Friday, August 28, 2015

SADUMUK BATHUK DAN SANYARI BUMI

walau hanya se luas ujung jari, bumi/tanah milik (negeri)kita,
kira - kira itulah arti judul di atas, saya baru mendapat kata - kata itu dari acara pencerahan Bang-Bang Wetan (BBW) sekitar ramadhan lalu, meskipun saya tidak datang, paling tidak masih bisa mengikuti lewat Youtube yang kawan-kawan Maiyah upload. Ungkapan lama yang sudah jarang sekali di dengar, padahal artinya sungguh luar biasa dan mungkin tepat untuk dibahas lagi saat ulang tahun kemerdekaan RI yang ke 60 kemarin.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebernarnya kalau kita preteli  kata per kata ungkapan di atas, maka akan kita temuakan sebuah filosofi sarat makna dari mbah - mbah kita dahulu. Kata “dumuk” dalam bahasa indonesia berarti menyentuh dengan jari, biasanya jari telunjuk dan sangat kecil bagiannya (mungkin hanya menempel). Adapun “bathuk” dalam terjemah bahasa Indonesia adalah jidat. Bagi adab orang-orang Jawa, kepala adalah bagian yang paling terhormat dari bagian tubuh manusia dan juga merupakan lambang kehormatan. Sehingga bagi orang - orang Jawa, tidak sebarang orang bisa menyentuh kepala orang lain (tentu saja kecuali “tukang potong rambut”, itupun mereka biasanya pakai izin “nuwun sewu" dulu). Bahkan duduk di atas bantal yang tempat kepala itu dikatakan “ora ilok”. Sebab lumrahnya Bantal adalah alas kepala. Menduduki bantal sama dianggap sama dengan menduduki kepala.
Jadi silahkan bayangkan saja kalau “bathuk” kita ditonjok pakai “ujung jari telunjuk”, padahal itu adalah kehormatan bagi kita, mungkin rasa marah dan sakit sakit. Di belahan dunia yang lain mungkin memegang kepala teman adalah hal biasa. Jadi pada intinya adalah “sadumuk bathuk” berarti lambang kehormatan yang kalau diinjak-injak atau dilanggar oleh orang, kita berhak dan pantas ngamuk dan marah.
“Sak nyari” berarti sejengkal. “Bumi” sudah jelas, artinya tanah. Jadi “sanyari bumi” maksudnya sejengkal tanah. Biarpun hanya sejengkal, kalau itu milik kita dan mau direbut orang lain, ya harus dibela mati-matian. Banyak contoh pertikaian hidup dan mati dalam hal “sanyari bumi” ini.
Kalau kita perhatikan, dua ungkapan di atas, maka kita bisa tafsirkan dengan beribu tafsir. Namun pada intinya adalah tentang Jati diri kehormatan kita yang wajib kita jaga marwah-nya ketika hal itu ditabrak orang, sehingga Kita bangga dengan Identitas Diri kita sebab Harga diri Jelas

Dimana kau letak kan kehormatan mu?
Perenungan dari ungkapan Jawa kuno di atas adalah Dimana kita meletakkan harga diri kita ?. Sehingga jelas dimana marwah kita yang layak kita marah jika itu diinjak-injak oleh orang lain. Atau kita sudah lupa dimana meletakkan kehormatan itu, sehingga kita enjoy aja dengan semua perlakuan orang lain kepada kita. Atau paling fatal adalah kita belum mendefinisikan atau sadar akan marwah, harkat dan martabat kita sendiri. Sehingga kita tertawa aja dengan semua perlakuan orang meskipun sebenarnya sudah menginjak martabat kita. Namun karena kita tidak tau dimana kehormatan itu kita letakan sehingga kita tertawa dan dengan senang hati orang lain menginjak - injak itu, paling parah mempersilahkan orang untuk menabrak pagar marwah kita.
Orang yang menaruh kehormatannya pada harta, akan menganggap jika harta banyak ia akan dihormati dan kemiskinan adalah lubang kehinaan. Jika kedudukan atau pangkat adalah lambang kehormata, maka orang akan mati - matian mendapatkan kedudukan yang tinggi agar dihormati. Bagi wanita, kesucian adalah kehormatannya, dan begitulah seterusnya hingga orang itu akan mengejar apa yang menjadi persepsinya tentang kehormatan. Sehingga terserah dimana anda akan meletakkan harga diri itu sehingga anda akan menemukan kesejatian diri anda.
Maslow pernah mengeluarkan sebuah teori tentang kebutuhan dalam sebuah Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. Hierarki tersebut secara berturut-turut adalah  Fisiologis, Akan Rasa Aman,  Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang, Akan Penghargaan dan terakhir Akan Aktualisasi Diri. Menurut Maslow, kebutuhan akan penghormatan adalah peringkat keempat. Mungkin menurut maslow, orang yang baru bisa memenuhi kebutuhan fisiologi tidak butuh akan penghargaan. Sebab teori maslow adalah piramida yang bertingkat. Apakah menurut maslow orang miskin tidak mempunyai kehormatan sebab pemenuhan kebutuhan fisiologinya saja masih belum genap terpenuhi.
Pernah anda sedikit berfikir, dimana anda meletakkan kehormatan anda ?. Sebab jika anda belum menentukan dimana letak kehormatan itu sendiri, maka anda akan terombang - ambing menurut masyarakat pada umumnya. Bukankan Kehormataan itu adalah kesepakatan masyarakat umum?. Misal saja masalah kepada seperti ungkapan di atas, bukan kah ada kelompok masyarakat atau daerah di luar jawa yang menganggap urusan kepala biasa saja tidak seperti orang Jawa.
Oleh sebab itu, maka perlu bagi kita mendefinisikan Kehormataan dan itu menjadi sebuah prinsip yang kita pegang sekuat tenaga sepanjang umur kita. Sebab jika definisi kehormatan itu tidak kita letakkan sebagai prinsip, itu akan sangat mudah berubah, terombang-ambing zaman. Sehingga kita akan jelas dimana marah dan sedih karena marwah kita terinjak-injak. Dan sudah pasti marwah itu harus menjadi bagian dari Tujuan Hidup. Sehingga kita tidak akan melenceng ditengah perjalan sebab hal itu akan merusak kehormatan.
Terakhir, penting bagi kita mendefiniskan tentang kehormatan sebelum berkata perjuangan. Sehingga akan jelas apa yang kita perjuangkan.

waullahu 'alam

Thursday, August 27, 2015

Wednesday, August 19, 2015

Monday, August 10, 2015

LDK Apa Salahnya ?


Beberapa minggu lalu saya mendapatkan sebuah link tulisan dari group WA yang sempat membuat rame group tersebut, tulisan tersebut dimuat di media islam yang cukup ramai pengunjung. Sebenarnya tentang tulisan itu sudah menjadi sangat basi bagi orang-orang yang berada di group WA tersebut. Namun yang menjadikan ramai bukan karena mengupas tulisan tersebut, namun lebih karena menyesalkan kenapa masih saja membahas isu yang sudah lama, yaitu tentang LDK ekslusif dan penulisnya adalah aktifis LDK juga.
Memang tentang citra ke eksklusifan LDK pernah menjadi bahasan yang serius di dalam internal Lembaga Dakwah Kampus, numun itu sudah puluhan tahun lalu. Kemudian apakah masih relevan isu itu kemudian dibahas lagi? Disaat dunia teknologi informasi yang sudah semakin cepat. Apakah ya sama pembahasan ke-eksklusifan Lembaga Dakwah Kampus dengan hari ini? apakah kriteria Lembaga Dakwah Kampus dikatakan ekslusif?. Penulis artikel refleksi tersebut kemudian mengajukan sebuah “rekaan” survey yang pertanyaannya apakah ketua LDK dikenal oleh masyarakat kampus? Apakah kepanjangan nama LDK dikenal oleh masyarakat kampus?. Pertanyaan yang terfikir oleh saya adalah apakah metode survey yang dilakukan? Cara milih responden dll.

Monday, August 3, 2015

Tahun – tahun buta


Saya jadi teringat beberapa bulan lalu saya menghadiri kajian islam ahad pagi di Islamic Center Gontor Nganjuk. Saat sesi Tanya jawab, entah dari mana saya lupa kemudian sang ustadz membeberkan tokoh-tokoh Islam liberal. Saya sedikit tercengang dengan salah satu nama yang diseutkan. Sebab beliau adalah salah satu tokoh islam yang di hormati negeri ini, memimpin para ‘ulama yang tergabung di Majelis Ulama Indonesia. Kemudian ustadz tersebut meminta jamaah untuk melihat dari link yang dishare di group facebook jamaah pengajian itu. Sampai hari ini pun saya masih belum bisa menerima, memang jika ada salah ucap perlu diklarifasi dan itu sudah pernah disampaikan kepada beliau.
Sudah menjadi pengetahuan kita bersama, bahwa info yang dimuat di media terkadang asal penggal dari pembicaraan atau resume menurut persepsinya sendiri tanpa klarifikasi hal tersebut. Bayangkan saya, misal dalam sebuah seminar dua jam, berapa kalimat atau baris yang masuk dalam tulisan media. Sehingga akan sangat mungkin terjadi pemotongan yang asal menguntungkan dan menjual. Disamping itu, para penyebar info pun dengan semangat “menyebarkan info baru yang sensasional” apa lagi tokoh besar akan berlipat-lipat semangatnya. “Orang-orang harus tau info ini, tokoh ini ternyata anggota Islam Liberal,” mungkin begitu kata hatinya. Namun sekali lagi, tanpa pernah konfirmasi kepada orang yang bersangkutan.
Judul diatas adalah tema Kenduri Cinta (KC) bulan Juli lalu, saya tertarik dengan tema tersebut mengingat hari – hari ini kita dibuat buta dari kebenaran yang terjadi dari media – media yang ada. Pembawuran kebenaran itu kemudian menjadikan sampah informasi yang tidak terkendali. Hal tersebut diperparah dengan semakin cepat berkembangnya dunia informasi, secara langsung berbanding lurus dengan semakin cepatnya arus informasi yang masuk ke telinga kita. Informasi masuk ke Hape dan tab hampir tiap detik, dan dengan tinggal klik share semua informasi bisa kita sebar ke public dunia maya. Entah informasi itu sampah atau emas, pun tidak jelas. Dan kemudian kita jadikan pembicaraan dan semakin lama-semakin membawur tanpa kejelasan kebenarn informasi tersebut.
Salah satu dampakanya adalah tidak adanya tanggung jawab dari para penyebar informasi, sehingga saling menghakimi antar para pro dan kontra. Kita seoalah belum  atau tidak bisa lagi menerapkan Qs. Al-hujjurat ayat ke 6;
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Ayat di atas memberikan peringatan kepada kita agar mengklarifikasi semua berita sebelum kita cerma melihat dari sumber – sumber informasinya, sebab hal itu merupakan adab dalam islam. Sehingga kita tidak mudah terpancing propaganda isu – isu yang masih samar – samar kebenarannya. Sebab ayat di atas turun setelah terjadi peristiwa kebohongan penarik zakat yang mengabarkan bahwa suatu kaum membangkang untuk mengambil zakat. Padahal sudah disiapkan pasukan untuk menyerang kaum tersebut, sebelum akhirnya salah seorang diutus oleh kaum tersebut menanyakan kenapa belum diambil zakat yang sudah disiapkan. Bayangkan jika hal itu terjadi, pertumpahan darah akan terjadi atas sesame muslim.
Secara garis besar kita bisa membagi informasi dari tiga sumber yang kemudian kita sikapi tentang informasi tersebut.
Pertama, berita dari seorang yang jujur yang secara hukum harus diterima.
Kedua, berita dari seorang pendusta yang harus ditolak.
Ketiga, berita dari seorang yang fasik yang membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.
Namun pada hari ini kita juga sudah bingung, mana yang menjadi golongan pertama yang informasinya harus diterima, mana golongan dua dan tiga pun sudah tidak jelas lagi. Semua orang dengan klasifikasi manapun dapat menyebarkan informasi sesuka hatinya dan semampu tangannya. Sehingga yang perlu kita lakukan adalah menahan agar tidak mudah terpancing untuk mengklik share dan like setiap informasi yang kita masih belum jelas kebenarannya. Sebab hal itu pun akan membuat senang orang yang pertama meniup informasi tersebut, setiap detik pundi rupiahnya bertambah dengan semakin banyak share yang kita lakukan.
Kita bisa belajar dari Rasulullah SAW tentang bagaimana menyikapi informasi yang masih simpang siur kebenarnnya. Sejarah mencatat ada Haditsul ifki atau berita bohong yang menimpa istri tercinta Nabi SAW, Aisyah ra. Semua orang dijalan-jalan membicangkan isu tersebut karena terjado pada tokoh umat islam, sangat menjual informasi bohong tersebut untuk diecer di jalan-jalan dan warung-warung. Rasulullah yang juga mendapat wahyu dan tidak dapat men-counter info tersebut harus bersabar hingga memulangkan Aisyah ke rumah Abu Bakar, bapaknya. Rasulullah kemudian berdiskusi dengan para sahabat mengenai informasi tersebut, sedang di luar sana sudah sangat massif informasi itu beredar. Rasulullah bersabar menunggu hingga dapat kebenaran berita tersebut, tidak terpancing untuk dengan gegabah meng-counter informasi tersebut dengan otoritas kenabiannya.
Bersabar dan menunggu kebenarnnya dengan tetap mencoba mencari yang benar adalah point yang rasul ajarkan. Sehingga kita harus menerapkan hadits berkata yang baik atau diam saja. Sebab dengan share dan like informasi yang tidak benar tentang saudara muslim kita juga merupakan bagian dari memakan bangkai saudara sendiri atau ghibah. Sungguh allah sudah memperingatkan dengan keras hal tersebut, bahkan Rasulullah mengaitkan keimanan seseorang dengan keamanan saudara/ tetangga dari lisan dan perbuatan kita.
Berkata Baik atau Diamlah.
Dan mari kita senantiasa melantunkan do’a yang sangat agung dalam menghadapi sampah informasi yang samakin hari semakin liar.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Allahumma arinal-haqqa haqqan warzuqnat-tiba’ah, wa arinal-batila batilan warzuqnaj-tinabah, bi rahmatika ya arhamar-rahimiin.
Artinya : Ya Allah Tunjukilah kami kebenaran dan berikan kami jalan untuk mengikutinya, dan tunjukanlah kami kebatilan dan berikan kami jalan untuk menjauhinya

Rabbi adkhilni mudkhala sidqin wa akhrijni mukhraja sidqin waj’alli min ladunka sulthanan nasiiran, wa qul ja alhaqqu wa zahaqal bathil innal bathila kana zahuqan (Qs. Al Isra’ ; 81)
Artinya : Ya Allah, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah(pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong. Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

Waullahu ‘alam

Sunday, August 2, 2015

Suara Sumbang yang di Nanti

Pagi ini saya mendapatkan sebuah berita menarik dari website Hidayatullah.com yang masih berkaitan dengan Keharaman BPJS. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa hasil Ijtihad Majelis Ulama Indonesia beberapa bulan lalu mengeluarkan Fatwa bahwa pelaksanaan BPJS masih belum sesuai dengan prinsip – prinsip syariah islam (tidak secara tegas haram). Kontan komentar dari semua penjuru negeri dunia maya dan nyata langsung merespon dengan makian dan pujian. Salah satu penjuru yang mengeluarkan makian itu adalah artis sinetron Tio Pakusadewo. Dia mengatakan seperti yang saya kutip langsung dari Hidayatullah,

Tio justru mengatakan kalau MUI ini lembaga tak jelas yang sesuka hatinya mengadili kalau itu haram. Justru Tio memiliki pandangan lain, bagaimana jika MUI itu yang diharamkan.
“Sekarang gimana kalau saya mengharamkan MUI di Indonesia. Padahal MUI itu isinya manusia semua, bukan nabi. Tapi kadang orang Indonesia suka enggak masuk akal, siapa sih yang mengangkat dia,” ujarnya.
Seharusnya kalau MUI belajar Islam yang benar pasti tahu. Menurut Tio ini ada unsur politik di dalamnya.
“Gimana unsur ribanya, ini kan untuk kepentingan rakyat banyak. Kalau dia baca perintah Tuhan dan memahaminya harusnya enggak mesti keluar fatwa seperti itu,” ucapnya.

Mungkin dia adalah satu dari sekian banyak yang menghujat fatwa MUI tersebut, selain suara-suara miring yang kemudian ditujukan kepada MUI seperti “kog baru sekarang dikeluarkan fatwa, padahal sudah lama ada asuransi semacam itu selama ini, jangan-jangan ada muatan politik dan ekonomi”. Selain itu orang-orang sekuler mengecam MUI yang selalu ikut campur dalam masalah-masalah ekonomi dan politik dalam kehidupan sehari – hari, tentu masih banyak lagi cacian kepada MUI.
Namun mungkin juga banyak para penghujat fatwa MUI tersebut yang tidak paham kenapa sampai MUI mengeluarkan fatwa tersebut. Mereka yang belum paham sayariat islam asal mangap mengeluarkan kata – kata yang dia sendiri juga belum tentu benar dengan menghakimi MUI. Kata – kata Tio ““Gimana unsur ribanya, ini kan untuk kepentingan rakyat banyak. Kalau dia baca perintah Tuhan dan memahaminya harusnya enggak mesti keluar fatwa seperti itu,” menampakkan bahwa dia sebaiknya belajar dulu tentang islam sebelum berkomentar terhadap fatwa tersebut.
“Gimana unsur ribanya, ini kan untuk kepentingan rakyat banyak. Kalau dia baca perintah Tuhan dan memahaminya harusnya enggak mesti keluar fatwa seperti itu,”komentar seperti itu justru sangat lucu. Justru karena membaca perintah Tuhan itulah MUI mengeluarkan fatwa, bukan sebaliknya, sungguh aneh komentar tersebut.

Suara Sumbang

Ditengah kehidupan yang sudah abu-abu, tidak jelas lagi mana hidup dengan prinsip islam mana yang bukan seperti saat ini, tenttu saja fatwa MUI tersebut seperti suara sumbang. Sebab telinga manusia pada umumnya sudah tidak pernah mendengar bagaimana prinsip muamalah dalam islam. Sehingga ketika mendengar adanya fatwa bahwa adanya ketidak sesuaian dengan syariat islam dalam pengelolaan BPJS dianggap sebagai polusi. Padahal yang sejatinya polusi itu adalah suara yang setiap hari mereka dengar.

Menurut saya, suara sumbang MUI tersebut memang harus di keluarkan. Sebab harus ada yang mengingatkan ummat tentang hidup diatas aturan yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Suara sumbang tersebut ibarat pekikan di dalam kesunyian yang menyadarkan kita bahwa masih belum sesuainya dengan prinsip islam tata cara muamalah kita. Kalau tentang bagaimana penerapannya nanti, itu soal beda. Tapi yang jelas harus ada yang menyadarkan ummat. Selain itu, ini menunjukan bahwa ummat perlu dibimbing dan mendapatkan pengajaran tentang muamalah sesuai dengan islam, agar jika nanti ada fatwa serupa yang berkaitan dengan muamalah, tidak ada lagi komentar miring karena ketidakpahaman masyarakat akar rumput. 

Menjaga (definisi) Islam Nusantara

Islam Nusantara yang mana?
Setelah memilih hanya menjadi penonton sambil mantengi setiap up date info perkembangannya, saya akhirnya ingin menuliskan apa yang telah lama menjadi kegaduhan di dalam pikiran yang menyebabkan tangan ini gatal untuk segera menggaruk - garuk ritmiks keyboard. Istilah "Islam Nusantara" yang muncul dan menjadi sentral tema Muktamar Nahdhotul 'Ulama ke 33 tak pelak menjadi bahan omongan masyarakat jagad dunia maya. Mudahnya akses informasi di zaman kecanggihan teknologi informasi seperti saat ini, dalam setiap detiknya, mungkin ada ratusan atau bahkan ribuan orang meng-klik share dan like artikel - artikel yang bertemakan Islam Nusantara baik dari kubu Pro-Islam Nusantara maupun Kontra-Islam Nusantara. Entah benar atau tidak informasi yang mereka bagikan, kredo media hari ini adalah Media sama dengan komoditas dagang. Sehingga judul tulisan hanya sensational yang menjual dan bukan bicara kebenaran. Dan inilah sayangkan, kemudian orang – orang yang hanya dapat informasi dari media (lebih buruk lagi tanpa membandingkan dengan media yang lain) semakin brutal saling menghabisi antara yang pro dan kontra dengan gagasan Islam Nusantara tanpa mendudukan secara jelas Islam Nusantara. selain itu, tiba - tiba muncul website resmi Islam Nusantara, Islam Nusantara 2 dan Radio Islam Nusantara.

Lubang Cahaya


Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Terjemah Qs. Annur : 35)
Jika Cahaya Allah itu adalah tempat kembali untuk bersimpuh mengabdikan diri ke haribaan-Nya, maka Allah turunkan petunjuk itu kepada setiap hati hamba yang Dia kehendaki untuk menemukan kembali cahaya-Nya, Alzujajah, pelita hati dari Illahi. Jadi lewat mana nanti pelita itu menyala dan menerangi hamba hingga sang hamba menemukan cahaya Allah adalah hak preogratif Allah.
Sebab Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki. Bisa jadi bukan lewat Da’I atau Pak Kyai. Bukan juga ustadz atau toh masyarakat. Bisa jadi pelita itu muncul dari anak kecil, gelandangan, anak muda, orang muda atau PeeSKa. Kehendak Allah dari mana Pelita itu akan menerangi hati hambanya. Semuanya tinggal kembali kepada hamba, bahkah hanya merenungkan pergantian siang dan malam saja dapat menemukan cahaya Allah. “Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihata”(Qs. Annur : 44).
Semakin banyak interaksi saya dengan berbagai kelompok pengajian atau pencerahan dalam rangka menemukan kembali pelita hati. Saya jadi semakin kagum bahwa memang Allah membimbing orang-orang yang Dia kehendaki untuk kembali menemukan pelita hati, entah dari mana saja sumber pelita itu muncul adalah hak preogatif Allah. Dan tidak bisa padam atau redup cahaya itu. Sebab Ia adalah Cahaya di atas Cahaya.
Saya akan sedikit menceritakan hal yang pernah saya alami untuk semakin menghayati pemaknaan dari ayat diatas. Pengalaman ini adalah pengalaman nyata tanpa rekayasa meskipun saya tidak akan menyebut nama. Jika menyebut kelompok, itu hanya dalam rangka memudahkan untuk memahami saja.
Mungkin anda sudah banyak mengetahui bahwa Jamaah (organisasi) islam yang berada di Indonesia ini sangat banyak, baik yang lurus maupun rada menyimpang. Dan setiap mereka mempunyai cara pengajian yang berbeda-beda dan mungkin kita lebih sering mendengarnya saling bersebrangan. Jamaah A menganggap Jamaah B adalah ahli bid’ah, dan sebaliknya atau malah Jamaah B menganggap Jamaah A adalah teman dan selain mereka adalah Jamaah ahli bid’ah. Seperti itu hingga akhirnya orang bingung melihanya.
Anda mungkin sudah sangat familiar dengan nama – nama ini, Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA), Salafi (wahabi-kata yang lain), Jamaah Tabligh (JT), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Nahdhotul ‘Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Sholawat Nabi dengan Syehker Mania-nya, Jamaah Maiyah Nusantara dan gerakan Tarbiyah. Saya pernah berinteraksi dengan individu (jamaah pengikut) di dalamnya, bukan organisasinya secara langsung. Dan banyak pelajaran yang kita dapat bahwa Cahaya Allah datang dari mana pun dan tidak akan redup.
Pelita bisa jadi Allah nyalakan lewat MTA, untuk membimbing orang-orang yang Dia kehendaki untuk kembali pada cahaya. Saya pernah bermajelis dalam pengajian mereka dan kadang saya mengikuti pengajiannya lewat Radio. Saya sungguh tersentuh, ada bapak-bapak paruh baya yang menjadi anggota mejelis itu yang membaca Al-Qur’an saja, itu masih lebih lancar adik saya. Namun saya saya sangat tersentuh, perjuangan bapak itu untuk kembali semangat beragama diusia yang sudah cukup mendekati senja masih ada. Mengkaji kitab pedoman yang Allah turunkan. Pelita itu telah menyala dan menerangi hatinya, membimbing menuju cahaya. Maka jangan pernah anda tutup-tutupi atau padamkan cahaya  itu dengan mengatakan mereka aliran sesat, mereka ahli bi’dah dan sebagaimana. Namun cahaya Allah adalah cahaya diatas cahaya, meskipun ada yang mengatakan seperti di atas, cobalah datang ke kantor pusat yang di Solo, pengajian mereka selalu ramai dan sesak para jamaah.
Dan pelita pembimbing itu bisa jadi Allah tiupkan lewat salafi (wahabi-kata kelompok lain). Gerakan salafi yang mencoba menggigit sunnah nabi di akhir zaman. Saya pernah bermajelis di pengajian mereka, mendengarkan tausiyahnya. Dan saya mempunyai teman yang menjadi anggota kelompok itu, sungguh perubahan luar biasa yang terjadi padanya. Kecintaanya pada ilmu agama melonjak drastis, berangkat ke masjid awal waktu dan sebagainya. Gambaran yang jarang dilihat pada umumnya anak sekarang. Memang ada kesalahan pada mereka, namun jangan coba kita padamkan pelita itu. Tak perlu kita katakan mereka orang ekstrim, mereka kafir dan sebagainya. Jika ada kesalahan mari kita ingatkan.
Bisa juga Allah bimbing seorang hamba menunju cahaya-Nya melalui pelita yang ada di Jamaah Tabligh (JT), seruan mereka mengetuk pintu rumah, bersilaturrahmi dan mengingatkan agar menjaga sholat, senantiasa berdzikir mengingat Allah dan lain sebagainya. Bisa jadi pelita itu dari mereka. Jangan kita padamkan dengan menghukumi mereka ahli bid’ah, jamaah sesat dan ejekan lainnya. Toh kita belum tentu lebih baik dari mereka. Dan banyak perubahan yang dialami teman saya yang ikut bergabung dengan mereka. Kecintaannya kepada Ibadah semakin menggelora.
Saya pernah hadir di majelis pencerahan Jamaah Maiyah Nusantara di Surabaya yang diberikan nama Bang-Bang Wetan. Itulah kali pertama saya datang setelah sekalian kali hanya mengikuti lewat video di youtube dan artikel di website-nya. Peserta yang hadir bukan pada umumnya orang – orang yang akan menghadiri pengajian. Peserta yang hadir disana sangat beragam, mulai dari celana sobek-sobek, kaos oblong sampai yang pakai sarung dan kopyah. Bermajelis dari jam 8 malam hingga jam 3 dinihari. Allah menyalakan pelita bagi orang – orang “marginal” yang terpinggirkan dari jamaah lain. Semangat mereka menemukan ke-fitroh-an merupakan karunia yang Allah turunkan kepada seorang yang dikehendaki menuju cahayaNya.
Saya ingin mengulang ayat diatas diakhir paragraph ini, semoga kita semakin arif dan bijaksana menanggapi banyaknya Jamaah islam yang ada. Bahwa ia adalah pelita yang Allah nyalakan di tengah-tengah umat untuk membimbing menemukan “kembali” pada cahaya-Nya. Oleh karena itu, janganlah kita padamkan atau tutupi pelita itu dengan membagikan stempel Kafir, Cap Ahli Bid’ah dan sebagainya. Bisa jadi seseorang tidak cocok dengan kelompok anda, dan cocok dengan kelompok lain. Itu semua adalah kehendak Allah yang membimbing siapapun yang dikehendaki menuju cahaya-Nya.

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Terjemah Qs. Annur : 35)

Saturday, August 1, 2015

Catatan Lebaran

Maafkan Apanya?
Salah satu tradisi yang ada di masyarakat sekitar saya dan saya pun melakukannya ketika hari raya lebaran adalah tradisi berkunjung-kunjung ke rumah tetangga, sanak saudara dan handai tolan serta kawan-kawan. Tujuan saling berkunjung adalah meminta maaf dan harapannya saling memaafkan apabila ada kesalahan yang disengaja atau tidak sengaja. Alasannya sebab manusia adalah tempat salah. Namun hampir setiap kali lebaran, selalu ada pertanyaan tentang kehambaran rasa silaturrahmi itu.
Maafkan apanya?
Bayangkan saja, anda setiap hari hidup di tanah rantau yang tidak pernah berinteraksi dengan tetangga kanan-kiri rumah di kampung, sebab anda hanya pulang ketika lebaran. Interaksi anda hanya setiap kali lebaran dan tidak pernah ada yang lain. Terus anda bersilaturrahim ke rumah tetangga untuk meminta maaf jika ada kesalahan. Apanya yang mau dimaafkan? Lha wong interaksi sosial aja hanya waktu itu, jadi tetangga juga hanya pas lebaran di kampung. Kesempatan berbuat salah nyaris nol kepada tetangga karena kita sudah bukan tetangga setelah lebaran yang hanya bebera hari. Kita terlepas dari kewajiban bertetangga, terlepas dari peringatan nabi yang menyatakan tidak beriman seseorang kalau tetangganya tidak aman darinya. Lha terus apanya yang harus di maafkan?. Satu-satunya yang mungkin salah karena kita hanya berinteraksi hanya pada saat lebaran dan tidak pernah selain itu. kita tidak menyambung yang hampir putus.
Hal diatas sama juga dengan ketika saya diajak berkunjung kepada saudara yang bahkan saya tidak tahu namanya dan sedikit hafal wajahnya. Saudara jauh dari mbah-mbah dahulu. Lagi-lagi sangat klise, bertemu hanya saat lebaran saja kemudian meminta maaf. Ya, sekali lagi mungkin kesalahan kita adalah tidak senantiasa menyambung silaturrahim.
Dan menurut saya yang harus dan bahkan wajib adalah kita meminta maaf pada bill gates, si empunya Microsoft dan windows yang terinstall di laptop saya dan mungkin anda. Saya ingin mengajukan pertanyaan kepada anda, “apakah Microsoft yang terinstall di laptop kita itu asli dan kita beli kepada bill gates? Apakah iya windows kita asli dan bukan bajakan hasil crack?”. Silahkan semua menggeleng serempak mirip orang salam penutup shalat.
Nah.. jelaskan. Berapa dollar yang kita ambil secara batil dari bill gates, meskipun dia bukan seorang muslim. Meskipun bukan seorang muslimkan bukan berarti boleh kita ambil haknya secara semena-mena kan ?. Nah lho.. kalau begini harus bagaimana?, maaf saya belum tanyakan ke ustadz soal itu. belum lagi dengan software-software bajakan lain yang mungkin kita dapat dari hasil membajak dan kita gunakan untuk mencari uang. Halal gak ya hasilnya ?. ahh… panjang urusannya soal ini. Belum lagi kalau nanti kalau di Mahkamah Maha Agung pengadilan akhirat Bill Gates melakukan banding kepada Gusti Allah. Apa ya terus kita yang sudah di depan pintu surga harus digantol sama malaikat malik untuk menerima banding dari Bill Gates yang menuntut keadilan kepada Gusti Allah karena telah di bajak softwarenya oleh seorang muslim?. Ahh… tidaaaaaakkk.. tahu saya. besok kita tanyakkan ke ustadz.
Haaaaaaaaaaaaahhh.. Mbah Bill Gates, mumpung masih lebaran, maafkan saya yang telah menggunakan software bajakan dari perusahaan anda. Saya belum mampu beli meskipun katanya murah.. mumpung masih lebaran mbah, anggap saja ini angpao lebaran buat saya. Maafkan saya yaa mbah… Dan si empunya Mike 21, saya juga minta maaf telah menggunakan software secara illegal, dan mohon di ikhlaskan ya.. Maaf.. Maaf.. dan si empunya software yang softwarenya saya gunakan secara illegal, saya mohon maaf.. saya do’a kan anda semakin kaya dan mendapat Hidayah dari Allah SWT. Biar anda kaya juga di Akhirat.

Hah, semakin tidak jelas tulisan ini. kita akhir saja. gak usah pakai salam. Nanti kalian harus mengkomentari artikel ini dengan ucapan salam.