Sunday, August 2, 2015

Menjaga (definisi) Islam Nusantara

Islam Nusantara yang mana?
Setelah memilih hanya menjadi penonton sambil mantengi setiap up date info perkembangannya, saya akhirnya ingin menuliskan apa yang telah lama menjadi kegaduhan di dalam pikiran yang menyebabkan tangan ini gatal untuk segera menggaruk - garuk ritmiks keyboard. Istilah "Islam Nusantara" yang muncul dan menjadi sentral tema Muktamar Nahdhotul 'Ulama ke 33 tak pelak menjadi bahan omongan masyarakat jagad dunia maya. Mudahnya akses informasi di zaman kecanggihan teknologi informasi seperti saat ini, dalam setiap detiknya, mungkin ada ratusan atau bahkan ribuan orang meng-klik share dan like artikel - artikel yang bertemakan Islam Nusantara baik dari kubu Pro-Islam Nusantara maupun Kontra-Islam Nusantara. Entah benar atau tidak informasi yang mereka bagikan, kredo media hari ini adalah Media sama dengan komoditas dagang. Sehingga judul tulisan hanya sensational yang menjual dan bukan bicara kebenaran. Dan inilah sayangkan, kemudian orang – orang yang hanya dapat informasi dari media (lebih buruk lagi tanpa membandingkan dengan media yang lain) semakin brutal saling menghabisi antara yang pro dan kontra dengan gagasan Islam Nusantara tanpa mendudukan secara jelas Islam Nusantara. selain itu, tiba - tiba muncul website resmi Islam Nusantara, Islam Nusantara 2 dan Radio Islam Nusantara.

Perang opini dan gagasan tentang Islam Nusantara akhirnya hanya bersifat dugaan – dugaan, tanpa konfirmasi kepada penggagas munculnya istilah itu. Namun saya juga amat sangat apresiasi sekali (he..he.. gak efektif banget) dengan pihak yang kemudian memberikan peringatan agar Islam Nusantara tidak dipahami secara liar yang akibatnya malah bukan Islam  lagi. Selain juga peringatan agar istilah Islam Nusantara tidak mengangkut penumpang gelap orang – orang Jaringan Islam liberal yang selalu berteriak keras Islam adalah hasil budaya bukan wahyu.
Beberapa pendapat tentang Islam Nusantara yang berkembang kemudian sangat beragam, sehingga yang saya tulisakan disini adalah apa yang menjadi interprestasi saya dari tulisan – tulisan media yang liar berkembang dari tokoh – tokoh yang mereka wawancarai. Agar berimbang saya tuliskan dari pihak yang pro dan kontra Islam Nusantara.
Pertama, Islam Nusantara adalah Islam yang mahzab atau ajaran baru dalam islam, sebab Islam Nusantara adalah Islam yang cara penyebaran sebagaimana wali songo menyebarkan islam dengan melakukan islamisasi budaya secara kultural dan tidak menggunakan kekerasan hingga pertumpahan darah.
 (sumber Republika, Youtube)
Kedua adalah Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy'ari, fikih mazhab Syafi'i, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global.
Ketiga, Islam Nusantara adalah salah dalam pengistilahan, sebab jika ada Islam Nusantara maka berarti ada Islam Arab, Islam Barat dan lain sebagainya. Islam adalah agama wahyu dan bukan dari produk budaya,sehingga konsep dan peradabannya sesuai dengan semua tempat dan sepanjang zaman. Masalah bagaimana penerapannya menyesuaikan daerahnya. Jika Islam masuk ke suatu daerah atau peradaban , maka islam melakukan proses islamisasi, bukan melebur menghilangkan jati diri.

Belum ada Kesepepakatan
Hingga detik ini, belum ada kesepatan dari semua pihak tentang definisi tentang apa itu Islam Nusantara. Masalah ini lebih meruncing lagi sebab ada indikasi bahwa gagasan Islam Nusantara mengangkut Jaringan Islam Liberal, mengingat Jaringan Islam Liberal yang sudah tidak laku lagi. Sehingga mereka mencoba memakai baju baru bernama Islam Nusantara, seperti yang dikhawatirkan berbagai banyak pihak yang konsen terhadap pemikiran "nakal" yang sering di gaungkan Jaringan Islam Liberal (sekarang tanpa kata "Jaringan". lihat websitenya
Namun, sekali lagi, dengan tidak adanya kesepatan dari definisi Islam Nusantara ini akan mengakibatkan perdebatan panjang yang tidak mempunyai titik temu, sehingga opini liar semakin tidak karuan dijagad media sosial. Meskipun memang tidak perlu kita mempermasalahkan definisi Islam Nusantara jika memang yang berada di dalamnya adalah para aktivis Jaringan Islam Liberal, sebab sama saja, Cuma ganti baju buat mengelabui ummat dari kebenaran. Jika kemudian Pengurus Besar Nahdhotul ‘Ulama mengambil Islam Nusantara sebagai Tema Muktamar ke 33, akan lebih baik bagi ummat untuk duduk bersama meng-clear-kan definisi Islam Nusantara agar tidak menjadi gagasan liar yang malah membuat membingungkan masyarakat akar rumput.
Sudah banyak kemudian vonis – vonis mengerikan yang keluar di media, seperti vonis liberal, sesat, kafir dan sebagainya. Padahal (mungkin) belum ada saling klarifikasi dari pihak yang menuduh dan yang tertuduh, hanya kata media ini dan sumber itu tanpa proses tabayun. Bukankah ini sebuah perkara besar dan penting dalam islam?, jika tuduhan itu meleset, yang ada adalah balik kepada orang yang mengucapkan tuduhan. Sekali lagi, media sangat kompor sekali sehingga masyarakat awam yang hanya sekedar like dan kemudian share membumbi agar lebih pedas dan gurih disantap masyarakat dunia maya.

Menjaga Definisi Islam Nusantara
Ditengah belum jelas dan sepakatnya soal definisi dari Islam Nusantara dari tokoh yang pro dan kontra terhadap gagasan tersebut, maka yang perlu kita lakukan adalah menjaga agar kemudian definisi-definisi yang berkembang di masyarakat akar rumput tidak melanggar batas-batas koridor islam yang nantinya malah merusak dan membunuh islam sendiri. Sehingga pagar itu harus diperjelas, dimana nantinya definisi Islam Nusantara itu akan melenceng bila Islam Nusantara didefinisikan seperti bla..bla.. dan gagasan Islam Nusantara bisa diterima jika didefinisikan sebagai ini dan itu. Hal ini merupakan langkah antisipasi agar masyarakat akar rumput tidak salah melangkah dan mengambil pendapat ditengah tiupan sampah-sampah dari kalangan Jaringan Islam Liberal yang mencoba mengambil momentum.
Beberapa catatan penting tentang definisi Islam Nusantara yang perlu kita perhatikan adalah sebagi berikut;
Pertama, jika Islam Nusantara bukan dianggap sebagai ajaran Islam gaya baru yang berbeda dengan Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW maka hal itu dapat kita ambil. Definisi Islam disini bukan islam sebagai addiin yaitu agama itu sendiri, atau islam dimaknai sebagai peradaban atau Islamic civilization.
Sehingga jika Islam Nusantara dikatan sebagai Islam distingtif (unik) yang teralkulturasi dengan budaya-budaya nusantara, maka akan berbeda juga antara Islam Nusantara Aceh dangan Islam Nusantara Jawa, Kalimantan dan Papua. Padahal kita ketahui bahwa ajaran – ajaran islam yang bersumber dari Al-Qur’an adalah bersifat universal dan Nabi diutus sebagai uswatun hasanah pun juga bersifat universal. Namun jika Islam Nusantara yang dimaksud adalah Peradaban Islam Nusantara, mungkin bisa kita terima. Sebab ciri Peradaban Islam Nusantara itu berbeda dengan Peradaban Islam di negeri – negeri lain.
Kedua, jika yang dimaksud dengan Islam Nusantara adalah Islam sebagaimana cara penyebaran islam seperti yang dilakukan oleh wali songo dengan cara islamisasi budaya secara damai tanpa pertumpahan darah. Substansi Islamnya masih sama dengan Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang disebarkan di Arab, namun dengan cara penyampain yang berbeda. Jika yang dimaksud Islam Nusantara adalah hal tersebut, maka terlalu besar dan luas. Sebab yang berbeda adalah caranya, bukan substansial ajaran Islamnya. Dan kalau berbicara tentang cara penyampaian ini adalah hal furu’iyah dan memang sangat longgar sesuai daerah masing-masing. Sedangkan Islamnya adalah tetap Islam yang bersumber dari wahyu dan sabda Nabi.
Ketiga, Jika Islam Nusantara adalah gerakan Islam Anti Arab, maka hal itu sangat fatal. Sebab mau tidak mau, Nabi Muhammad diturunkan di Jazirah Arab dengan menggunakan bahasa arab. Maka jika kita menolak semua berbau arab, maka Islam Nusantara akan kehilangan Al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa arab. Atau Gerakan Islam Nusantara ini merupakan gerakan anti budaya arab, maka ini sangatlah lucu. Sebab berarti kita tidak bisa membedakan mana Islam dan mana budaya arab. Dan hal itu adalah kewajiban ulama menerangkan kepada ummat dan tidak perlu harus membawa nama Islam Nusantara.
Dari akhir tulisan ini, mungkin perlu saya garis ulang point-point penting dari wacana Islam Nusantara yang sedang liar berkembang di Indonesia ini.
Pertama, ditengah ketidak jelasan definisi dan makna dari Islam Nusantara yang sudah terlanjur menggelinding di masyarakat, maka akan lebih baik semua pihak untuk saling menahan diri untuk sekedar klik like dan share berbagai informasi, wacana dan opini tentang Islam Nusantara dan mengalihkan kepada tema-tema diskusi dan aksi yang lebih produktif, misal tentang pembangunan ekonomi ummat.
Kedua, Semua pihak yang memiliki gagasan terkait Islam Nusantara agar duduk bareng membincangkan masalah tersebut dan mengeluarkan kesepakatan bersama yang kemudian dapat menenangkan masyarakat yang sedang berperang tidak jelas dan tidak produktif sama sekali.
Ketiga, jika memang definisi yang ada tentang Islam Nusantara seperti yang diuraikan pada point kedua seperti di atas, maka akan lebih baik istilah Islam Nusantara ditarik dari peredaran umum dari pada memancing polemic yang tidak ada berujung.
Waullahu’alam

0 comments:

Post a Comment