Monday, April 22, 2013

Tiada Istirahat setelah hari ini


Tiada Istirahat setelah hari ini
Sudah tiada kosa kata itu
“istirahat”
Tidak ada lagi rehat sejenak
Apalagi berfikir untuk segera beranjak
Sungguh tidak ada !!
Walau sekedar untuk berdiam
Apalagi untuk mendendam
Karena senja kan berganti malam
Kosa kata itu telah berganti
“kerja – kerja”
Amanah ini tidak mengenal kata “istirahat”
Karna tugas ini senantiasa”berat”
Tak ada lagi berhenti walau hanya sesaat
Walau untuk menikmati nikmat dunia yang sekejap
Dengarkanlah nasihat ini
Nasihat penghibur hati
Menyimpul menguatkan diri
Menancap tegar dijalan Ilahi
Menjemput janji
Akan kenikmatan abadi
Dengarlah sajak ini
Ketika wajah mu penat memikirkan dunia
Maka berwudhulah
Ketika tanganmu letih menggapai cita – cita
Maka bertakbirlah
Ketika pundak mu tak kuasa lagi memikul amanah
Maka bersujudlah
Ikhlaskan dan mendekatlah kepada-Nya
Agar kau tunduk disaat yang lain angkuh
Agar kau semakin teguh disaat yang lain runtuh
Agar kau tetap tegar saat yang lain terlempar
Agar kau tetap berdiri saat yang lain telah mati
Agar kau yakin akan semua janji – janji
Sambutlah seruan ini


Keluarga PUSKOM JMMI eps. 02


Malu bertanya sesat di jalan, kalau bertanya malah disesatkan ?

Inilah salah satu kisah yang pernah saya alami di PUSKOM JMMI. Kisah yang tak akan pernah terlupa setiap kali melintas ke pulau garam, Madura. Sebagai BP Puskomda yang bertugas mendampingi beberapa LDK yang tersebar di Surabaya dan Madura. Kisah ini adalah salah satu kisah pendampingan ke LDK MKMI UTM yang berada di bangkalan sekat dengan pelabuhan kamal. Sebenarnya akan lebih dekat kalau kami menyebrang lewat pelabuhan kemudian naik kapal roro ke kamal. Tapi pada saat itu kami ingin melewati jembatan SURAMADU yang masih tergolong baru. Lumayanlah, paling tidak pernah lewat. Meskipun akhirnya sangat sering kali lewat situ.
Hari itu di LDK MKMI UTM sedang mengadakan seminar untuk anak – anak SMA tentang internet sehat. Upaya pencegahab pornografi yang marak bergentayangan di dunia maya. Saat itu kami bertiga, Mas Rahmat, Mas Faishol dan saya. Saya dan mas rahmat hanya bertugas mengantarkan mas faisol ke kampus UTM, karena saat itu mas faisol adalah salah satu pemateri di seminar tersebut. Saya boncengan dengan mas rahmat dan mas faisol sendirian. Setelah melewati jembatan Suramadu adalah masalah yang membuat kami akhirnya tersesat. Ya, tersesat.
Namanya juga manusia, tempat salah dan lupa. Mungkin itulah pemakluman untuk mas Rahmat yang saat itu lupa dengan jalan menuju arah kampus UTM yang berada di Bangkalan. Setelah berputar – putar sambil mengingat belokan mana yang harusnya dilewati, akhirnya juga menyerah dan bertanya kepada bapak polisi yang berada di pos polisi perempata. Kalau anda kewat suramadu mau ke bangkalan pasti menemukannya. Pos polisinya gedhe dan bagus. Ternyata itu bukanlah solusi yanglebih baik, meskipun kita bertanya pada orang tepat. Mestinya kita akan bertemu jalan yang benar. Ya, itu mestinya. Tapi kenyatan tidak seperti kita pikirkan. Entah karena tidak mengerti petunjuk dari pak polisi atau pak polisi yang slaah menunjukan.
Wal hasil akhirnya mengikuti petunjuk pak polisi yang di pos tadi. Melewati jalan kapur yang bisa kalian tebak, debu kapur sepanjang jalan disetiap putaran dora motor kami. Itu belum seberapa. Kita harus saling mendahului dengan truck pengangkut batu kapur. Bayangkan, pakai jaket hitam, celana hitam, sepatu hitam yang harus menerobos jalan berdebu putih kapur. Sudah dapat ditebak. Selepas jalan semuanya menjadi putih bercak di warna hitam. Merusak dandanan seorang pemateri dan asistennya.itu belum seberapa. Kemalangan masih belum ingin memisahkan jalan dengan kami, memilih mengikuti motor kami. Kemudian, dua motor terpisah tak tahu kemana harus mencari keberadaannya. Saya dan mas rahmat, dan mas Faishal sendirian. Astagfirullah...
Setelah berpisah memilih jalan masing – masing dan komunikasi sudah tidak dapat jalan karena daerah yang dilalui miskin sinyal untuk operator seluler kartu ku. Semakin bingung dan cemas kalau tidak sampai kampus UTM dengan tepat waktu. Tidak ada pilihan kecuali tetap memacu motor menyusuri ujung jalan ini. Hingga akhir saya sadar bahwa jalan yang ditempuh adalah memutar. Akhirnya kembali dijalan awal setelah menyebrang suramadu. Kalau ada jalan melintang diatas jalan utama setelah Suramadu, ya itu jalannya. Kita melewati jalan itu dari arah selatan menuju utara menyusi pinggir pantai dan belok kanan menuju daerah dataran tinggi mirip jalan menuju hutan. Inilah yang paling lucu tak tidak akan terlupakan.
Begitu merasa jalan yang sudah dilalui bukanlah jalan yang benar. Tidak ada pilihan lain kecuali bertanya pada orang sekitar, dimana jalan yang benar. Melihat ada warung kelontong dan beberapa ibu – ibu sedang ngemong anaknya di sebuah pos siskampling. Berhenti sejanak dan bertanya. Berhubung saya yang posisi yang dibonceng maka saya yang harus turun dan bertanya pada kumpulan ibu – ibu tadi. Mungkin selain saya yang dibonceng, mas rahmat adalah orang sumatera utara, batak tulen dan ga lancar bahasa jawanya. Mungkin karena madira itu masuk Jawa Timur mungkin saya bisa menggunakan bahasa Jawa. Namun tidak begitu teorinya, tidak selalu berbanding lurus. Ini buktinya. Ketika saya memakai Bahasa Jawa Kromo inggil semua orang yang duduk digardu hanya bengong dan tidak mengerti apa yang saya tanyakan. Komunikasi gak jalan. Bahkan yang semakin juga membuat bingung dan tambah tidak saya mengerti adalah. Ibu – ibu tadi menjawab pertanyaan saya yang pakai bahasa Jawa dengan bahasa Madura asli. Tiba – tiba seperti orang bodoh saya. Melihat situasi seperti itu, mas rahmat langsung tanggap dan bertanya dengan bahasa indonesia yang katanya bahasa Nasional yang seharusnya dimengerti oleh semua orang yang mengaku indonesia. Masa rahmat bertanya dengan bahasa indonesia pun ibu – ibu tadi bingung dan malah kelihatannya ibu tadi lebih bingung melihat wajah kita yang kebingungan.
Tergopoh – gopoh salah satu ibu tadi memerintah anaknya untuk memanggil orang yang dianggap bisa menerjemahkan bahasa yang kami punya. Mungkin ibu tadi tahu karena yang dipanggil adlah seorang ibu guru SD di daerah tersebut.  Terang saja ibu guru tadi bingung dan langusng bergegas menemui kami. Memang benar, beliau bisa memebri petunjuk jalan yang benar kemana arah kampus UTM. Pastinya menggunakan Bahasa Indonesia. Setelah mengucapkan terimakasih dan minta maaf telah mereotkan. Kami meomohon untu pamit melanjutkan perjalannan.
Tahukan kalian bagaimana suasana ketersetatan kami tadi ?
 Pertama bingung dan cemas kalau itdak bisa sampai kampus UTM dengan tepat waktu. Cemas bagaimana keadaan mas Faishal yang tersesat sendirian. Mungkinkah mengalami nasib yang serupa ? ternyata tidak. Mas faishal lebih beruntung dari kami. Dia langsung menghubungi panitia acara dan minta dijemput dan sampai kampus UTM lebih dahulu dari kami. Perasaan kedua adalah senang. Senang karena mendapat pengalaman yang baru melewati jalan – jalan baru yang belum saya ketahui sebelumnya. Inilah petualang pertama ke Madura. Fantastik !!!!. Perasaan yang ketiga adalah Pengen ketawa ngakak. Kejadian diatas tadi, episode tanya jawab yang tidak sambung. Tanya pakai bahasa Jawa dijawab pakai Bahasa Madura. Bahasa Indonesia dijawab pula dnegan bahasa Jawa. Hadehhhh. Hari ini masih ada orang yang itdak bisa menggunakan bahasa Indonesia. Padahal Bahasa Indoneisa adalah bahasa Persatuan dan bahasa Nasional. Sumpah masih pengen  ngakak sampai akhirnya meninggalkan kampung tadi.
Singkat cerita akhirnya setelah acara selesai ba’da ashar, kita pulang memilih naik feri ke pelabuhan tanjung perak. Alhamdulillah kita masih dapat kapal. H – 10 menit kapal berangkat. Mungkin kalau terlewat kita harus menunggu malam baru akan bisa desebrangkan. Maklum, setelah pembangunan jembatan Suramadu akitvitas pelayaran di pelabuhan kamal sepi karena semua berpindah menuju jembatan suramadu. Sungguh mematikan ekonomi masyarakat sekitar. Kapal pun sudah tidak mendapat perawatan yang memadahi. Bisa jadi hal itu karena biaya untuk perawatan bisa menghabiskan keuntungan setelah digunakan membayar izin dan para pegawainya. Kursi penumpangan sudah banyak yang karatan dan bau yang tidak enak. Sekali lagi, ini adalah pengalaman pertama menyebrang ke surabaya naik kapal. Sudah lama tidak merasakan setelah 10 tahun sebelumnya naik kapal feri ke pulau Bali.
Sungguh pengalaman paling berkesan hingga akhir ini. Terimakasih semuanya.. semoga kita bisa mengulangi cerita – cerita ini setelah 10 atau 20 tahun lagi.

Rindu menggantung di ujung hilal




“ Ramdhan tiba.. ramadhan tiba.. ramadhan tiba...”
Penggalan lirik lagu yang entah itu punya siapa.  Mungki tidak penting bagi ku, karena tidak akan mempengaruhi suasana ramadhan kecuali lagu lagu diacara televisi. Ramadhan sudah dekat, rindu semakin melekat. Rindu bertemu bulan yang penuh berkah, rindu dengan nuansa ketenangan ramadahan. Tidak dapat dibohongi kalau itulah hati yang sedang berkecamuk diatas kerinduan akan suasa ramadhan yang akan terus terkenang. Bukan masalah buka puasa atau makanan khas ramadhan. Bukan juga maslah liburan atau yang lainnya. Tapi rindu nuansa berlomba – lomba dalam ibadah. Rindu dalam bermunajat bermesraan dalam sepertiga malam terakhir. Sungguh indah dan selalu membuat rindu menunggu senyum hilal di ufuk. Ramadhan tiba...
Bergetar hati ini ketika melihat sebuah peringatan dari kawan. Prepare you’re self, ramadhan is Back. 100 hari menuju ramadhan. Getaran kerinduan itu muncul memutar memori keindahan suasan ramadhan dalam rumah sederhana penuh keberkahan. Suasana yang mungkin tidak akan tergantikan dan tidak dapat dirasakan kecuali dalam bulan ramadhan. Sholat Tahajjud bersama keluarga. Semua seisi rumah saling membangunkan, berdiri menghadapkan wajah kepada Allah, berjamaah saling menguatkan dalam sepertiga malam terakhir. Indah, syahdu dan tidak bisa didefinisakan rasanya. Sudah menjadi tradisi mendarah daging di keluarga kami kalau ramadhan menjalankan shalat terawih di sepertiga malam terakhir. Mungkin sudah 10 tahun kebiasan itu dibangun. Semenjak ku masih kelas 5 SD hingga sekarang, meskipun baru bisa menjalankan sholat tahajjud berjamaah bersama keluarga sejak kelas satu SMA.
Suasana itulah yang selalu membuatku merindukan untuk segera pulang, bergabung dalam barisan jamaah bersama keluarga. Bermunajat bersama untuk kemulian disisi-Nya. Berjamaah dalam barisan bersama kakak laki – laki dan adik yang tercinta. Meskipun adik baru duduk dibangku sekolah kelas satu SMP, namun untuk bangun dan sholat bersama sangat tinggi keinginannya. Ramadhan tahun lalu saja, ketika masih kelas 6 SD hanya beberapa kali absen dari sholat tahajjud. Meskipun kadang tidak pernah full dari awal sampai witir. Tapi melihat semagat itulah, kerinduan dan getaran semangat semakin kuat memusar dalam hati dan salalu rindu untuk segera pulang. Masih teringat bagaimana marahnya adik yang tidak dibangunkan untuk sholat tahajjud, padahal sudah coba dibangunkan tapi tidak bangun – bangun. Marah dan muka cemberut sampai sahur usai. Ya, itulah episode yang tidak pernah akan terlewatkan setiap malam – malam kami setiap kali ramadhan. Ramadhan adalah momen – momen indah berkumpulnya orang – orang di rumah.
Bukan hanya adik yang membuat kerinduan itu semakin kuat. Sholat malam yang didirikan tidak pernah kurang dari 2 jam. Sangat mesra dan syahdu. Berlama – lamaan dalam kebersamaan ibadah kepada Allah. Bagiku sendiri, sholat tahajjud ramadhan adalah obat kekeringan dalam ibadah yang bisa terasa sebelum – sebelumnya. Bacaan Al – Quran dengan ayat – ayat pilihan yang semuanya berisikan pujian dan do’a mengalun menggetarkan hati akan kehinaan diri yang telah bermaiksiat kepada Allah dan sungguh kecil diri ini rasanya. Bersamaan dengan dzikir kodok, jangkrik dan hewan – hewan malam, dzikir – dzikir  kami lantunkan disetiap rehat sholat. Indah sekali, seolah malam ini jangan segera berganti dengan fajar. Masih ingin terus bersama dalam menghamba bersama bapak, ibu, kakak dan adik tercinta. Saling mendoakan keberkahan dan keselamatan untuk bersama nantinya dibangkitkan bersama dalam keadaan terbaik.
Menghayati setiap bacaan sholat mulai dari takbiratul ihrom sampai salam, menghayati setiap do’a yang terlantun. Bermuhasabah, memutar kisah perilaku kemaksiatan untuk meminta ampunan dan maghfiroh-Nya. Sholat iftitah yang menjadi pembuka malam dengan kehangatan dan pemanasan perenggangan otot setelah tidur. Sungguh tak terbayangkan nikmatnya. Menikmati bacaan iftitah,
“ Ya Allah, Jauhkanlah diriku dari kesalahan – kesalahanku “
“ Sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat “
“ Ya, Allah. Bersihkanlah aku dari kesalahan – kesalaha ku “
“ Seperti kain putih yang dibersihkan dari kotoran “
“ Ya, Allah, cucilah diriku dari kesalahan – kesalahanku dengan air, es, dan embun “
Sungguh kau akan merasa kecil ketika dalam kesunyian malam membaca do’a ini. Meraskan betapa besar dosa – dosa yang telah kita lakukan selama setahun belakangan. Merasakan nikmatnya dzikir – dzikir dalam ruku’ dan sujud,
“ Maha Suci Engkau Ya Allah, Wahai Tuhan kami, segala puji bagi MU, Ya Allah ampunilah aku”
Dzikir diantara dua sujud dengan sangat tunduk memohon ampunan,
“Ya Rabbku, ampunilah aku. Ya Rabb ku, Ampunilah aku”
Tidak pernah merasakan keindahan bacaan – bacaan ini melainkan dalam setiap kehiningan malam disaat yang lain tidur pulas. Mendengar do’a dan pujian dalam setiap pilhan ayat yang dibaca setelah al-fatihah penuh makna dan rasa sebagai hamba yang sangat lemah,
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."  
Kerinduan melihat hilal, kerinduan ramadhan, kerinduan akan kebersamaan dalam keluarga, kerinduan bersama berjamaan menghabiskan malam dengan kemesraan bersama Allah. Kerinduan ramadhan, kerinduan dalam dekapan kasih sayang dan ampunan. Kerinduan ramadhan, kerinduan para musafir iman. Kerinduan ramadhan, kerinduan oase penyejuk gersang hati penuh kemaksiatan. Kerinduan ramadhan, kerinduan untuk bapak dan ibu yang selalu menunggu anaknya pulang dengan bahagia. Kerinduan ramadhan, kerinduan akan indahnya pertemuan dengan Rabbi izzati. Kerinduan ramadhan, nokhtah kerinduan dalam samudera pengembaraan. Segeralah datang ramdhan, kan ku sambut engkau dalam ruang kerinduan. Segera datanglah kau ramadhan, sudah tak sanggup hati ini menahan.
“Ya Allah, semoga Engkau masih pertemukan aku dengan ramadhan MU”

Biarkan ku sendiri


Biarkan ku sendiri
Bersama sepi yang memeluk hati
Bermesraan dengan jiwa dalam sunyi
Menikmati dekap kehangatan dalam hati
Menemukan kembali makna yang pergi
Biarkan ku sendiri
Mencari arti yang telah pergi
Di sudut ruang hati yang masih murni
Menyelami jiwa dalam naungan ilahi
Mengolah rasa, Meraba makna di palung hati

Biarkan ku sendiri
Bersama tetesan air mata yang telah terevaporasi
Terbiaskan cahaya ilahi
Menjadi pelangi di sudut mata hati
 Mungkinkah ini jawaban kegundahan hati ?
Biarkah ku sendiri
Seperti sufi yang mecari hakikat kedekatan dengan ilahi
Seperti lekaku para pencari ilmu sakti
Seperti musafir cinta yang mencari sandaran hati
Seperti pendosa yang telah terilhami

Biarkan ku sendiri
Menikmati keramaian dalam kesunyian
Menikmati kehidupan dari sudut kematian
Menikmati senyuman dari kemarahan
Menikmati indahnya mentari dari kegelapan
Biarlah ku temukan dengan kesadaran
Bahwa ruh kekuatan itu adalah orientasi cinta ke-ilahi-an
Atas kedekatan, ketaatan, pengabdian dan pengorbanan

24 jam ku masih kurang Tuhan


24 jam ku masih kurang Tuhan
Tuhan..
Bolehkah aku meminta sesuatu pada MU
Memelas, mengiba bersujud kepada MU
Karna Engkau adalah Maha Pemberi dan Pemurah pada setiap hamba
Tuhan..
Bolehkan aku meminta waktu tambahan ?
Berikan tambahan waktu sedetik,  semenit atau sejam
Waktu 24 jam ku masih kurang
Masih sedikit waktu ku untuk bermesran dengan MU
Masih banyak waktu sepertiga malam yang terlewat
Lelap dalam dekapan tidur panjang
Bersama setan – setan, nafsu dalam selimut kehangatan semu
Akankah Engkau akan mengabulkan, Ya Allah ?
Waktu 24 jam ku masih kurang
Berikanlah kesmpatan untuk terus memperbaiki diri ini
Jika Engkau akan mengambil nyawa ini esok hari
Memenuhi panggilan mu
“ wahai jiwa – jiwa yang tenang, kembalilah kepada tuhan “
“ dengan hati yang puas ladi diridhoi-NYA”

Wednesday, April 10, 2013

Tuhan, izinkan aku marah



Tuhan..
Dada ini rasanya sudah sesak
Sudah tak kuat dada ini menahannya
Sesak ini sudah sampai kerongkongan
Mencekik, menyempitkan buluh nadi
Nafas tertinggal di ujung hidung
Tuhan..
Bolehkah aku segera melepaskan rasa itu ?
Melepaskan rasa penuh ekspresi
Ekspresi diri yang sudah terakumulasi
Terakumulasi dari semua sisi dikehidupan ini
Tersari menjadi inti penuh arti
Itulah marah ku

Tuhan..
Izinkan aku marah
bairkan ku lepaskan semua rasa itu
dari hati, kerongkongan hingga tak ada lagi..

sisa api amarah itu dalam diri ini..

Tuhan..
bolehkah aku meluapkan marah ku?

meluap menghempas, memaki semua
hingga tak ada sisa lagi..

Tuhan, bolehkan aku marah ?

Dakwah itu Cinta























Dakwah adalah cinta. Dia akan meminta semuanya dari dirimu, sampai pikiranmu, sampai perhatianmu, berjalan dan tidurmu. Bahkan ditengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai. Lagi – lagi memang dakwah seperti itu. Meyedot saripati energimu sampai tulang mu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh renta mu. Tubuh yang luluh lantak diseret – seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari. ( Ust. Rahmat Abdullah )

Saudara ku..
Mungkin  tidak berlebihan apa yang telah disampaikan ustadz Rahmat Abdullah diatas. Entah merasakan atau tidak. Memang kenyataan itulah yang sedang dan akan kita alami. Dakwah itu menuntut kita bekerja dan terus bekerja. Menyeru dan menyeru. Memenuhi perintah Allah dengan sekuat tenaga, sehingga kita mendapati alquran menuliskan begitu indah “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (Assajadah : 16).  Meminta waktu istirahat bahkan untuk memikirkan diri sendiri.
Lihatlah sirah para sahabat nabi. Kita akan mendapati kisah mujahid yang dimandikan oleh para malaikat karena bersegera menyambut panggilan jihad padahal masih dalam keadaan junub. Demikaianlah tabiat dakwah. Meminta yang utama dan terbaik, bukan sampingan atau sisa. Tiada waktu terkecuali memikirkan umat ini, sampai diujung kehidupannya Rasulullah berseru “ummati..ummati..ummati..”. begitulah dakwah mengajarkan kita tentang berkorban.
Hingga setiap tidur – tidur kita pun, tidak pernah akan nyaman hingga dakwah itu masuk dalam mimpi kita. Itulah dakwah yang nikmatnya tiada terkira, yang menjadi pilihan jalan hidup kita dan para generasi sebelum kita. "Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah s.w.t, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik". (Yusuf: 108)

Setetes ilmu dari lembah Uhud



Oleh: Hepi Andi Bastoni
Sumber : http://www.al-intima.com/sirah/pil-pahit-dari-medan-uhud
Kemenangan dan kekalahan hanyalah variabel yang menjalankan fungsi bernama seleksi. Dalam putaran itulah Allah memisahkan hamba-Nya yang beriman dan munafik. Kekalahan ibarat perasan untuk memisahkan air gula dan serabut tebu. Itu salah satu pelajaran penting dari Perang Uhud.
Meski para ulama masih memperdebatkan kekalahan umat Islam di medan Uhud, namun jika dilihat dari ‘skor pertandingan’ itu, korban di kalangan umat Islam jauh lebih banyak. Menurut Ibnu Hisyam jumlah yang terbunuh dari kaum Muslimin pada perang Uhud mencapai 70 orang. Hal ini sesuai dengan riwayat Bukhari dan Tirmidzi dari Ubay bin Ka’ab. Adapun jumlah yang gugur dari kaum musyrikin sebanyak dua puluh dua orang.[1]
Kekalahan itu benar-benar telak. Yang membuat dada kaum kaum Muslimin amat menyesak adalah lantaran kekalahan itu tak perlu dianalisa oleh kalangan ilmuan. Kekalahan itu benar-benar nyata akibat ‘pembangkangan’ atas nasihat Nabi saw. Beliau menginstruksikan kepada 50 pasukan panah pimpinan Abdullah bin Jubair agar tetap berada di lereng bukit Rumat apa pun yang terjadi: kalah atau menang. Namun ketika kemenangan itu hampir berada di depan mata, mereka lalai. Justru yang melalaikan mereka adalah tergiur harta rampasan perang yang sudah diingatkan Allah usai Perang Badar sebelumnya.
Bagi kaum Muslimin, kekalahan itu ibarat obat. Ia ibarat jamu. Pahit memang, tapi mengandung khasiat ampuh yang menyehatkan. Pelajaran itu tak hanya bagi para sahabat Rasulullah saw, tapi juga kaum Muslimin  saat ini.
Di antara pelajaran berharga itu adalah:

1.    Pentingnya Musyawarah
Dalam Perang Uhud ini, tampak jelas Rasulullah saw mengedepankan prin­sip syura. Begitu jelas keberpihakan Rasulullah saw kepada hasil mu­syawarah. Wa­laupun pendapat Rasulullah saw pribadi cenderung menunggu musuh di Ma­dinah, tapi  keputusan awal jualah yang diambil, yaitu menyongsong musuh di luar Madinah.
Ini menunjukkan bahwa suatu masalah yang sudah diputuskan secara syura, tak boleh digugat lagi. Apalagi kalau hal tersebut berkaitan dengan masalah yang menuntut ketegasan dan kepastian sikap. Mereka yang semula tidak setuju, seharusnya mengikuti hasil keputusan syura.
Dalam konteks kekinian, pelajaran ini menjadi penting. Hasil keputusan ra­­pat, tak boleh hanya tertulis di atas kertas dan menjadi dokumen yang akan die­­valuasi pada rapat-rapat yang akan datang. Apalagi kalau keputusan itu ber­­kaitan erat dengan hajat orang banyak yang menuntut pelaksanaan sesegera mungkin.

2.    Bahaya Kaum Munafik
Dalam peperangan ini, orang-orang munafik menunjukkan belangnya. Hal ini juga menjadi pelajaran penting bagi umat Islam. Pembelotan Abdullah bin Ubay dan tiga ratus orang teman-temannya yang merupakan bukti kemunafikan menjadi nyata bagi para sahabat, yang sebelumnya tidak kelihatan. Kekalahan kaum Muslimin di akhir perang, juga membantu memperjelas identitas orang-orang munafik.
Namun, kemunafikan selalu saja ada dalam setiap zaman. Setiap masa se­lalu muncul manusia-manusia “bermuka ganda”. Karenanya, kekalahan kadang  tak hanya berfungsi untuk menguji keimanan, tapi juga membersihkannya dari sifat-sifat nifaq. Kekalahan menjadikan jati diri orang-orang munafik tampak jelas.
Berbagai kekalahan yang saat ini menimpa umat Islam, sesungguhnya menyimpan hikmah tersendiri yang kadang tak disadari. Tragedi demi tragedi melanda kaum Muslimin. Di Afghan umat Islam diburu dan dituduh sebagai pelaku kejahatan. Di Palestina, mereka diusir dari tanah air sendiri. Di Chechnya kaum Muslimin dianggap pemberontak yang harus dibasmi.
Namun di balik segala kekalahan itu, tersimpan hikmah yang sangat ber­man­faat. Umat Islam jadi sadar, mereka punya musuh yang harus dilawan. Se­marak kajian keislaman di Dunia Islam, tak bisa dilepaskan begitu saja ko­relasinya dengan tragedi yang dialami kaum Muslimin di berbagai belahan bumi.

3.    Tak Boleh Minta Bantuan dari Orang Kafir
Dalam perang ini Rasulullah saw tidak meminta bantuan dari orang-orang kafir. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad, “Kami tidak akan pernah meminta bantuan dari orang-orang musyrik untuk menghadapi orang-orang musyrik.”
Walaupun secara fisik, jumlah kaum Muslimin  saat itu masih sedikit, tapi Rasulullah saw tidak mau menerima bantuan kaum musyrikin. Ini menunjukkan, dalam menghadapi orang-orang musyrik, kaum Muslimin  tak boleh bekerja sama dengan mereka. Sebab, hal ini akan berdampak pada masa depan kaum Muslimin . Akibatnya akan berbalik kepada kaum Muslimin  sendiri. Jika kemenangan bisa diraih, ia bukan hasil murni umat Islam. Dalam Islam antara kebatilan dan kebenaran tak boleh dicampur. Allah  berfirman, “
Namun, sebagian ulama, di antaranya Imam Syafii, membolehkan meminta bantuan dari orang kafir, dengan syarat orang kafir itu mempunyai pandangan yang bagus dan jujur.[2]

4.    Kecanggihan Strategi Perang Rasulullah saw
Tak bisa dipungkiri, strategi perang yang dipraktikkan Rasulullah saw dalam Perang Uhud sungguh luar biasa. Penempatan pasukan panah dan pengaturan pasukan sedemikian rupa, benar-benar merupakan benteng pertahanan se­ka­li­gus strategi canggih untuk mengalahkan lawan. Kepiawaian Khalid bin Walid, Abu Sufyan bin Harb dan para tokoh Quraisy menemukan batunya. Jumlah me­­re­ka yang tiga kali lebih banyak dari jumlah kaum Muslimin , tak bisa  berbuat banyak. Kalau bukan karena kelalaian pasukan panah yang melalaikan instruksi Rasulullah saw, hampir dapat dipastikan kemenangan akan berada di pihak kaum Muslimin .
Kecanggihan Rasulullah saw mengatur strategi tak hanya nyata dalam Perang Uhud. Sebelumnya, ketika hijrah ke Madinah dan dikejar oleh kafir Qu­rai­sy, Rasulullah saw juga menunjukkan kematangan strateginya. Beliau tahu musuh akan mengejarnya ke arah Madinah. Karenanya, bersama Abu Bakar, Ra­sulullah saw berbalik ke arah selatan yang berlawanan dengan arah Madinah, dan selanjutnya bersembunyi di Gua Tsur.
Kecanggihan mengatur strategi inilah yang mesti diteladani kaum Muslimin. Ibarat permainan asah otak, umat Islam harus berpikir tiga langkah ke depan, dan harus pandai-pandai membaca siasat lawan. Berbagai strategi yang dipraktikkan Rasulullah saw ini sangat tampak pada pasca Perang Uhud. Be­liau berhasil mengembalikan wibawa kaum Muslimin  yang kalah. Bahkan, ia mam­­pu membuat pasif musuh-musuhnya dalam waktu yang bisa dia perhi­tung­kan.

5.    Kesalahan Kecil Berakibat Fatal
Jika kita perhatikan rentetan peristiwa dalam Perang Uhud ini, kita dapat menarik sebuah kaidah “tingkat ketaatan kaum Muslimin  terhadap al-Qur’an dan Sunnah berbanding lurus dengan tingkat kekalahan mereka”. Semakin tinggi tingkat kepatuhan mereka, semakin rendah tingkat kekalahannya. Semakin rendah tingkat kepatuhan mereka, semakin tinggi risiko kekalahannya.
Rasulullah saw sangat mewanti-wanti agar kaum Muslimin  tidak melakukan kesalahan. Sebab, dampaknya tak hanya melanda sang pelaku tapi juga orang lain. Kesalahan yang dilakukan pasukan panah telah menimbulkan bencana tragis yang menimpa banyak orang,  bahkan ikut menimpa Rasulullah saw. Ini adalah hal yang sangat alami.
Bandingkan dengan keadaan kaum Muslimin  saat ini. Manakah yang lebih besar, kesalahan yang dilakukan pasukan pemanah dibandingkan kesalahan yang dilakukan umat Islam pada hari ini dalam berbagai aspek. Allah Maha Penyayang yang masih menjaga kita di tengah menggunungnya kesalahan yang kita lakukan.[3]

Hikmah bagi yang Kalah
Berbeda dengan ayat-ayat Qur’an yang turun setelah Perang Badar yang berisi banyak kritikan, firman Allah yang diwahyukan setelah Perang Uhud justru bersifat hiburan dan sanjungan kepada kaum Muslimin. Begitulah semestinya kita memperlakukan kaum yang kalah. Allah SWT punya cara tersendiri untuk mengajari hamba-Nya bagaimana menghadapi kekalahan. Maka, berbicaralah Allah dalam QS surah Ali Imran: 121-179. Berikut sebagian uraiannya:

1.    Mengembalikan Rasionalitas Umat
Mengawali “komentar-Nya” tentang kekalahan kaum Muslimin  pasca Perang Uhud ini, Allah SWT tidak mengungkit-ungkit peringatan yang pernah diturunkan se­belumnya. Allah mengenyampingkan semua kesalahan kaum Muslimin  itu dan mengalihkan perhatian mereka kepada satu sudut: rasionalitas. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah[4]  Karena itu berjalanlah kamu di permukaan bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul),” (QS Ali Imran: 137).
Dalam ayat ini Allah SWT ingin menghibur kaum Muslimin . Dia ingin mengingatkan tentang  sunnatullah dalam peperangan, bahwa kalah dan menang adalah hal yang wajar. Bagi kaum Muslimin , kalah dan menang bukanlah tujuan. Sebab, kalau Allah berkehendak ia akan memberikan kemenangan kepada kaum yang inginkan dan menimpakan kekalahan kepada mereka yang Dia kehendaki. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Katakanlah, “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki,” (QS Ali Imran: 26).
Di sinilah letak kearifan Allah SWT dalam memahami kondisi hamba-Nya. Ketika dilanda kekalahan, manusia umumnya akan merasa galau, putus asa dan tidak mustahil menyalahkan teman atau mungkin dirinya sendiri. Bahkan, tak sedikit yang kehilangan akal sehat. Karenanya, yang pertama kali disentuh adalah rasionalitas mereka dengan menjelaskan bahwa kekalahan ini adalah hal yang sangat wajar dan telah menimpa umat-umat sebelumnya.
Karena itu, menghadapi berbagai keterpurukan dan kekalahan saat ini, bu­kan saatnya bagi kaum Muslimin  untuk saling menyalahkan dan mencari-cari orang-orang yang bersalah. Kalau tidak, berbagai kekalahan yang dialami umat Islam di beberapa belahan bumi hanya akan membuat putus asa. Akan muncul anggapan, umat Islam akan selalu kalah dan tak berdaya menghadapi musuh. Sebaliknya, umat harus disadarkan bahwa segala yang terjadi atas kehendak Allah, dan apa pun keadaan umat Islam, mereka tetap lebih baik daripada musuhnya jika mereka beriman.
Lebih dari itu, dalam benak umat Islam hendaknya selalu ditanamkan bahwa mereka pasti akan menang. Kemenangan bukan tujuan, tapi sarana meraih ridha Allah.
Allah SWT juga memerintahkan kaum Muslimin  untuk memperhatikan sekitarnya dan banyak belajar dari hukuman yang menimpa orang-orang yang mendustakan para rasul. Allah SWT sengaja menggunakan kata fanzhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin.  Allah SWT tidak menggunakan kata fanzhuruu ‘aaqibatal mukadzdzibiin tetapi kaifa kaana untuk menunjukkan “proses akibat” yang menimpa pendustaan orang-orang terdahulu.
Selanjutnya Allah mengingatkan pada ayat berikutnya, “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa,” (QS Ali Imran: 138).
Al-Qur’an adalah penjelas dan penerang (بيان للناس ) bagi manusia secara umum. Dalam penggalan ayat ini Allah menggunakan  للناس  (bagi manusia). Tapi lanjutan ayat Allah menggunakan هدى وموعظة للمتقين (petunjuk dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa).
Maksudnya, al-Qur’an merupakan penjelas dan penerang bagi manusia semesta, namun menjadi petunjuk dan pelajaran hanya bagi orang-orang bertakwa.

2.    Memulihkan Kepercayaan Diri Kaum Muslimin
Setelah mengembalikan rasionalitas kaum Muslimin, Allah memulihkan kepercayaan diri mereka dengan firman-Nya: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman,” (QS Ali Imran:139).
Pada ayat ini Allah ingin mengembalikan kepercayaan diri kaum Muslimin . Se­ca­ra psikologi, di antara kemungkinan yang akan melanda orang-orang kalah ada­lah pesimisme. Apalagi kalau melihat kelemahan dirinya dan kebesaran kekuatan lawan. Karena itu, di antara hal yang harus segera dipulihkan bagi orang-orang ka­lah adalah rasa percaya diri. Bahwa bagaimana pun keadaan kaum Muslimin , ba­ik kalah maupun menang, mereka tetap berada pada derajat yang paling tinggi, se­bagai hasil dari keimanan mereka.
Jadi, bagi Allah, kalah dan menang dalam sebuah peperangan tidak penting. Yang penting adalah beriman atau tidak. Rasa percaya diri inilah yang menyebabkan Rasulullah saw dan kaum Muslimin tetap kukuh “menantang” lawan. Tanpa rasa percaya diri ini, tak mungkin Rasulullah saw menyongsong musuh kembali di Hamraul Asad dan menantang pasukan Quraisy. Tanpa rasa percaya diri ini juga tak mungkin berbagai gejolak yang muncul pasca Perang Uhud bisa dipadamkan.
Ketika umat Islam sedang dirundung kekalahan, kepercayaan diri menjadi se­bu­ah keniscayaan untuk ditumbuhkan. Kekuatan dan keangkuhan musuh-musuh Islam ketika menginjak-injak hak asasi kaum Muslimin  jangan sampai membuat kita patah semangat.
Dalam ayat ini juga Allah menjelaskan dua hal: pertama, memberikan semangat, kepercayaan diri, dan menghidupkan kembali gairah kaum Muslimin . Kedua, memberikan hiburan bahwa derajat mereka tetap lebih tinggi.[5]
Menurut Muhammad asy-Syaukani dalam tafsirnya Fathul Qadir, salah satu makna pernyataan ayat “Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman,” menerangkan bahwa kaum Muslimin  setelah Perang Uhud ini lebih hebat daripada mereka (musuh-musuh kaum Muslimin  pada Perang Uhud) dan orang-orang selain mereka. Buktinya, setelah Perang Uhud, kaum Muslimin  selalu menang.[6]  Ini juga yang dimaksud dengan ungkapan Rasulullah saw setelah perang Khandaq, “Sekarang kitalah yang akan menyerang mereka, bukan mereka yang akan menyerang kita. Kitalah yang akan mendatangi mereka.”[7]

(Bersambung pada tulisan berikutnya:
Hikmah Ilahiyah bagi yang Kalah: Belajar dari Perang Uhud)


[1]Ibnu Hisyam: II/122-129, Fathul Bari: VII/351
[2]Fiqhus Sirah, Muhammad Said Ramadhan al-Buthi 224.
[3]Fiqhus Sirah, Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, 227-228.
[4]Ibnu Katsir menyebutkan, hal ini (kekalahan) telah juga menimpa para pengikut para Nabi sebelumnya. Akibatnya bagi mereka, dan bergulir juga atas orang kafir, Tafsir Ibnu Katsir, II/409.
[5]Zaadul Maad, II/100
[6]Fathul Qadir, I/484
[7]HR Bukhari  I:411, Kitab Maghazi II, 590

Monday, April 8, 2013

Keluarga itu bernama PUSKOM JMMI


 eps. 01

Entah ingin memulai cerita ini dari mana, karena sudah tiga tahun ini berada didalamnya. Dalam keluarga yang bisa dikatakan temapt berbagi senang, susah. Keluarga ? ya, itulah yang tertulis digrup facebook kumpulan orang- orang yang menamakan dirinya PUSKOM. Mungkin tidak berlebihan jika ditulis “keluarga”, karena orang – orang didalamnya sudah sangat dekat. Saling mengisi dan melengkapi, saling mengingatkan dan menyemangati, hampir seperti keluarga yang sebenarnya. Semua orang berkumpul disini dan masih saling terhubung, mulai dari yang “legend” sampai “newbee”. Semua berkumpul dalam ikatan ukhuwah dan dakwah.
Jika pernah mendengar syarat orang dikatakan bersaudara versi umar bin khatthab, rasanya sudah terlewati semua. Berpergian tiga hari bersama, sudah. Saling bertransaksi, sudah. Apalagi ya ?. pokoknya semua sudah. Makanya idak berlebihan jika yang bergabung didalamnya menamakan diri sebagai keluarga. KELUARGA PUSKOM JMMI. Puskom sendiri kepanjangannya adalah Pusat Komunikasi. Seluruh informasi tentang jaringan dan hubungan dengan LDK – LDK di luar kampus yang tergabung dalam FSLDK. FSLDK itu Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus. Tempat berkumpulnya semua LDK seluruh Indonesia, dari ujung barat sampai ujung timur. 
Awal ceritanya bergabung  bersama keluarga ini adalah ketika semester II kuliah, tepat setelah PSI 1 JMMI ITS. Setelah pelatihan PSI sendiri ada namanya KPP untuk magang sebagai staff di salah satu departemen di JMMI. Waktu itu milihnya PPSDM atau kaderisasi, karena pada saat itu Puskom tidak dibuka untuk staff magang. Open recrutmennya tertutup. Bagaimana ceritanya ?. Pada saat itu, Kata FSLDK sendiri sudah tidak asing lagi. Kebetulan pas di Kerohanian Islam SMA ada senior yang sering main ke SMA menggunakan Jaket FSLDK bertuliskan “ Indonesia Madani “. Setelah menyelidiki memang benar, bahwa senior saya adalah komisi B FSDLK Malang Raya di Uaki UB. Selain juga pernah ketemu dengan senior yang juga aktif di FSLDK yang memberikan buku “Rekayasa LDK karya kang ucup”. Semenjak itu peneasaran dengan yang namanya FSLDK. Setelah masuk kampus bertemu senior – senior di LDK yang memakai jaket bertuliskan FSLDK. Langsung saja bertanya, “ mas aktif di FSLDK ya ?”. “ Tidak, ana di syi’ar kampus ” jawabnya. Ternyata pakai jaket FSLDK karena pada saat itu JMMI sebagai Puskomda, sehingga jaketnya bertuliskan FSLDK. Kembali ke cerita bagaimana pada akhirnya bisa bergabung dengan Puskom ?.
Malam itu setelah ketemuan dengan teman – teman daerah di manarul, sempat ngobrol dengan senior angkatan 2009 dari jurusan Sistem Perkapalan. Bang Rahmat BB. Kebetulan juga orang ini pakai jaket FSLDK yang sama kayak orang yang pertama kali bertemu kemarin. Setelah ngobrol sana kemari hingga akhirnya saya tanya tentang FSLDK. Eh, dia malah bertanya balik kepada saya tentang sejauh mana yang diketahui dari FSLDK. Singkat cerita akhirnya saya bercerita seperti yang senior SMA ceritakan kepada saya. Tentang pertemuan akbar FSLDK yaitu FSNAS di Lampung dan Ambon. Juga cerita tentang pertemuan akbar di Bogor saat itu, PUSKOMDAYS. Oleh – oleh dari Bogor berupa buku tutorial atau mentoring dari UPI dikasihkan ke saya. Setelah cerita itu, akhirnya diberitahu. “besok pagi datang ya, jam 6 di depan perpus Manarul”. Entah kenapa tidak ada pertanyaan waktu itu, mengapa saya harus datang besok pagi jam 6?” padahal kuliah masih jam 7. Inilah yang kemudian kami sebut dengan “penculikan”, karena setelah itu saya tidak lagi magang di PPSDM meskipun sudah WP staff magang disana.
Keesokan harinya, tepat pukul 6 lewat 5 menit sampai di depan perpus manarul ilmi. Sudah ada 4 orang ikhwan kumpul diskusi dan bercanda. Kemudian syuro’ dimulai, bla..bla... hingga akhirnya saya disuruh perkenalan, karena yang datang bukan hanya ikhwan tapi juga akhwat. Intrograsi lengkap mirip intelejen. Nama, ttl, alamat kos, alamat asal, asal SMA, anak ke berapa dalam keluarga, siapa yang mengajak kesini, dulu SMA aktif dimana dsb. Komplitlah. Sejak saat itulah kena yang namanya Mas Agil Darmawan sang ketua tim puskom, Mas bayu sebagai komisi A, dan Mas Nugroho sudah tidak menjabat namun masih sering datang, mas erwin di komisi B bareng mas Rahmat.   Akhwatnya yang hadir pada saat itu adalah mbak Yani, mbak ummu dan intan anak 2010 yang gabung lebih dahulu. Oh ya, di ikhwan juga ada yang lebih gabung dulu, hudzaifah yang lebih dikenal dengan sebutan Uje teknik lingkungan 2010.
Inilah awal kisah bergabung dengan KELUARGA PUSKOM JMMI ITS. Hingga semester enam pun masih aktif. Bertahan saat yang lain keluar masuk. Salah satu alasan kenapa masih betah adalah tidak ada alasan untuk keluar. Sudah terlanjut bertautnya hati ini di pohon keluarga yang disebut PUSKOM.
Harta yang paling berharga adalah keluarga
Mutiara yang tiada tara adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga 

Wednesday, April 3, 2013

Tekad

Foto 
Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kedzaliman yang kan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan dengan tekad di hati
Jasad ini , darah ini sepenuh ridho Ilahi
Kami adalah panah-panah terbujur
Yang siap dilepaskan dari bujur
Tuju sasaran , siapapun pemanahnya

Kami adalah pedang-pedang terhunus
Yang siap terayun menebas musuh
Tiada peduli siapapun pemegangnya
Asalkan ikhlas di hati tuk hanya Ridho Ilahi

Kami adalah tombak-tombak berjajar
Yang siap dilontarkan dan menghujam
Menembus dada lantakkan keangkuhan

Kami adalah butir-butir peluru
Yang siap ditembakkan dan melaju
Mengoyak dan menumbang kezaliman

Asalkan ikhlas di hati tuk jumpa wajah Ilahi Rabbi
Kami adalah mata pena yang tajam
Yang siap menuliskan kebenaran
Tanpa ragu ungkapkan keadilan

Kami pisau belati yang selalu tajam
Bak kesabaran yang tak pernah akan padam
Tuk arungi dakwah ini , jalan panjang
Asalkan ikhlas dihati menuju jannah Ilahi Rabbi



Renungkanlah



Dalam selimut ketenangan malam..
Rasakan hangatnya sentuhan sayang..
Saat kau basukan air suci kesejukan..
Dingin itu tak ubahnya belaian kasih..
Rasakanlah..
Kasih sayang yang telah memberikan mu nafas penuh keberkahan..
kasih sayang yang tak pernah bosan mendengar keluhan..
kasih sayang yang akan selalu memberikan apa yang tidak kita minta.
maka nikmat tuhan mana lagi ayng hendak kau dustakan ?
cobalah lihat ke langit..
Ribuan bintang itu masih terus bertasbih..
Bulan itu masih terus menyucikan Rabb sekalian alam..
Galaksi itu masih tetap memuji keAgungan Sang Pencipta
Mentari akan bertahmid dengan sinar dan cahayanya..
cobalah lihat pada dirimu..
Detak jantung itu senantiasa lalai dari berdzikir.
Hembusan nafas itu belum beriringan dengan Asma - asma Nya
Langkah itu masih jauh dari menyambut seruannya
Lidah itu masih basah dengan kata - kata kotor tak bermakna..
Maka nikmat tuhan mana lagi yang hendak kau dustakan ??

( elf180692 )
selasa 03 april 2013
01:30

Tuesday, April 2, 2013

Kapan Giliran Kita ?




Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya),
( Al – Qur’an Surah Al – Ahzab : 22 – 23 )
ayat mengkisahkan heroisme para pahlawan perang Khondaq / ahzab. Bisa kita lihat dalam berbagai refrensi buku siroh, bagaimana suasana madinah saat itu. Meskipun pada kenyataannya tidak terjadi perang secara fisik, namun kelelahan yang dialami mungkin bisa lebih berat berlipat – lipat dari pada perang fisik. Ya, karena perang Ahzab adalah perang mental, perang keimanan, perang keteguhan tekad dan keimanan akan janji Allah. Bayangkan saja, hampir selama sebulan mereka harus bertahan dalam kota madinah karena telah dikepung musuh dari utara kota madinah di luar sisi parit yang telah kaum muslim gali untuk pertahanan. Mungkin kita tidak pernah membayangkan bagaimana kondisi iklim disana paa saat itu, gambaran secara umum seperti ini. Suhu pada siang hari 45 derajat dan pada malam hari bisa mencapai 5 – 10 derajat, sedangkan kalau musim dingin bisa mencapai 0 derajat pada malam hari. Bagaimana beratnya bekerja dengan kondisi alam seperti itu ?, itulah hebatnya para sahabat yang yakin janji akan janji Allah. Tidak hanya masalah cuaca saja yang semakin memperberat kondisi pra – perang ahzab ini, hasil panen penduduk madinah kurang baik atau bahkan gagal panen karena kondisi iklim tadi. Sehingga mereka dalam bahaya kelaparan nasional karena kehabisan stok pangan. Berbagai buku siroh memaparkan bagaimana para sahabat akhirnya harus menahan lapar dengan mengganjal perut mereka dengan batu dan mengencangkan ikat pinggang. Rasulullah pun mengganjal perutnya dengan dua batu yang membuat salah seorang sahabat mengurungkan niat untuk mengeluhkan keadaan yang sekarang dihadapi.