·        Pelabuhan Kecil



Friday, April 24, 2020

Model Arus dan Sedimentasi Menggunakan Delft 3d

Setelah sekian minggu pasca pelatihan Pemodelan Arus dan Sedimentasi menggunakan software open source/ gratis Delft 3d, saatnya kita tes kemampuan dengan kasus yang sebenarnya. Pada kasus ini sebenarnya perlu pemodelan gelombang, arus dan sedimentasi. Namun baru selesai pemodelan arus dan sedimentasinya saja yang selesai menggunakan delft 3d. Gelombang belum sempat running menggunakan delft 3d.
Lokasi percobaan berada di Ujung Kulon, di Teluk seperti gambar di bawah ini;


Lokasi Percobaan

Pembuatan Grid pada Teluk di atas dibuat serapat mungkin agar menjaga kestabilan saat running model. hal itu penting agar model tidak bermasalah hasilnya.

Grid Domain Model


dari grid tersebut kemudian kita akan buat bathimetri dan boundary yang nantinya akan dimasukan nilai input kondisi batas berupa konstanta pasang surut.

Bathimetri dan Kondisi Batas (Boundary) Model


Setelah itu kita setting input model dan running..

hasilnya tunggu postingan selanjutnya...........

Thursday, March 5, 2020

Seri Pelabuhan : Pengantar


Pengertian Umum Pelabuhan
Pelabuhan mula-mula mempunyai arti yang sempit, yaitu suatu perairan yang terlindung sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal dengan aman dengan cara membuang sauh. Disamping itu ada beberapa istilah atau sebutan-sebutan lain seperti:
Harbour, adalah perairan yang terlindung, tempat kapal-kapal berlindung dengan aman (dari gangguan alam) dengan membuang sauh atau mengikat dengan pelampung.
Port, adalah pintu gerbang atau tempat yang mempunyai harbor lengkap dengan petugas bea cukai.
Dock, adalah suatu kolam dengan pintu air tempat dimana kapal membongkar muat atau keperluan perbaikan
Berarti pelabuhan adalah suatu daerah perairan yang tertutup dan juga terlindung dari alam (angin topan, badai) sehingga kapal-kapal dapat berlabuh dengan aman, nyaman dan lancar untuk bongkar muat barang, penumpang, pengisian bahan bakar, perbaikan kapal dan sebagainya.
Pelabuhan dalam arti yang luas adalah merupakan gerbang tempat berpindahnya angkutan darat ke laut, angkutan laut ke darat, arus terminal dari angkutan laut ke laut. Sebagai terminal: harus menyediakan tempat berlabuh, menyediakan tempat menyimpan barang, menyediakan peralatan
pengangkatan/pengangkutan.
Selanjutnya menurut peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1983, pelabuhan adalah tempat berlabuh dan/atau tempat bertambatnya kapal laut serta kendaraan lainnya, menaikan dan menurunkan penumpang, bongkar muat barang dan hewan serta merupakan daerah lingkungan kerja kegiatan ekonomi.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pelabuhan mencangkup pengertian sebagai prasarana dan sistem, yaitu pelabuhan adalah suatu lingkungan kerja terdiri dari area daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas tempat berlabuh dan bertambatnya kapal, untuk terselenggaranya bongkar muat serta turun naiknya penumpang, dari suatu moda transportasi laut (kapal) ke moda transportasi lainnya atau sebaliknya.
Klasifikasi Pelabuhan
Selain itu pelabuhan dapat pula diklasifikasikan/dilihat dari berbagai bidang, misalnya dari segi konstruksinya, segi perdagangan, dari jenis muatan yang dibongkar dan dimuat atau dari macam pungutan jasanya. Untuk jelasnya disini kita berikan klasifikasi pelabuhan sebagai berikut:
Klasifikasi menurut Konstruksinya
Pelabuhan alam; Adalah pelabuhan yang terlindung dari alam (angina topan, badai dan gelombang) tanpa harus dibangun fasilitas bangunan penangkis gelombang. Bentuk pelabuhan termasuk pintu pelabuhan dan lokasi fasilitas navigasi menjamin keamanan dan kenyamanan kapal untuk manuver dan bongkar muat barang, penumpang serta kepertluan akomodasi kapal. Pelabuhan alam biasanya berlokasi diteluk, muara pasang surut dan muara sungai. Contoh pelabuhan alam adalah New York, San Fransisco dan Rio de Janeiro. Di Indonesia, pelabuhan-pelabuhan seperti ini misalnya ada di sabang, pelabuhan Benoa.
Pelabuhan Semi Alam; Adalah pelabuhan yang berada di teluk kecil atau muara sungai yang terlindung pada dua sisi oleh tanjung dan dibutuhkan hanya bangunan pelindung pada pintu masuknya. Hampir sama dengan pelabuhan alam, hanya pada pelabuhan semi alam bentuk site pelabuhannya lebih diutamakan. Contohnya pelabuhan Plymounth adalah lokasi pelabuhan alam namun pelabuhan menjadi lebih aman setelah dibangun pemecah gelombang pada pintu masuknya sehingga pelabuhan tersebut menjadi pelabuhan semi alam demikian juga dengan pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Indonesia.
Pelabuhan buatan; Adalah pelabuhan yang mempunyai fasilitas bangunan pemecah gelombang untuk melindungi pelabuhan atau kolam pelabuhan dari pengaruh gelombang. Sebagian pelabuhan - pelabuhan di dunia adalah pelabuhan buatan dan di Indonesia contohnya adalah pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Klasifikasi menurut fungsi/jenis pelayanannya:
Pelabuhan Umum, diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat yang secara teknis dikelola oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
Pelabuhan Khusus, dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu, baik instansi pemerintah, seperti TNI AL dan Pemda Dati I/Dati II, maupun badan usaha swasta seperti,
pelabuhan khusus PT BOGASARI yang digunakan untuk bongkar muat tepung terigu.
Contoh pelabuhan menurut pelayanannya:
• Pelabuhan dagang, hampir semua pelabuhan di Indonesia
• Pelabuhan militer, Ujung Surabaya.
• Pelabuhan ikan, Perigi, Bagan Siapi-api
• Pelabuhan minyak, Dumai, Pangkalan Brandan.
• Pelabuhan Industri, Petrokimia Gresik.
• Pelabuhan turis, Benoa Bali
• Pelabuhan untuk menghindari gangguan alam (topan, gelombang) yang biasanya terjadi di Jepang
Kegiatan Pelayarannya
1. Pelabuhan Samudra, contoh: Pelabuhan Tanjung Priok
2. Pelabuhan Nusantara, contoh: Pelabuhan Banjarmasin.
3. Pelabuhan Pelayaran Rakyat, contoh: Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.
Perdagangan Luar Negeri
1. Pelabuhan Ekspor
2. Pelabuhan Impor
Klasifikasi menurut jenis pungutan jasa
1. Pelabuhan yang diusahakan
2. Pelabuhan yang tidak diusahakan
3. Pelabuhan Otonom
4. Pelabuhan bebas
Wilayah Pengawasan Bea Cukai:
1. Custom port, adalah wilayah dalam pengawasan bea cukai
2. Free port. adalah wilayah pelabuhan yang bebas diluar pengawasan bea cukai.
Peranannya
1. Transito, pelabuhan yang mengerjakan kegiatan transhipment cargo, seperti Pelabuhan Singapura.
2. Ferry, pelabuhan yang mengerjakan kegiatan penyebrangan, seperti Pelabuhan Gilimanuk, pelabuhan Padangbai


Sumber : PELABUHAN : Perencanaan dan Perancangan Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai, 2015, Nyoman Budiartha Raka Mandi

Sunday, February 2, 2020

Kerentanan WIlayah Pesisir


Daerah pesisir terdiri dari pertemuan antara darat dan laut. Bentuklahan kepesisiran adalah bentuklahan yang secara genetik terbentuk oleh proses marin, fluviomarin, organik, atau eolian. Bentuklahan kepesisiran secara genetic terbentuk oleh proses marin sebagai contoh beting gisik (beach ridge), yang terbentuk oleh proses fluvio-marin adalah delta, yang terbentuk oleh proses
organik adalah terumbu karang (coral reef) dan yang terbentuk oleh proses eolian adalah gumuk pasir (sand dune) (Sunarto, 2001). Disamping itu, daerah pesisir mempunyai dinamika lingkungan tinggi dengan proses fisik banyak, kenaikan permukaan laut, penurunan tanah, dan erosi-sedimentasi. Proses tersebut memainkan peranan penting untuk perubahan garis pantai dan pengembangan landscape pesisir. Perubahan garis pantai dianggap salah satu proses yang paling dinamis di daerah pesisir (Marfai dkk., 2008; Bagli dan Soille, 2003; Mills dkk., 2005). Interaksi antara proses fisik dan aktivitas manusia di zona pesisir menentukan karakteristik lingkungan pesisir. Diperkirakan bahwa sekitar 38% dari populasi dunia tinggal di daerah tidak lebih dari 100 km dari garis pantai (Cohen dkk., 1997; Kay dan Alder, 2005)
Meskipun perubahan garis pantai kadang-kadang menguntungkan, seperti pertambahan lahan untuk tujuan penggunaan lahan, namun demikian perubahan garis pantai juga dapat mengakibatkan kerugian dengan hilangnya lahan karena abrasi. Sebuah analisis dari informasi garis pantai diperlukan dalam desain perlindungan pantai, untuk mengkalibrasi dan memverifikasi model numerik, untuk menilai tingkat kenaikan permukaan laut, untuk mengembangkan zona bahaya, untuk merumuskan kebijakan untuk mengatur pembangunan pesisir dan membantu dengan definisi batas properti dan penelitian mengenai pesisir (Boak dan Turner, 2005)
Dinamika pesisir yang tinggi akan membawa implikasi pada kehidupan dan pembangunan kawasan terutama pada perkembangan kota-kota pesisir (coastal city). Menurut Yunus (2002), ekspresi perkembangan kota yang bervariasi sebagian terjadi melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor fisik dan non-fisik. Faktor fisik berkaitan dengan keadaan topografi, struktur geologi, geomorfologi, perairan dan tanah, sedangkan faktor non-fisik antara lain kegiatan penduduk (politik, sosial, budaya, teknologi), urbanisasi, peningkatan kebutuhan akan ruang, peningkatan jumlah penduduk, perencanaan tata ruang, perencanaan tata kota, zoning, peraturan pemerintah tentang bangunan, dan lain-lain. Perencanaan aksesibilitas, prasarana dan sarana transportasi serta pendirian fungsi-fungsi besar, seperti industri dan perumahan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap perembetan fisik kota di area pinggiran. Peran dari pemerintah juga sangat mempengaruhi perkembangan fisik area pinggiran kota dimana kebijakan yang dilakukan dalam bentuk arahan pengembangan kota ataupun rencana tata ruang kota cenderung diarahkan untuk mengisi lahan dan ruang kosong di area pinggiran kota.
Ketersedian ruang di dalam kota adalah tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota, dimana proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut Pemekaran kota (Urban Sprawl). Urban sprawl mengacu pada perluasan areal konsentrasi perkotaan melampaui yang telah ada sebelumnya, melibatkan konversi lahan pinggiran ke pusat-pusat perkotaan yang sebelumnya telah digunakan untuk penggunaan non perkotaan untuk satu atau lebih menggunakan perkotaan (Northam, 1975)
Adapun faktor-faktor pendorong pemekaran kota seperti yang disebutkan Charles Whynne-Hammond dalam bukunya Elements of Human Geography, (1979) adalah sebagai berikut:
1. Kemajuan di bidang pertanian
2. Industrialisasi
3. Potensi pasaran
4. Peningkatan kegiatan pelayanan
5. Kemajuan transportasi
6. Tarikan sosial dan kultural
7. Kemajuan pendidikan
8. Pertumbuhan penduduk alami
Perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (Urban Sprawl) tidak dapat terlepas dari adanya kerentanan, baik itu kerentanan fisik wilayah maupun pribadi seseorang. Perkembangan fisik kota ke arah luar termasuk diantaranya ke kawasan pesisir. Kerentanan fisik wilayah terkait dengan adanya bahaya ataupun bencana yang pernah atau akan terjadi di wilayah tersebut. ESPON (2003) mendefinisikan kerentanan sebagai tingkat kerapuhan seseorang, kelompok, komunitas atau daerah terhadap bahaya. Kerentanan adalah seperangkat kondisi dan proses yang dihasilkan dari fisik, sosial, faktor ekonomi dan lingkungan yang meningkatkan rawannya sebuah komunitas terhadap dampak bahaya. Kerentanan juga mencakup ide respon dan coping strategy karena ditentukan oleh potensi masyarakat untuk bereaksi dan menahan bencana.
Pengukuran kerentanan dapat dilakukan dengan indeks kerentanan pesisir. Indeks Kerentanan Pesisir/CVI dihitung menurut kelompok wilayah yang tergantung pada kemungkinan adanya jenis dampak fisik. Indeks ini diberikan sebagai rasio dari total nilai peringkat kerentanan parameter untuk nilai kerentanan setidaknya dari kelompok yang sesuai. Peringkat CVI mengikuti kontribusi fisik lingkungan terhadap kenaikan permukaan laut terkait perubahan pesisir: geomorfologi, kemiringan pantai, kenaikan permukaan laut (sea-level rise), perkembangan perubahan garis pantai, ketinggian pasang surut rata-rata dan tinggi gelombang rata-rata

Thursday, January 30, 2020

X-Beach : Processes and model formulation

Domain and definitions

Coordinate system

XBeach uses a coordinate system where the computational x-axis is always oriented towards the coast, approximately perpendicular to the coastline, and the y-axis is alongshore, see Figure A.1 and Figure A.1. This coordinate system is defined in world coordinates. The grid size in x- and y-direction may be variable but the grid must be curvilinear. Alternatively, in case of a rectangular grid (a special case of a curvilinear grid) the user can provide coordinates in a local coordinate system that is oriented with respect to world coordinates (xw, yw) through an origin (xori, yori) and an orientation (alfa) as depicted in Figure A.1. The orientation is defined counter-clockwise w.r.t. the xw-axis (East).


Grid set-up
The grid applied is a staggered grid, where the bed levels, water levels, water depths and concentrations are defined in cell centers, and velocities and sediment transports are defined in u- and v-points, viz. at the cell interfaces. In the wave energy balance, the energy, roller energy and radiation stress are defined at the cell centers, whereas the radiation stress gradients are defined at u- and v-points.

Velocities at the u- and v-points are denoted by the output variables uu and vv respectively; velocities u and v at the cell centers are obtained by interpolation and are for output purpose only. The water level, zs, and the bed level, zb, are both defined positive upward. uv and vu are the u-velocity at the v-grid point and the v-velocity at the u-grid point respectively. These are obtained by interpolation of the values of the velocities at the four surrounding grid points. 

The model solves coupled 2D horizontal equations for wave propagation, flow, sediment transport and bottom changes, for varying (spectral) wave and flow boundary conditions.


X - BEACH MODEL

XBeach is an open-source numerical model which is originally developed to simulate hydrodynamic and morphodynamic processes and impacts on sandy coasts with a domain size of kilometers and on the time scale of storms. Since then, the model has been applied to other types of coasts and purposes.

The model includes the hydrodynamic processes of short wave transformation (refraction, shoaling and breaking), long wave (infragravity wave) transformation (generation, propagation and dissipation), wave-induced setup and unsteady currents, as well as overwash and inundation. The morphodynamic processes include bed load and suspended sediment transport, dune face avalanching, bed update and breaching. Effects of vegetation and of hard structures have been included. The model has been validated with a series of analytical, laboratory and field test cases using a standard set of parameter settings. 

XBeach has two modes: a hydrostatic and a non-hydrostatic mode. In the hydrostatic mode, the short wave amplitude variation is solved separately from the long waves, currents and morphological change. This saves considerable computational time, with the expense that the phase of the short waves is not simulated. A more complete model is the non-hydrostatic model which solves all processes including short wave motions, but with more computational demand.  

The original application (surfbeat mode), funded by the U.S. Corps of Engineers in the framework of the Morphos project and the U.S. Geological Survey, was to be able to assess hurricane impacts on sandy beaches. Since then with funding from the Dutch Public Works Department, the model has been extended, applied and validated for storm impacts on dune and urbanized coasts for the purpose of dune safety assessments. With support from the European Commission XBeach has been validated on a number of dissipative and reflective beaches bordering all regional seas in the EU. 

Beyond sandy coasts, the model has been applied to coral fringing and atoll reefs, in cooperation with and with funding by the University of Western Australia, the USGS and the Asian Development Bank. The model now also includes vegetative damping effects, with support of the U.S. Office of Naval Research.

The non-hydrostatic model has been developed initially by the TU Delft (as a prototype version of the SWASH (Zijlema et al. 2011) model). For the purpose of simulating the morphodynamic processes on gravel beaches, the model was extended and validated with support from the University of Plymouth. In this mode, ship-induced waves can be simulated as well, demonstrating the flight that the model has taken since its first inception.

This development of XBeach could not have been possible without all of the above mentioned funding agencies and partners. It would also not have been possible without the enthusiastic, critical and constructive approach of all consultants, researchers, M.Sc. and Ph.D. students who have taken up XBeach, and made it into the tool that it is today.

This manual serves as an introduction to the model and a reference guide to its many functionalities, options and parameters. We sincerely hope that this document will help existing and new researchers apply the model for their purposes and advance our knowledge of coastal hydro- and morphodynamics.


Wednesday, January 29, 2020

Metodologi Survei Hidro - Oseanografi

UMUM

Kegiatan survey untuk pekerjaan Detail Engineering Design (DED) bangunan fasilitas perlindungan pantai merupakan rangkaian kegiatan yang komplek dan harus dilakukan dengan metodologi akurat Karen atiap parameter yang diukur dari masing-masing kegiatan survei memiliki kaitan / sensitifitas yang tinggi antara satu dengan lainnya. Sebagai contoh sederhana adalah hubungan antara pasang surut dengan arus, hubungan antara kejadian hujan, debit sungai, gelombang pecah dan kadar sedimen layang / total suspendd solid dan juga salinitas.
Begitu pula dengan analisis data hasil survei, maka konsultan harus menggunakan metode analisis yang tepat sehingga gambaran hubungan tiap parameter dapat diketahui, hal tersebut sangat penting untuk mendefinisikan faktor pembangkit sedimentasi dan analisis selanjutnya.

Metodologi Analisis
Metodologi Survei & Analisis Pasang Surut

Sebagaimana disebutkan dalam kerangka acuan kerja (KAK), survei pasang surut dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 29 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara pengukuran dengan alat ukur muka air otomasis atau Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang dibaca setiap rentang waktu tertentu. Hasil survei pasang surut selanjutnya dianalisis secara harmonik untuk menentukan elevasi muka air penting, mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan meramalkan fluktuasi muka air.

Data masukan untuk analisa pasang surut ini adalah data hasil pengamatan pasang surut di lapangan. Urutan analisa pasang surut adalah sebagai berikut:

1.      Menguraikan komponen-komponen pasang surut.

2.      Penentuan tipe pasang surut yang terjadi.

3.      Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.

4.      Menghitung elevasi muka air penting.

Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metode yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metode admiralty dan least square dengan penjelasan sebagai berikut:

1.  Metode Analisa Admiralty
Metode Admiralty digunakan untuk analisa data pengamatan pasut jangka pendek, dan biasanya digunakan untuk perhitungan data pengamatan 15 atau 29 hari. Hasil dari perhitungan ini adalah amplitudo dan fase dari konstanta harmonik pasang surut utama, yaitu: K1, O1, P1, M2, K2, N2, K2, M4, MS4.  Sistem perhitungan menggunakan metode ini pada umumnya menggunakan tabel. Dari konstanta tersebut dapat pula ditentukan MSL harian. Secara khusus metode ini digunakan oleh Hydrographic Department of The Admiralty sehingga dikenal sebagai metode admiralty.
2.  Metode Analisa Harmonik menggunakan Least Square
Metode analisis harmonik merupakan teknik perhitungan yang sangat sesuai untuk menggambarkan lengkungan dari data-data pengamatan pasang surut. Data pengamatan pasut disusun menjadi fungsi sinusiodal atau kosinusiodal dari fungsi gelombang harmonik. Pasang surut dipengaruhi oleh gaya-gaya periodik, sehingga pasut dapat digambarkan sebagai fungsi harmonik. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Vg adalah parameter pasang surut keseimbangan di Greenwich, sedangkan µdan f adalah faktor astronomi.
Dengan mengabaikan faktor meteorologi dan astronomi (Vg, µ,f) ketinggian pasang surut dapat dinyatakan dengan fungsi harmonik bagi sejumlah k konstanta pasang surut seperti persamaan berikut:
dimana:
             

Salah satu analisis harmonik adalah menggunakan metode perataan kuadrat terkecil. Dengan menggunakan metode ini, masalah data kosong tidak menjadi masalah dan dapat dihasilkan amplitudo dan fase dari semua konstanta pasang surut yang diinginkan. Dengan adanya komputer metode ini sangat baik diterapkan bila data pengamatan dilakukan dalam waktu panjang. Data ketinggian pasang surut hasil pengamatan akan mendekati nilai ketinggian pasang surut yang sebenar apabila:
Ini merupakan dasar dari perataan kuadrat terkecil. fungsi minimum bila:
Persamaan diatas menghasilkan 2k+1 persamaan untuk mendapatkan  dan  yang merupakan MSL dan konstanta pasang surut. Selain parameter tersebut perlu juga dihitung faktor astronomi.
Kelebihan metode analisa harmonik menggunakan perataan kuadrat terkecil dibanding dengan metode yang lain adalah sebagai berikut:
a.      Data pengamatan pasut jangka panjang dapat dihitung, semakin panjang data pengamatan konstanta yang dihasilkan semakin banyak dan teliti.
b.      Metode ini masih memungkinkan untuk melakukan perhitungan data, bila terjadi data kosong ketika melakukan pengamatan.
c.      Semakin rapat interval data pengamatan maka grafik yang dihasilkan akan semakin mendekati kondisi yang sebenarnya.
d.   Setiap konstanta pasut yang dihasilkan dari perhitungan menggunakan metode ini, dapat diketahui ketelitiannya.

Faktor Pembangkit Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi sendiri dalam mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam mengelilingi  bumi pada saat  yang  bersamaan  dalam waktu 24 jam 50  menit. Selisih 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.
Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis sebesar 66.50, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 50.9’. Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee (Gambar 2.1). Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee.

Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang didasarkan pada peredaran bulan).
Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus (Gambar 2.2) sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, spring tide), di mana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi) di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2.3) maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide) di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan dengan hari- hari yang lain.
Komponen Pasang Surut
Guna memperkirakan keadaan pasang surut, maka terdapat banyak komponen- komponen yang mempengaruhi pasang surut. Komponen utama adalah akibat gaya tarik bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen non astronomis.
Komponen pasang surut yang ada sebanyak 9 (sembilan). Penjabaran ke delapan komponen pasang surut tersebut seperti pada Tabel 2.1. Hasil penguraian pasang surut adalah parameter amplitudo dan beda fase masing-masing komponen pasang surut.


Tuesday, January 28, 2020

Tutorial Analisis Perubahan Garis Pantai

Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan DSAS
Metodologi Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan DSAS

Tahap Pengumpulan Data
Posisi garis pantai dinilai berdasarkan beberapa fitur alam yang mempengaruhi semisal garis vegetasi, garis pasang dan surut air laut, garis basah atau kering yang terdapat pada pantai. Dan untuk mendapatkan garis tersebut dapat didigitasikan dari berbagai macam sumber data (contoh: citra satelit, digital ortophoto, data peta historis garis pantai), dapat pula mengumpulkan data dengan menggunakan survei Global Positionong System (GPS), atau ekstraksi dari data survei lidar.  Dan sangat disarankan untuk menggunakan data-data garis pantai dengan mengacu pada referensi yang sama (contoh: mean sea level).
Setiap vektor garis pantai merepresentasikan waktu dan posisi secara spesifik dan data tersebut sudah terdapat pada atribut tabel kelas fitur garis pantai. Pengukuran penampang melintang dapat pula ditampilkan oleh DSAS dari hasil analisa perpotongan dan persilangan garis baseline pada garis pantai. Titik yang berpotongan menampilkan informasi lokasi dan waktu yang digunakan untuk menghitung kecepatan perubahan garis pantai. Jarak dari garis baseline ke masing-masing titik perpotongan sepanjang diagram memanjang tersebut digunakan untuk menghitung angka statistik.
Data garis pantai di ekstraksi dari Citra Satelit Landsat 7, yang merupakan   implementasi lanjutan   dari   satelit-satelit   sebelumnya (program satelit ERTS yang diberi nama baru Landsat). Satelit berorbit sirkular dan sunsynchronous ini diluncurkan oleh  Amerika  Serikat  pada  tanggal 15  April 1999 dengan sudut inklinasi antara 98.2 hingga 99.1, ketinggian  705  km  di  atas  ekuator,  periode  orbit setiap 99  menit, dapat  mencapai lokasi yang sama setiap hari (repeat cycle), dan beresolusi radiometric 8-bit  (DN).  Landsat 7 hanya dilengkapi dengan sensor   ETM+   buatan   Raytheon   Santa   Barbara Remote Sensing di Santa Barbara, California. Landsat 8 adalah sebuah satelit observasi bumi Amerika yang diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013. Landsat 8 adalah  satelit  kedelapan  dalam program Landsat; ketujuh yang berhasil mencapai orbit.
Data yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari tiga citra Landsat multi-temporal dengan perekaman 10 periode, yakni satu citra di setiap tahunnya dari tahun 2007-2018. Citra Landsat ETM+ untuk perekaman tahun 2007-2012 dan citra Landsat 8 OLI-TIRS untuk perekaman tahun 2013-2018. Semua citra Landsat yang digunakan adalah level 1TP. Citra Level 1TP adalah level yang telah mengalami koreksi geometrik, ter-orthorektifikasi menggunakan Ground control point serta DEM untuk mengurangi efek relief displacement. Data level 1 merupakan data dengan level tertinggi dan cocok untuk analisis time series (USGS, 2016). Semua data citra multi-temporal diunduh secara gratis melalui situs https://earthexplorer.usgs.gov/.

Tahap Pre-prosessing Citra
Sebelum dianalisis lebih lanjut, citra Landsat yang digunakan harus dilakukan pre-processing (koreksi radiometrik) yang bertujuan untuk memperbaiki nilai pixel agar sesuai dengan yang seharusnya. Koreksi geometrik mempertimbangkan  faktor gangguan  atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan   nilai   pantulan   obyek   dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Metode metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram, metode regresi dan metode kalibrasi bayangan. (Danoedoro, 1996). Pada pekerjaan ini, digunakan metode Penyesuaian Histogram (Histogram Adjustment).

Tahap Ekstraksi Garis Pantai
Sebelum dilakukan analisa perubahan dinamika garis pantai, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi garis pantai dari setiap citra satelit yang telah terkoreksi geometrik. Metode yang digunakan adalah perpaduan antara Transformasi Tasseled Cap dengan indeks spektral NDVI. Metode ini terdiri dari penggabungan antara 4 indeks (Brightness, Greenness, Wetness, dan NDVI). Indeks Brightness, Greenness dan Wetness merupakan bagian dari Transformasi Tasseled Cap, yang berfungsi dengan baik apabila dilakukan deteksi daratan dengan tingkat vegetasi rendah. Oleh karena itu fungsi NDVI adalah untuk mendeteksi wilayah-wilayah daratan dengan tingkat vegetasi tinggi. Sehingga perpaduan antara keempat indeks ini akan memperbaiki kevalidan dalam mendeteksi daratan dan perairan pada citra (Amine, 2012). Dalam menghasilkan keempat indeks tersebut, terdapat nilai pembobotan yang berbeda pada setiap kanal di setiap citra satelit yang digunakan, mengacu pada metode pembobotan oleh Vinay, et al (2015) yaitu pada Gambar
Metode Pembobotan Untuk Komposit Indeks Brightness, Greenness, Wetness, dan NDVI
Selanjutnya dilakukan klasifikasi tanpa pengawasan, dengan metode IsoCluster pada peta raster hasil superimpose dari keempat indeks yang telah dibahas sebelumnya. Klasifikasi dilakukan melalui perangkat lunak ArcGIS, dimana digunakan jumlah kelas (n) sama dengan 8. Klasifikasi dilakukan berdasarkan Cell by Cell dengan menggeneralisasi nilai tertinggi dan nilai terendah dalam sekumpulan faktor kunci. Hasil klasifikasi didapatkan kelas-kelas terpisah yang masing-masing mewakili wilayah daratan dan perairan yang terekam pada citra. Kemudian raster yang telah terklasifikasi tersebut dikonversi menjadi Polyline menggunakan Raster to Polyline Tool pada Perangkat Lunak ArcGIS, sehingga dihasilkan peta garis pantai.

Author

M. Baharudin Fahmi
Coastal Engineer

keep in touch
baharudinfahmi@gmail.com
WhatsApp +62 852 5940 2290