Friday, April 13, 2018

Studi Investigasi Desain Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan

Studi Investigasi Desain Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan

Ini adalah salah satu pengalaman baru dibidang pengerukan. kalau sebelumnya berkutak pada pengwasan lapangan pekerjaan pengerukan, sekarang menjadi pekerja balik meja yang menghitung perancangan dan perencaaan pengerukan. Mulai dari Desain Pengerukan sesuai kebutuhan, Perhitungan Volume sampai muncul RAB Pengerukan. 
Selain itu hasilnya ada pula RKS dan BoQ

Pengalaman yang sangat luar biasa


Wednesday, April 11, 2018

PEMILIHAN JENIS ALAT KERUK


PEMILIHAN JENIS ALAT KERUK
Faktor - Faktor

Masing-masing jenis alat keruk memiliki kinerja berbeda untuk berbagai keadaan cuaca dan material tanah dasarnya. Secara umum, alat keruk dengan penggerak sendiri memiliki kelaikan laut yang baik dan dapat digunakan di perairan laut terbuka. Sedangkan alat keruk tanpa penngerak sendiri terutama jenis dengan jangkar tiang mudah dipengaruhi oleh angin dan gelombang.
Oleh karena itu jenis alat keruk selainmemperhatikan keadaan tanah dasarnya ditetapkan setelah memperhatikan keadaan cuaca, sebagi berikut :
1.    Gelombang, angin, arus, pasang surut dan daerah teduh
2.    Hari kerja dan jam kerja
3.    Volume kerukan dan kedalaman maksimum
4.    Luas daerah keruk, tempat tambat dan volume lalu-lintas
5.    Tempat berlindung alat keruk dan kapal serta fasilitas perbaikan.
6.    Perlengkapan daya, suplai air dan fasilitas penjangkaran.
7.    Gaya penjangkaran
8.    Akomodasi untuk alat keruk dan kapal pendukung.
Pemilihan alat keruk harus disesuaikan dengan kondisi lapangan dan jenis material dasar yang dikeruk sebagaimana tabel di bawah ini:



PEDOMAN TEKNIS PENGERUKAN DAN REKLAMASI


PEDOMAN TEKNIS PENGERUKAN DAN REKLAMASI
DIREKTORAT PELABUHAN DAN PENGERUKAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

KEGIATAN PENGERUKAN
A.   PEKERJAAN PENGERUKAN
1)    Pekerjaan pengerukan meliputi dua jenis kegiatan, yaitu pekerjaan pengerukan yang hasil material keruknyatidak dimanfaatkan atau dibuang dan pekerjaan pengerukan yang hasil materialkeruknya dimanfaatkan.
2)    Selain itu pengerukan dapat dikategorikan dalam duapekerjaan yaitu pekerjaan pengerukan awal dan pengerukan untuk pemeliharaan alur pelayaran dan atau kolam pelabuhan.
3)    Pekerjaan pengerukan terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pelaksanaan pengerukan, transportasi material keruk ke lokasi pembuangan dan kegiatan pembuangan material keruk di lokasi pembuangan material keruk (Dumping area).
B.   PERENCANAAN PENGERUKAN
1)    Perencanaan desain alur dan kolam pelabuhan yang berkaitan dengan pekerjaan pengerukan, pembangunan dan pemeliharaan harus sepengetahuan Direktur Jendral Perhubungan Laut yang meliputi:
2)    Untuk pekerjaan pengerukan awal, harus didahului dengan penyelidikan tanah, setidak-tidaknya meliputi test Spesific gravitydan Standard Penetration Test(SPT) dan kadar garam (Salinity). Keadaan tanah dasar diperiksa untuk dua keperluan, pertama kemudahannya untuk di keruk (Excavability) dan kedua pengangkutannya (Transportability)
3)    Penentuan/penetapan posisi alur pelayaran/kolam pelabuhan pada peta Sounding.
4)    Profil/potongan melintang, memanjang alur/kolam pelabuhan dengan perhitungan volume keruk.
5)    Jenis dan tipe serta kapasitas kapal keruk. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan jenis alat keruk berdasarkan jenis material tanah dasar adalah sebagai berikut :
6)    Pengerukan di daerah sekitarnya.
7)    Alinyement alur pelayaran, lengkungan pada alur sedapat mungkin dihindari bila lengkungan harus ada diusahakanbentuk geometris alur yang melengkung tersebut membentuk sudut tidak lebih dari 30 o, sedangkan jari-jari kurvalengkungan minimal empat kali dari anjang kapal.
8)    Lebar Alur, lebar alur dihitung berdasarkan lebar kapal atau panjang kapal. Lebar alur ideal untuk satu arah adalah dihitung dua kali lebar kapal ditambah 30 meter dan lebar alur untuk dua arahsebagaimana tabel di bawah ini :
9)    Kedalaman Alur, kedalaman alur ditentukan berdasakan draft kapal dengan memperhatikan adanya gerakan goncangan kapal akibat kondisi alam seperti gelombang, angin, pasang surut dan olengan kapal yaitu : rolling, pitching, squal dan kondisi material dasar laut.
a.    Alur di dalam Pelabuhan
Kecepatan kapal kurang dari 6 knot dapat ditentukan dengan rumus,
sebagai berikut :
d >= 1,1 D
Dimana :
d = Kedalaman alur
D = Full draft kapal
b.    Alur di luar pelabuhan
Kedalaman alur dapat diperoleh dengan rumus, sebagai berikut :




C.   LOKASI / AREA PEKERJAAN PENGERUKAN
1.    Pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan di perairan yang meliputi : alur laut bebas, alur angkutan perairan, alur pelayaran, alur masuk pelabuhan,anjir atau terusan, kanal dan lokasi-lokasi lain.
2.    Pekerjaan pengerukan dan atau penambangan harus memperhatikan lokasi keruk dan atau tambang dengan memperhatikan zona-zona yang ada antara lain zona keselamatan (Zafety zone), zona TSS (Trafficseparation Scheme), zona STS (Ship to ship transfer) dan zona tempat labuh jangkar (anchorage area), zona kabel laut, zona pipa instalasi bawah air, zona pengeboran lepas pantai (Off shore drilling), zona pengambilan barang-barang berharga, zona keamanan sarana bantu navigasi (SBNP), maupun zona-zona lainnya yang diatur oleh ketentuan Internasional maupun instalasi Pemerintah terkait.
3.    Bagi pelaksana pekerjaan pengerukan/penambangan di zona trafficseparation sheme atau lokasi lainnya yang merupakan alur pelayaran yang ditentukan oleh pemerintah aupun IMO harus mematuhi segala ketentuanantara lain yang telah diatur dalam Convention on Regulation for Preventing Collition at Sea 1972 (colreg 1972).
4.    Setiap pekerjaan pengerukan/penambangan harus mencantumkan volume sistem kerja dan jangka waktu pelaksanaan secara jelas, sedang lokasinya ditetapkan dalam bentuk koordinat geografis agar dapat diinformasikan melalui Berita Maritim ke semua kapal yang akan melintas di area pekerjaan oleh Syahbandar.
5.    Area keruk/tambang di zona traffic separation scheme yang merupakan zona lintas batas yang terdiri dari beberapa negara harus mendapat rekomendasi dari Negara Anggota Tripartiate Technical Group(TTEG) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
D.   LOKASI PEMBUANGAN HASIL PENGERUKAN
1.    Tempat pembuangan material keruk yang lokasinya di perairan, idealnya dibuang pada jarak 12 mil dari daratan danatau pada kedalaman lebih dari 20 m ataulokasi lainnya setelah mendapat rekomendasi atau izin dari Direktorat Jenderal perhubungan Laut,melaluiADPEL atau KAKANPEL setempat.
2.    Tempat pembuangan material keruk di darat harus mendapat persetujuan dari PEMDA setempat yang berkaitan dengan penguasaan lahan yang sesuai RUTR.
E.    KEGIATAN PEMERUMAN DAN PERHITUNGAN VOLUME KERUK
1.    Kegiatan pemeruman yaitu pemeruman yang meliputi tiga tahap yakni pemeruman awal (predredge sounding) untuk mengetahui kondisi awal perairan yang akan dikeruk dan membuat desain atau perencanaan pekerjaan pengerukan dan untuk memperhitungkan volume keruk, pemeruman pelaksanaan pekerjaan pengerukan (progress sounding) untuk memantau pelaksanaan pekerjaan pengerukan yang pemerumannya dilaksanakan berkala dan pemeruman akhir (final sounding) untuk memperhitungkan volume keruk yang telah dikerjakan.
2.    Pelaksana pekerjaan pengerukan wajib mengirimkan hasil pemeruman final pada DITJEN HUBLA untuk diteruskan/disiarkan pada Berita Maritim (Notice to Marine)
3.    Sebagai dasar pembuatan desain alur pelayaran/kolam pelabuhan dan atau pekerjaan pengerukan lainnya, perhitungan volume keruk harus menggunakan hasil pemeruman awal yang dilakukan dalam kurun waktu maksimum 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan pemeruman.
4.    Pemeruman (Sounding) menggunakan Echo Sounder dengan frekuensi antara 200 KHz sampai 210 KHz.
5.    Perhitungan volume keruk didasarkan pada luas penampang dikalikan panjang pias ditambah volume pengendapan selama pekerjaan berlangsung dan atau volume toleransi vertikal.
6.    Besaran pengendapan atau tingkat pengendapan dan toleransi vertikal sebagaimana ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk masing-masing alur pelayaran dan atau kolam pelabuhan, seperti pada Tabel 1.
F.    KEDALAMAN PERAIRAN KERUK
Pendalaman alur pelayaran atau kolam pelabuhan ditentukan berdasarkan permukaan air,draft rencana angkutan perairan, pergerakan vertikal angkutanperairan,ruang bebas lunas kapal, pasang surut dan kemudahan atau kelancaran masuknya angkutan perairan atau lebar alur dalam 1 lajur atau 2 lajur.
G.   MOBILISASI DAN DEMOBILISASI
Dalam merencanakan biaya pengerukan, hal-hal yang perlu diperhatikan :
  Pekerjaan persiapan (material yang harus dibersihkan)
  Supervisi



PENGERUKAN (3)


JENIS - JENIS PERALATAN KERUK 
Jenis Peralatan Keruk Hidrolis

PLAIN SUCTION
Dredger yang cocok untuk pasir, dengan total volume besar dan lokasi yang dalam.
Saat ini suction dredger ini sudah dikembangkan untuk dapat beroperasi mengeruk pada kedalaman 30 m sampai 85 m di bawah muka air, dikenal juga sebagai deep dredger.
Untuk itu juga dikembangkan ukuran-ukuran kapal yang besar, tenaga besar, dan adanya sistem pompa hisap bawah air.
Bagaimana alat ini bekerja ?
Proses pengadukan ( disintegrasi ) tanah berlangsung dalam kesetimbangan lereng tanah, setelah tanah keruh lalu dihisap. Batas keruntuhan lereng terjadi bergantung parameter tanah yakni ukuran butiran, density, permeabilitas, dsb.
Pada gambar :
a. tampak garis runtuhan lereng pengerukan saat posisi pipa masih dangkal dengan jarak pendek / dekat permukaan dasar laut.
b. tampak garis runtuhan berbentuk silindris dan garis runtuhan kritis terbentuk dimana pasir mulai bercampur air dan longsor, hal ini akan berlangsung meluas / melebar dan pengenceran pasir terbentuk terus dapat mencapai slope 1 ¸ 10 ¸ 1 ¸ 30 ( bergantung ukuran butiran ). Tepian ini jarak longsornya makin melebar / jauh bergantung posisi pusat hisapan dan makin dalam sesuai garis keruntuhan lereng.
Pencampuran pasir dengan air secara kebetulan menguntungkan karena pompa tidak bisa menghisap material yang pekat, densitas mencapai 1600 sampai 1900 kg/m3. Untuk menjaga hal itu, pompa harus ditempatkan beberapa sentimeter diatas arus ' campuran pasir + air '. Dibutuhkan operator yang ahli untuk bisa mendapat pasir sebanyak-banyaknya, dan hal ini memang sulit.
Kapasitas produksi alat bergantung kekuatan pompa, dan kedalaman keruk


Dustpan
Dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan navigasi alur pelayaran sungai pada saat air rendah. Tahun 1930, US Army Corp of Engineers membangun 4 buah dredger dan selama 50 tahun bekerja secara memuaskan dalam perawatan alur navigasi sungai-sungai di USA, lihat gambar 6.
Dustpan ini bekerja saat musim kemarau, sehingga survey kondisi musiman sungai pada waktu akhir musim banjir berguna untuk menentukan posisi bar sekaligus rencana operasi pengerukan. Untuk operasi pengerukan di posisi manapun, tanda batas harus dipasang pada batas arah hulu tepat di C.L. ( Centre Line ) dari alur agar alinemennya terjaga.
Dustpan memiliki kepala ( dustpan heads ) yang melebar seperti ujung pembersih debu, bisa digerakkan turun naik atas bantuan ' crane ' pengangkat. Agar terjadi campuran air + material pada ujung pipa penghisap, sebelumnya disemprotkan air dari ' water jet ' lalu campuran kental ini dihisap melalui pipa hisap.
Material kerukan langsung dibuang ke daerah tepi alur (=sungai) melalui pipa yang diapungkan di atas drum / poontoon. Gangguan terhadap alur tidak dapat dielakkan dengan sistem ini. Juga keterbatasan gerak pengerukan terjadi, karena itu ada tambahan sistem pada pipa dan pontoon agar pipa dapat berayun.
Pada kepala dustpan mampu menghisap densitas tertentu, jadi kualitas dasar alur yang kotor menghambat operasi.
Urutan sub siklus adalah sbb :
-        bergerak ke ujung hilir, menurunkan kepala hisap, mengeruk sepanjang strip, menaikkan kepala hisap.
Urutan siklus utama adalah sbb :
-        menambat jangkar
-        mengulang sub siklus
-        mengangkat jangkar
-        bergerak ke posisi baru
Frekwensi siklus utama tergantung dari :
-        lebar daerah yang dikeruk
-        tebal material
-        panjang dan posisi dari pipa buang
Lebar satu kali strip 9,1 m sampai dengan 12,5 m.
Kapasitas pompa = 12.000 m3 /j.

Water Injection Dredger
Dredger dengan kepala keruk yang dapat menginjeksi sediment dengan air dan membentuk campuran yang berkekentalan rendah. Adanya kekentalan yang relatif lebih tinggi dari sekitarnya ini, mendorong adanya arus densitas yang membawa pergi material tersebut. Perilaku alamiah ini yang penting perannya, lihat Gambar 7.
Salah satu water injection dredger yang terkenal adalah jetsed ( jetting sediment ) terdiri dari catamaran ( barge ) dengan ukuran panjang 28 m dan lebar total 14 m. Terdapat pipa yang menggantung di tengah kedua catamaran dengan ujung bawah adalah kepala keruk dengan lebar 14 m dilengkapi saluran-saluran penyemprot ( jet nozzle ) dan menggantung persis di atas sea bed. Terdapat pula 2 nozzle yang dapat ditutup di ujung-ujung dari kepala keruk. Kemampuan pompa adalah 12000 m3/jam, dengan tekanan 1.5 bar.
Alat ini merupakan satu dari sekian dredger yang khusus dikembangkan untuk mengeruk estuary sebagai pengerukan perawatan ( maintenance dredging ).
Dredger ini tidak butuh anchor sehingga tidak mengganggu alur pelayaran, dan untuk pergerakannya menggunakan sistem self propelled.
Posisinya diketahui oleh alat positioning system yang terhubung dengan satelit, disamping itu kedalaman pengerukan, rencana kerja dan peta lokasi juga dapat dilihat.
Kapasitas produksi pada kondisi tidak ada gangguan arus turbiditas dari laut adalah ± 4000 m3/jam, bila ada gangguan yang menyebabkan jarak pergerakan material terhambat adalah ± 1500 : 3000 m3/jam.

TRAILING SUCTION HOPPER DREDGER ( TSHD )
a. Perkembangan
Dikembangkan pertama kali tahun 1878 oleh Belanda. Tahun 1898, German menyempurnakan dengan Draghead dan dipakai sampai sekarang dikenal dengan TSHD.
TSHD pertama adalah 'java' dibuat atau diluncurkan dari galangan kapal IHC Holland tahun 1912.
Tahun1928, 'Pierre Lefort' TSHD milik Prancis merupakan dredger pertama yang dapat beroperasi pada kondisi gelombang.
Tahun 1959, 'Batavus' milik Belanda dibangun dan merupakan stationary suction hopper dredger yang dikembangkan jadi TSHD dan sukses.
Sejak saat itu TSHD berkembang pesat terutama kapasitasnya ( kapasitas palka / hopper ), tetapi draft dari kapal-kapal juga makin dalam dengan kecepatan saat bermuatan penuh juga meningkat mencapai 17 knots, kedalaman pengerukan turut meningkat.
b. Peralatan
Ciri-ciri umumnya : Self Propelled, Self Loading dan Self Disharging dengan satu atau lebih pipa hisap dengan kepala hisap khusus.
Karakteristik utama dari satu TSHD adalah :
-        Kapasitas hopper dalam m3
-        Kapasitas pemuatan dalam ton ( dwt )
-        Kedalaman pengerukan
-        Jumlah dan diameter pipa hisap
-        Daya dari produksi kapal ( hp atau kw )
-        Daya dari pompa hisap ( hp atau kw )
-        Peralatan tambahan
c. Siklus Pengerukan
Siklus pengerukan dapat dibagi dalam 4 fase :
1.    Pengerukan
Ekskavasi dengan bantuan draghead atau ripper blade mekanis.
Pada awal fase, hopper dikosongkan sedapat mungkin, kepala hisap ( drag head ) diturunkan dengan kapal bergerak lambat maju.
Material yang akan dikeruk dihisap dengan pompa dan dituang / disimpan dalam hopper. Beberapa saat kemudian material dengan mengendap dan bila diisi terus akan terjadi 'overflow'. Silt dan sejenisnya umumnya ikut terbuang bersama 'overflow', karena itu pemuatan harus dihentikan begitu penuh.
2.    Horinzontal transport
Material dibawa dalam hopper kapal menuju dumping area.
3.    Discharge
Material yang dikeluarkan / disemprotkan dengan sistem yang ada ke dasar laut yang merupakan areal buangan, umumnya melalui pintu-pintu bawah.
4.    Kembali ke daerah pengerukan
Kapal yang sudah kosong kembali ke daerah pengerukan.
Subsiklus selama pengerukan : menurunkan draghead, mengeruk atau memuat, mengangkat draghead, dan kembali.

Bucket Wheel
Bucket-Wheel Suction system sering disebut-sebut sebagai dredger yang efisien. Pemotongan ( pada material keras ) dapat dilakukan dari 2 arah dan densitas dari 'slurry' ( bubur ) bisa tinggi. Dan jarak antar bucket bisa mengukur material-material yang oversize hingga pompa hisap dapat bekerja normal, cocok untuk penambangan.
Alat ini mengkombinasi keunggulan dari Bucket dredger dan suction dredger. Dibanding bucket dredger, alat ini berkurang cecerannya dengan tidak perlu ada 'swing'. Terhadap suction dredger type cutter head, harganya lebih murah, perawatan murah dan kebutuhan biaya tenaga / BBM rendah, tidak perlu ladder dan cutter, serta kemungkinan jangkauan lebih dalam, tidak mengganggu alur.
Berbagai macam Bucket Wheel diantaranya dari :
-        Ellicott Machine Corporation International dengan Wheel Dragon dengan diameter pipa mulai 254 mm kedalaman keruk 8m, kapasitas 76 sampai 535 m3/jam.
-        Humphreys Mineral Industries Inc. ( HMI )
-        IHC Holland, ada beberapa type dredger : scorpio, gemini, beaver yang mampu menghisap sampai 14 m.
-        Neumann Group, dibuat untuk penambangan zircon dan dikembangkan untuk 'gravel'.
-        Orrenstein dan Koppel ( O & K )


PENGERUKAN (2)


JENIS - JENIS PERALATAN KERUK
1) Jenis Peralatan Keruk MEKANIS

BUCKET / LADDER
Ditemukan pertama kali tahun 1589 di Belanda. Dredger ini umumnya non self propelled, dengan cara membuang hasil kerukan ke arah barge disampingnya menggunakan 'shutes' ( =jembatan dari ban berjalan atau semacam talang ), sedang ujung keruknya berbentuk timba (bucket), lihat Gambar 4.
 Sebutan Bucket dredger digunakan diseluruh dunia kecuali USA, sedang Ladder dredger digunakan di USA.
Alat ini bekerja berdasar 'bucket' yang diikat pada rantai dan ditarik atau dikerek keatas melalui semacam tangga ( ladder ) dengan ujung atas berupa penggulung (=tumbler ). Selanjutnya isi bucket tertuang pada saat posisi-posisi bucket terbalik, dan pada keadaan kosong bucket turun menggantung kembali lagi ke bawah. Di ujung bawah juga terdapat tumbler dengan sisi-sisi datar ( biasanya 6). Ladder ini berada dalam celukan yang biasa disebut 'Well' (=sumur) dari kapal yang berbentuk U.
Cara Kerja
Kedalaman pengerukan dapat diatur dengan menaikturunkan penyangga (=gantry).
Untuk gerak kekiri atau kanan dan maju mundur dikendalikan dengan komposisi 6 tali angker yang dapat digulung atau diulur sesuai arah pergeseran yang diinginkan.


Produksi
Kapasitas satu bucket rata-rata 0,8 m3, maximum 1,2 m3 . Kecepatan rantai bervariasi antara 8 sampai 30 bucket per menit, bergantung jenis tanah yang dikeruk.
Koreksi harus diberikan dengan faktor = 0,30 - 0,45.
Catatan : Faktor koreksi berasal dari :
f swing  =  faktor untuk waktu swing  =  0,7
f fill  =  isi bucket tidak penuh   =  0,6 - 0,8
f anchor  =  delay untuk mengganti / memindah angker =  0,7¸0,8
f total  = 0.7 x ( 0.6 ¸ 0,8 ) x ( 0,7 ¸ 0,8 )
           = 0,30 ¸ 0,45
Jadi, misal kapasitas bucket 0,8 m3, kecepatan rantai 25 bucket / menit, produksi teoritis 1200 m3 / jam. Produksi Realistis = 400 - 500 m3/jam untuk tanah baik.
Efficiency harus diterapkan untuk menghitung kapasitas dalam jangka lebih panjang yaitu 60 sampai dengan 70 %. Jadi kapasitas produksi secara garis besar :
±40000 m3 / minggu ®  Untuk tanah baik  sampai  lempung
± 80000 m3 / minggu ®  Untuk tanah lumpur.
25000 m3 / minggu  -- 30000 m 3 / minggu ®  Untuk tanah berpasir
6000 m3 / minggu  ®  Untuk batuan pecah
4000-5000 m3 / minggu ®  Untuk batuan lembek

BACK HOE
Alat ini semakin sering digunakan akhir-akhir ini, dan merupakan mesin yang berguna dan penuh tenaga lihat Gambar 5.
Umumnya digunakan untuk mengeruk material keras, batuan yang lunak, lempung keras, kerikil ( gravel, boulders, cobbles ) yang tertimbun material lain.
Sebagian besar berupa non self propelled dredger bekerjanya dari arah yang dalam ke dangkal jadi kapal selalu berada di perairan yang belum di keruk, dengan lengan yang pendek dan kuat untuk mengeruk.
Banyak kapal keruk ini memanfaatkan excavator untuk darat lalu dipasang ke atas ponton, lengannya bekerja secara hidrolis. Untuk Excavator besar, umumnya yang dipasang ke atas ponton adalah bagian kepalanya saja sehingga dapat mengurangi bebannya. Dan juga unit yang bisa dibongkar ini (dismountable unit) memudahkan penggunaannya untuk berbagai keperluan sehingga biaya penggunaan alat relatif lebih murah.
Spud berfungsi sebagai stabilisator dan mengurangi pengaruh gelombang serta didesain khusus untuk menahan daya angkat lengan back hoe. Kedalaman pengerukan bervariasi antara 4 m sampai 25 m dibawah muka air, dengan daya penetrasi mencapai 125 ton.
Pergerakan mundur peralatan dapat dibantu oleh lengan back hoe dan dengan tali dan jangkar, atau dengan memindahkan spud yang berada pada area yang belum dikeruk.
Produktivitas alat telah dibuat berdasarkan spesifikasi kemampuan mesin dan keseluruhan bagian perlatan. Dengan kapasitas bucket mencapai 8 m3, tetapi yang terbanyak berkapasitas 2 m3. Cycle time mencapai 1,5 sampai 2 menit, atau 40 sampai 60 gerakan per menit. Kedalaman pengerukan bervaariasi berdasar kemampuan mesinnya. 
DIPPER
Merupakan alat keruk dengan bucket penggali bekerja ke arah depan, berlawanan dengan backhoe dan alat ini lebih dulu diperkenalkan, serta merupakan perbaikan dari Bucket dredger khususnya dalam menghadapi jenis tanah batuan (rock), lihat Gambar 6.
Pinggir depan dari bucket dipper terdapat gigi untuk memperkuat daya pukul dan gali. Pada titik-titik tertentu sepanjang gigi, terutama berguna pada tanah keras. Kekuatan menggali tersebut berpangkal pada lengan, dan kerasnya gaya untuk menancapkan dapat menyebabkan barge oleng atau terangkat, untuk itu diperlukan spud atau jangkar. Bucket sering digunakan juga untuk tumpuan melangkah ke depan. Pada Dipper dredger ini konsentrasi kegiatan adalah dalam memecah tanah atau batuan. Bila batuan cukup keras seluruh badan kapal dapat ditumpukan diatas lengan dipper sedemikian hingga kekuatan untuk menembus batuan bertambah, hal ini dilakukan dengan melepas spud pole lalu menggunakan lengan untuk mengangkat kapal.
Bucket memiliki engsel untuk menumpahkan isinya ke dalam Barge, bukaan pintu buangan dikendalikan oleh kabel yang digerakkan dari ruangan operator. Volume bucket mencapai 15 - 20 m3, sehingga dapat mengangkat / memindahkan batuan besar dimana seringkali untuk itu ditambahkan kran / crane pembantu.
Alat ini cocok untuk batuan berat, misal pengerukan hasil peledakan batuan laut atau pemindahan bangunan bawah air, untuk alat keruk lain sering jadi masalah.
Cycletime : 60 sampai 90 detik, dengan siklus berikut : menggali, mengangkat bucket, mengayun, membuang, mengayun kembali, menurunkan bucket.
Pada saat panjang pencapaian optimal / maximal, ponton berpindah dengan mengangkat spud. Kedalaman jangkauan dan lebar kerukan sangat bervariasi, umumnya jauh lebih lebar dan dalam daripada back hoe, untuk itu, diperlukan spesifikasi alat.