Wednesday, October 30, 2013

Belajar Kesederhanaan dari M. Natsir

Catatan Pengembara Jalanan

Belajar dari Kesederhanaan M. Natsir

 “Cukupkan yang ada, Jangan cari yang tiada. Pandailah mensyukuri nikmat”.

Sekali lagi, untuk kesekian kalinya saya dibuat terkagum oleh sosok yang sangat misterius ini. Tak banyak biografi lengkap yang menceritakan kisahnya, meskipun ia juga berdiri sama, sejajar dengan Sang Proklamator. Meskipun penghargaan sebagai pahlawan negeri ini baru beberapa tahun kemarin. Tapi, bagi saya pribadi, beliau adalah pahlawan sebelum bergelar pahlawan. Pada tulisan ini, mungkin hanya sedikit fragmen hidup ulama, politisi, guru, sastrawan dan jurnalis  yang terhimpun dalam pribadi yang bernama M. Natsir. Kita akan berbicara sisi kesederhanaan beliau. Mengapa ? mungkin tepat untuk saat ini, saat banyak para pejabat sekarang tersangkut korupsi. Kalau ditanya mengapa mereka korupsi, pasti jawabannya adalah demi kemewahan hidup. Kita sudah lama merindukan sosok pejabat yang juga merasakan penderitaan rakyaknya. Mungkin para pejabat tidak mempunyai role model untuk di contoh, sehingga apa yang mereka lakukan adalah percobaan mencari jati diri sebagai pejabat. Orang-orang seperti itu adalah orang yang tidak pernah membaca sejarah bangsa ini. Bahwa bangsa ini pernah memilki pejabat yang sangat sederhana hidupnya,  yang jauh dari kemewahan hidup seorang pejabat pada masanya. Meskipun ia seorang Perdana Menteri. Ia Muhammad Natsir.
Tulisan ini merupakan resensi dari buku yang berjudul: Natsir; Politik Santun diantara Dua Rezim. Buku ini berisikan tulisan dari wawancara anak-anak sang tokoh. Salah satu yang menjadi narasumber adalah Siti Muchliesah, atau yang lebih akrab dipanggil Lies.  Beliau menuturkan,
Pada suatu pagi, beliau melihat ayahnya (M. Natsir) sedang menerima tamu yang berasal bukan dari pribumi kalau dilihat dari wajahnya. Maka dari balik tembok beliau mencoba mencuri dengan pembicaraan ayahnya (M.Natsir) dengan tamunya itu. Pada intinya, sang tamu rupanya ingin menghadiahi mobil Chevrolet impala yang sangat “wah” pada saat itu, sekitar tahun 1956. Meskipun seorang menteri, mobil bapak (Natsir) adalah mobil De Soto yang sudah kusam dan terlihat tua.
Beliau melanjutkan, Bapak (M. Natsir)  menolak mobil itu dengan halus. Dengan senyum kemudian bapak (M. Natsir) mengatakan kepada saya “mobil itu bukan hak kita, lagi pula yang ada masih cukup”. Padahal sang tamu ingin membantu bapak, melihat mobil bapak yang sudah tidak memadai lagi menurutnya.  Salah satu yang masih teringat dari nasihat bapak adalah “Cukupkan yang ada, Jangan cari yang tiada. Pandailah mensyukuri nikmat”.
Itulah sosok M. Natsir, yang tidak mau menerima meskipun hadiah yang bisa jadi memang orang yang memberi benar-benar tulus tanda maksud apa. Tapi, demi menjaga kredibilatas sebagai seorang wakil rakyat, M. Natsir menolak itu. Sungguh barang langka dan mungkin sudah punah pada hari ini di negeri kita.
Ketika menjabat sebagai Menteri, Natsir tinggal dirumah seorang sahabatnya, Prawoto mangkusumo. Sewaktu pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta, M. Natsir sekeluarga hanya menumpang hidup di pavilion milik H. Agus Salim. Kemudian beliau baru bisa membeli rumah pada akhir tahun 1946. Rumah mewah ? bukan kawan. Rumah sederhana yang kosong tanpa perabotan, yang kemudian hari di isi dengan perabotan bekas.
Seorang guru besar Universitas Cornell, George Mc.Turnankahin mempunyai pengalaman tersendiri tentang kesederhanaan M. Natsir. Dalam bukun memperingati 70 tahun M. Natsir, dia mengatakan “pakaiannya sungguh tidak menunjukan ia seorang menteri dalam pemerintahan.
Yusril Ihza Mahendra , Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang yang ketika itu menjadi staff M. Natsir didalam organisasi DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia). Beliau juga menuturkan kalau pakaian yang dipakai natsir hanya itu-itu saja. Kalau tidak mengenakan baju putih yang dibagian sakunya ada noda bekas tintanya, kemeja lain yang sering dipakai adalah batik berwarna biru.
Amin Rais pernah mendapat cerita dari Khusni Muis, Mantan Ketua Muhammadiyah Kalimantan Selatan. Ketika itu beliau hendak pulang ke Banjarmasin, sebelum berangkat disempatkannya mampir ke rumah M. Natsir untuk meminjam uang buat ongkos balik. Namun, M. Natsir menjawab tidak punya uang, belum gajian. Akhirnya dia pinjam uang pada majalah hikmah yang natsir pimpin.
Setelah meletakkan jabatannya dari Perdana Menteri, dia pulang dibonceng sepeda olah sopir pribadinya dan mampir ke rumah untuk mengajak pindah keluarganya. Pada saat itu juga sekretarisnya, maria ulfa menyodorkan catatan sisa dana taktis yang saldonya lumayan banyak. kata sekretarisnya dana itu menjadi hak perdana menteri. Tapi M. Natsir menggeleng, dia akhrinya limpahkan ke koperasi karyawan tanpa mengambil uang sepeserpun untuk dimasukan ke dalam kantong.

Itulah sekelumit kisah tentang kesederhanaan yang beliau miliki meskipun ada dengan mudah fasilitas yang bisa beliau dapat ketika menjadi Perdana Menteri. 

Monday, October 28, 2013

Belajar dan terus belajar

hidup adalah belajar
hidup adalah rangkaian proses belajar
belajar tuk bersyukur meski tidak cukup
belajar tuk lebih ikhlas meski kadang tidak rela
belajar tuk lebih taat walau terkadang sangat berat
belajar tuk lebih  memahami meskipun sering tak sehati
belajar lebih bersabar meskipun lebih sering terbebani
belajar lebih ber-istiqomah walaupun sering tergoda
belajar dan terus belajar
dengan penuh keyakinan setegar karang..
walau..
sudah menjadi kodrat..
bahwa hati itu seperti gelombang yang naik dan turun, pasang dan surut. malah sering terbawa arus..
itulah mengapa,
kita harus terus belajar dan  berdo'a untuk tetap berada dalam jalan kebenaran..
belajar pada sang guru sepanjang zaman, untuk menjadi pribadi sehebat Rasullullah..
Berdo'a kepada Sang Pencipta,
semoga kita bisameraih sebenar-benarnya janji Alloh..,
menjadi orang yang beruntung..

thank Mbak Dienn
Posted by Picasa

Tuesday, October 22, 2013

Anugerah Terindah yang pernah ku miliki

Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas di mataku
Warna-warna indahmu
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Sifatmu nan s'lalu
Redahkan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Belai lembut jarimu
Sejuk tatap wajahmu
Hangat peluk janjimu
Anugerah terindah yang pernah kumilik

Inilah Waktu yang tepat untuk berpisah

Dan bila kau harus pergiJauh dan tak kembaliKu akan merelakan mu bila kau bahagiaSelamanya disana walau tanpaku
Ku akan mengerti cinta dengan semua yang terjadiPastikan saja langkahmu tetap berarti
Bisakah aku tanpamu sanggupkah aku tanpamu oo.....
Sehangat pelukan hujan saat kau lambaikan tanganTenang wajahmu berbisikInilah waktu yang tepat tuk berpisahSelembut belaian badai saat kau palingkan arahJejak langkahmu terbacaInilah waktu yang tepat tuk berpisah
Ku akan pahami cintaDengan apa yang terjadiPastikan saja mimpimu tetap berarti
(*)Aku tak pernah mengharap kau tuk kembaliSaat kau temukan duniamuAku tak pernah menunggu kau tuk kembaliSaat bahagia mahkotamu bila kedamaian selimuti
Jangan kau kembali

Wednesday, October 9, 2013

Selangkah Menyelesaikan Permasalahan Umat


Kalau kita bertanya tentang permasalahan umat ini, maka jawabannya sangat banyak hingga tidak ada kertas yang sanggup menampung list permasalahan umat tersebut. Sering kita ikuti berita, seminar atau kajian-kajian yang bertemakan tentang permasalahan umat dan tantangan global ke depan. Namun, dalam menghadapi sederet permasalah umat itu, mungkin akan ada empat kelompok orang yang berbeda. Orang pertama adalah orang yang tau permasalahan umat, namun  tak tau harus berbuat apa. Ada orang tidak tahu dan tidak mau tahu permasalahan umat. Orang yang tahu permasalahan umat dan tahu bagaimana cara menyelesaikannya namun tidak bergerak menyelesaikannya. Orang yang tahu permasalahan umat, tahu solusi penyelesaiannya dan bergerak menyelesaikannya.
Kalau kita lihat lagi dari deretan permaslaahan umat ini adalah kemiskinan yang akhirnya menyebabkan permasalahan lainnya. Kemiskinan menyebabkan pendidikan adalah nomer sekian dari prioritas keluarga. Karena kemiskinaan, banyak anak yang seharusnya menikmati belajar harus ikut menyokong agar dapur tetap ngebul. Masih banyak lagi akibat yang ditimbulkan oleh kemiskinan, paling parah adalah pemurtadan karena ekonomi. Naudzubillah min dzalik
Gerakan Rp.1000 per hari
Sekarang kita renungkan dengan seksama hal berikut ini
Rp.1000 = harga Parkir motor
Rp.1000 = harga ke toilet terminal
Rp.1000 = harga satu batang rokok
Rp.1000 = harga SMS harian kita
Tapi mari kita hitung ulang uang Rp.1000 ini agar mampu mengubah dan menyelesaikan permasalahan umat ini. Dengan kita mengajak banyak orang bergabung dalam gerakan Rp. 1000 per hari. Dengan istiqomah dan kesungguhan kita untuk menepati janji Allah, maka hasilnya kan sangat luar bisa sebagai langkah menyelesaikan permasalahan umat ini.
Misal : jika ada orang ikut gerakan Rp. 1000 per orang per hari.
Maka kita akan dapat Rp. 7000 per orang per hari. ( Rp.1000 x 7 hari ), dalam satu bulan (4 minggu) adalah Rp.28.000 per orang per bulan. Dan dalam satu tahun akan terkumpul Rp.336.000 perorang pertahun
Kalau ada 10 orang yang ikut gerakan ini, maka uang yang terkumpul adalah Rp. 70.000, Dalam satu bulan akan terkumpul Rp.2.800.000. kalau selama satu tahun maka akan terkumpul Rp. 3.360.000 per tahun.
Itu baru 10 orang yang ikut dalam Gerakan Rp. 1000 perhari. Sekarang bayangkan kalau yang ikut gerakan ini sebanyak 100 orang. maka hasilnya akan sangat berlipat ganda. Banyangkan saja besarnya Rp. 33.600.000 pertahun .
Maka dengan uang Rp. 33.600.000 itu kita akan dapat membantu beberapa orang di sekitar kita. Dengan uang sebanyak itu, berapa orang yang akan bisa kita tolong dengan memberi pinjaman tanpa anggunan dan bunga untuk modal usaha? Kalau uang sebanyak itu dapat terkumpul, berapa anak yang dapat kita tolong untuk biaya fasilitas pendidikan di sekolahnya?
Fakta di lapangan menunjukan, bahwa anak-anak pinggiran Surabaya (tempat BPU JMMI mengajar) memiliki keterbatasan akan akses fasilitas buku penunjang sekolah mereka. Bayangkan saja, LKS (Lembar Kerja Siswa) yang seharusnya menjadi tempat berlatih saja harus dipinjami sekolah dan tidak boleh dicorat-coret. Kalau pulang, mereka tidak tahu harus belajar pakai apa. Itu dihadapi seluruh siswa dimana teman-teman BPU JMMI mengajar. Sekolah memang gratis, tapi soal kualitas harus bayar lebih kayaknya…
Kita Muslim, Maka kita Bersaudara
Mungkin anda sudah kenyang akan dalil tentang seorang muslim dan muslim yang lain adalah saudara. Sudah banyak pula dalil yang kita pahami akan fadilah atau keutamaan tentang menolong sesame umat muslim yang bersaudara. Sudah sering pula kita dengar bagaimana ancaman dari ALLAH kepada muslim yang acuh tak acuhnya dengan konsidis saudara  muslimnya. Anda lebih hebat dari pada saya kalau masalah dalil men-dalil.
Tapi sekarang izinkan saya untuk mengungkapkan apa yang ada dibenak saya. Tentang kondisi saudara-saudara muslim kita di negeri seberang yang tengah terluka. Ada Palestina negeri seribu syuhada. Ada Suriah yang sedang tertindas kedholiman seorang dictator. Ada Rohingya, saudara muslim kita yang sedang dibawah tekanan FASIS biksu. Mungkin semuanya sudah pernah anda dengar. Dan mungkin anda juga pernah memberikan donasi kepada mereka pada saat momen penggalangan dana.
Tapi izinkan saya untuk memberikan sebuah bualan yang mungkin bermanfaat. Kalau kita pikir, berapa rupiah yang kita kirim itu jika dikruskan dengan mata uang mereka ? dari yang tidak seberapa itu, kemudian kita bertanya. Cukup untuk apakah pemberian kita itu ?. Cukup untuk berapa harikah bantuan kita itu ?. kalau hanya cukup untuk satu pekan, maka pekan depan, bulan depan, apa yang akan mereka gunakan ?. bantuan kita mungkin cukup untuk dua hari.
Maka ayo kita gerakan hati kita untuk membantu saudara kita dengan istiqomah dan kesungguhan niat. Bahwa kita sedang “berdagang” dengan Allah.

#GERAKAN Rp. 1000 perHari

[seri5] Sisi Lain dunia di sekitar kita


Kisah#5 “Masih tentang menjaga kemulian diri”
“Sraakk.. krosaakk.. dug….dug.”
Suara gadung itu memecah keheningan malam. Kadang terdengar keras, jeda dan senyap kembali. Berulang seperti itu. Sesekali suara gadung itu terselingi percakapan. Kalau dari suaranya kelihatannya suara perempuan. Memang benar ternyata, dua perempuan paruh baya berdua sedang mengaduk-ngaduk tong sampah.  Apa yang mereka berdua lakukan? Bukankah ini masih waktunya istirahat ?
Pagi itu masih sangat terlalu dini untuk beraktivitas, dingin masih menjadi selimut yang menggoda untuk lebih berlama-lama dalam pembaringan. Hanya orang-orang yang sudah rindu dengan Sang Kekasih lah, yang bangkit menyembut panggilan cinta untuk bermesraan bersama-NYA. Ini memang sudah pagi kalau dalam anggapan orang orientasi dunia. Bagi pencinta akhirat, ini adalah sepertiga malam terakhir. Waktu yang tepat untuk berdoa, karenanya adalah waktu mustajab untuk meminta. Meminjam istilah guru agama SMA, sinyal lagi full, ibarat jalan raya adalah jalan TOL dalam arti yang sebenarnya. Tapi, semua itu berbeda maknanya bagi dua ibu paruh baya yang akan saya ceritakan. Karena jam 02.30 bukanlah waktu dini hari, bukan pula untuk sepertiga malam. Tapi, WAKTU MENGUMPULKAN REZEKI TERBANYAK.
Mungkin anda sudah terbiasa melihat pemulung masuk kampus untuk mengais sampah yang mempunyai harga jual kembali. Entah pagi, siang, sore atau malam. Kalau dini hari ?, mungkin anda belum pernah menemuinya kalau anda masih enak tidur pada jam sepertiga malam terakhir. Tapi ternyata ada, pangais rezeki dari  tumpukan sampah-sampah yang berada dalam tong itu yang beroperasi  pada waktu dini hari. Mungkin alasannya adalah lebih awal datang pasti masih banyak, meskipun memang demikian adanya. Karena memang malam juga jarang saya lihat ada pemulung yang beroperasi. Hasilnya memang lumayan banyak dari pada pagi atau siang hari.
Masih Tentang menjaga kemulian diri, kembali kita disuguhi pelajaran nyata tentang menjaga izzah diri di hadapan Allah SWT. Kita perlu belajar dari pemulung itu. Pekerjaan yang mungkin mejijikan dan merendahkan martabat, tapi dihadapan manusia. Dua ibu itu lebih memilih mencari rezekinya dari tumpukan sampah. Kotor, bau, sumber penyakit itu pasti. Tapi semua itu dikerjakan dari pada menjadi pengemis. Masih ingatkah dengan hadits dari Nabi bahwa orang-orang yang meminta-minta itu nanti di akhirat datang menghadap Allah dengan keadaaan tanpa muka. Ya, dua ibu paruh baca itu mungkin sudah mengaji lebih dalam dari pada kita. Sehingga melakukan pekerjaan yang mungkin merendahkan diri dihadapan manusia dari pada memalukan diri di hadapan Allah.

Masihkah anda memandang rendah orang-orang yang melakukan pekerjaan yang dari sudut pandang kita rendah ?

[seri4] Sisi Lain dunia di sekitar kita


Kisah#4 “Masih tentang menjaga kemuliaan diri”
Inilah seninya hidup. Kita tidak pernah bisa mengetahui jalan pikiran orang. kadang kita berfikir sesuatu yang seharusnya orang itu tidak melakukan yang ia kerjakan sekarang. Karena menurut pikiran kita hal itu tidak rasional. Tapi inilah hidup. Semuanya memilih jalan masing-masing. Seperti halnya mbok wati dan penjual kacang. Mereka memilih jalan hidup mereka masing-masing. Dan pilihan jalan hidup itu adalah menjaga izzah diri dengan tidak meminta belas kasihan orang dan berusaha dengan tangan mereka sendiri. Salut pada mereka.
Namun, hal itu sangat kontas dengan apa yang kita sering lihat selama ini. Di jalan-jalan, banyak ibu-ibu muda atau anak-anak kecil menengadahkan tangan meminta-minta. Sungguh sangat ironi, tersayat hati ini melihatnya. Rasanya ingin mengumpat mereka agar belajar pada mbok wati dan penjual kacang yang ada dalam kisah sebelumnya. Mungkin akan sangat kontras kalau kita bandingan dengan mereka yang usianya masih muda. Tapi kalau sama-sama sudah di usia senja ? ternyata tetap beda cerita.
Ini adalah sisi lain kampus perjuangan ITS. Pagi itu masih belum juga terik, kampus masih belum banyak mahasiswa. Sebagian mereka memang sudah masuk pagi tadi dan sebagian besar masih nanti siang. Bagi yang menunggu, banyak pilihan untuk sejenak belajar sebelum masuk kelas di tempat yang nyaman. Seperti kursi depan himpunan, kursi luar perpustakaan atau di sekitar BAAK. Semua itu adalah tempat banyak orang berkumpul melepas lelah atau bersemangat melahap buku diktat kuliah. Tapi akan selalu ada yang beda.
Mungkin anda pernah mengalaminya, ketika sedang enak-enak duduk dengan santai melepas lelah atu belajar. Tiba-tiba ada seorang nenek yang menghampiri meja satu per satu. Apa yang dia lakukan?, bukan menawari jasa MLM, bukan pula menawarkan dagangan. Meskipun membawa tas yang ia jinjing dan kertas yang disodorkan ke meja-meja.  Apa yang ia lakukan ?. meminta belas kasihan kepada mereka yang sedang duduk. Berapa yang ia dapat dari meminta-minta itu ?. saya yakin lebih banyak dari pada yang didapat oleh Mbok Wati si penjual koran dan penjual kacang tadi. Apa yang anda rasakan ketika melihatnya?, apa lagi anda telah membaca kisah mbok wati dan si mbah penjual kacang.
Kalau dilihat dari usia, Mbok wati lebih sepuh dibandingkan dengannya. Kalau dari segi kebugaran dan kekuatan, masih berbanding lurus dengan usia. Artinya mbok wati dan mbok penjual kacang itu lebih tidak bugar dan segar dibandingan dengan nenek tadi. Tapi antara mereka beda cara mensyukuri nikmat yang ada. Beda cara memandang izzah diri. Namun, nenek itu lebih memilih meminta-minta dari pada berusaha dengan tangan sendiri. Ya, itulah jalan hidup. Kalau mbok wati masih bisa berbangga diri karrena tidak menjadi beban dari orang lain, entah apa yang akan dibanggakan nenek itu nantinya.
Jika anda bertemu dengan nenek itu atau hal yang serupa, maka berikan saja uang anda. Namun bukan semuanya. Atau kalaupun anda tidak mengasihkan sebagian uang anda itu terserah anda. Tapi pemberian anda adalah racun yang melumpuhkan kemuliaannya. Yang akan membuat nenek itu tidak berhenti untuk meminta belas kasihan orang. bukan dengan usaha sendiri.
HARGAI MEREKA SEBANDING DENGAN USAHA MEREKA


[Seri3] Sisi lain dunia sekitar kita


Sejenak mari kita perhatikan , orang-orang di sekitar kita, kejadian-kejadian di sekitar kita. Setelah itu, renungkanlah semua yang anda lihat. Sungguh,Allah memberikan banyak hikmah yang tersimpan di sisi lain kehidupan sekitar kita. Sekarang, tinggal kita bisa atau tidak melihat semua itu, menjadi ulul albab seperti yang telah difirmankan dalam Al-qur’an:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190-191)
Dan dalam pergiliran siang dan malam, selalu ada aktivitas anak adam yang mungkin luput dari perhatian yang mendalam. Mari ke sini, rehat sejenak bersama mengambil hikmah yang berserakan.  Datanglah dan bacalah dengan nama Tuhan mu yang telah menciptakan semua itu..

Kisah#2 “masih tentang Izzah diri”

Kisah ini, masih tentang mempertahankan kemuliaan diri dalam himpitan ekonomi. Kisah ini sangat dengan kita. Bagi mahasiswa ITS mungkin tidak asing lagi, apalagi anda yang senang nongkrong di kursi depan perpus ITS. Tapi sudah hampir setengah semester ini tidak kelihatan. Masih ingatkan anda dengan nenek penjual kacang dalam bungkusan kertas berbentuk kerucut. Dalam nampan dari anyaman bamboo yang dibawa di atas kepala. Masih ingatkah ?
Sayang belum sempat ngobrol dengan beliau. Namun kita perlu belajar kepadanya, tentang kemuliaan diri dan usaha sampai mati.  Belajar dari nenek  yang diusia senjanya  masih harus membanting tulang untuk menafkahi dirinya sendiri atau mungkin juga keluarganya. Entahlah. Hampir sama dengan Mbok wati penjual Koran di perempatan Jl. Klampis jaya. Kerutan wajahnya yang menceritakan perjuangan kerja kerasnya adalah bilangan dzikir yang tak terhingga hitungannya. Nenek itu menjual jajanan yang sudah tidak lagi keren di mata mahasiswa sekarang. Bayangkan saja, nenek itu berjualan “kacang godhok” dibungkus kertas berbentuk kerucut mirip di desa saya.  Hari gini mahasiswa masih makan kacang ? gak keren banget !!!!. Maklum, nenek itu tidak pernah belajar tentang teori pemasaran dan tidak up date pula makanan yang digemari pelanggan. Jelas, dagangan itu hanya dilihat dan tanpa ada yang menyentuh. Sampai pada suatu saat saya lihat nenek itu tertidur dalam sandaran. Mungkin  sudah lelah harus membawa dagangan dari kejawan ke dalam kampus dan berkeliling. Jalannya sempoyongan membawa kacang itu diatas kepalanya. Namun, dari disinilah kita akan banyak belajar.
Pertama, tentang keyakinan bahwa Allah akan memberi rezeki.
Mungkin nenek itu belajar dari falsafah burung yang pernah nabi ceritakan. Dalam mencari rezeki Allah, lihatlah burung itu. Keluar di pagi hari, berkeliling kesana kemari tanpa kenal lelah mencari makan. Berangkat dengan perut kosong yang telah disiapkan sebagai wadah. Lihatlah apa yang terjadi setelah dia pulang ???. Perut itu sudah penuh dengan makanan. Bagi burung, yang dia tahu adalah berusaha sebisa mungkin. Dan Allah akan mencukupi dari jalan-jalan yang tidak diduga.
Begitu juga mungkin apa yang dilakukan oleh nenek penjual kacang itu. Beliau berangkat pagi dengan dagangannya. Pokoknya ada manusia yang masih bisa makan kacang, maka ia akan berjualan disitu. Mungkin itu prinsip berdagangannya. Lihatlah, nenek itu tidak menggunakan teori marketing sama sekali. Salah tempat, salah barang dagangan dan salah dalam pengemasan. Tidak melakukan segmentasi pasar. Pokoknya menyalahi aturan dalam berbisnis yang baik. Namun semua itu beliau robohkan dengan teori “TAWAKAL”. Ya, selama ini jualannya sisa sedikit. Entah apa motif pembeli, KASIHAN atau memang KEBUTUHAN. Tapi yahng jelas barang dagangannya berkurang dan mendapat uang. Itulah rezeki Allah, datang dari arah yang tidak terduga-duga.
Kedua adalah soal menjaga kemuliaan diri.  Sama halnya dengan mbok wati, nenek penjual kacang itupun kalau tidak berjualan dan hanya menegadahkan tangan, wajar. Di usia yang memang tak selayaknya bekerja. Tapi itulah nenek penjual kacang itu, mejaga kemuliaan dirinya dengan tidak meminta-minta belas kasihan orang lain. Berjuang dengan segenap tenaga dan sejauh kemampuan diusia yang sudah tak lagi tua. Kita bisa belajar bagaimana seharusnya kita menampatkan diri kita. Kita bukan menjadi benalu yang menyusahkan orang, namun solusi dari permasalahan orang. kita memberi bantuan, bukan berharap menerima bantuan. Itulah kemulian hidup. Itulah kebanggan hidup. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, kata pak ustadz tempo dulu pas ngaji. Itulah jalan nenek penjual kacang, yang bangga dengan tidak meminta belas kasihan orang.

MAKA HARGAILAH USAHANYA AGAR BELIAU TETAP BISA BERTAHAN DALAM MENJAGA KEMULIAN DIRINYA Dengan MEMBELI BARANG DAGANGANNYA.

[Seri2] Sisi Lain Dunia sekitar kita


Sejenak mari kita perhatikan , orang-orang di sekitar kita, kejadian-kejadian di sekitar kita. Setelah itu, renungkanlah semua yang anda lihat. Sungguh,Allah memberikan banyak hikmah yang tersimpan di sisi lain kehidupan sekitar kita. Sekarang, tinggal kita bisa atau tidak melihat semua itu, menjadi ulul albab seperti yang telah difirmankan dalam Al-qur’an:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190-191)
Dan dalam pergiliran siang dan malam, selalu ada aktivitas anak adam yang mungkin luput dari perhatian yang mendalam. Mari ke sini, rehat sejenak bersama mengambil hikmah yang berserakan.  Datanglah dan bacalah dengan nama Tuhan mu yang telah menciptakan semua itu..
Kisah#1
Kalau anda ke daerah klampis jaya, komplek pertokaan. Maka perhatikanlah sekitar anda. Terutama ketika anda harus berhenti di perempatan itu, tengoklah kanan anda tepat ditengah pembatan jalan. Anda akan menemui setumpuk Koran harian pagi surya. Dibagikan gratis ? Tidak !!!. karena itu adalah dagangan. Jika ada nenek menghampiri anda, itu bukan nenek pengemis. Lihatlah apa yang ada di tangannya. Bukan kaleng wadah uangkan ? dan tangannya pun bukan menengadah tanda meminta. Ya, karena yang ditangan tuanya itu adalah setumpuk Koran harian surya. Koran tadi adalah dagangan mbok wati begitu biasanya disebut. Mungkin beliau adalah penjual Koran tertua di Indonesia. Diusia yang tak lagi muda, tidak seharusnya mbok wati untuk tetap membanting tulang bekerja. Sudah seharusnya beliau menikmati usia tuanya untuk berdzikir mendekatkan diri kepada Illahi, berdiam diri dalam surua atau masjid. Tapi itulah mbok wati, mempunyai cara sendiri untuk berDzikir mensyukuri nikmat illahi.
Dzikir beliau adalah kerja keras menghidupi diri sendiri dengan masih menjaga Izzah (kemuliaan), dengan bilangan setiap butiran debu yang  menempel dalam tiap jengkal kulitnya, setiap panas terik matahari siang yang membakar kulitnya, setiap buliran peluh yang menetes menganak sungai di wajah keriputnya. Mungkin kita akan memaklumi jikalau yang dilakukan mbok wati adalah meminta-minta belas kasihan orang yang berhenti di perempatan hanya dengan menengadahkan tangan tanpa harus berjualan. Tapi itulah mbok wati, memilih jalan tersendiri untuk tetap bertahan hidup di kerasnya persaingan Surabaya. APRESIASILAH KAWAN !!!
Saya jadi teringat kejadian beberapa hari lalu, saat sedang melintas di perempatan kertajaya. Lampu merah 99 detik itu lama sekali. Kalau anda jam 12.00 berhenti disana, mungkin anda akan segera mandi keringat. Saat itu jam menunjukan jam 14.00, sudah rata dinginlah. Tapi ukuran Surabaya. Meyelip diantara mobil-mobil adalah sensasi sendiri. Tapi sensasi yang tak terkira adalah ketemu nenek penjual Koran. Mbok wati jualan Koran di perempatan kertajaya. Perkiraan saya, beliau sengaja pindah karena sudah tidak kuat panasnya berjualan di Jl. Klampis Jaya. Saya perhatikan, beliau menghampiri mobil yang masih tertutup kacanya, coba menawarkan korannya dengan menunjukan headline harian itu.  dan hasilnya tidak ada respon untuk membuka kaca. Maklum saja kawan, bayangkan saja. Hari sudah hampir sore, dan sudah ribuan berita baru muncul di website online. Namun yang di sodorkan adalah berita tadi pagi. Ibarat makanan itu, sudah basi. Maklum jika ada yang tidak membuka kaca mobilnya, kalau semuanya itu hanya dilihat dari kacamata kebutuhan pribadi kita.
Setelah tak ada respon dari pengemudi mobil itu, beliau menghampiri saya. Sama yang beliau lakukan, menyodorkan headline berita harian surya itu. Setelah melihatnya, sebenarnya tidak menarik beritanya. Namun, entah kenapa tiba-tiba saya bertanya “pinten mbah? (berapa mbah?)”.  nenek itu tidak menjawab dengan kata-kata, hanya isyarat dengan telunjuk yang artinya seribu rupiah. Seribu ?? berapakah untung yang didapat dari berjualan koran yang harganya seribu ? Rp.900, Rp. 500, Rp.300 atau Rp.50. rasanya bukan yang pertama. Sebandingkah dengan usaha mereka? entahlah.  Tanpa pikir panjang langsung ku keluarkan uang, dan yang keluar adalah uang duaribu-an. Koran sudah ditangan dan uang sudah diberikan. Sebenarnya saya coba menunggu pengembalian sisanya, namun binar mata nenek itu tidak mampu membuatku mengeluarkan kata-kata. Nenek itu kemudian mendo’akan sambil mengelus kaki dan yang terdengar hanya ucapan “maturnuwun”. Do’a apa ? entah tak dapat terdengan dengan jelas karena telinga  tertutup oleh helm. Haahh, segitunya ??, uang seribu rupiah yang hanya cukup untuk parkir itu berbalas do’a yang mulia dari orang yang berjihad untuk menafkahi keluarnya. Rasanya tidak berimbang aja. Tapi itulah nyatanya.
Kawan, jikalau kalian bertemu mbok wati-mbok wati lain, berilah apresiasi kepada mereka dengan membeli barang dagangannya. Kasih uang lebih, atau jangan menawar jika memang ketinggian selama tidak keterlaluan. Apresiasialah usaha mereka untuk tetap menjaga izzah diri mereka, yang tetap bersyukur dan berdzikir dengan setiap usaha yang mereka lakukan. Mungkin uang yang kita berikan tidak seberapa dengan apa yang ada didompet mereka. Tapi uang yang anda berikan adalah jaminan untuk mereka dan keluarganya makan esok hari. Bersyukurlah kalau hari ini anda masih dalah hidup yang nyaman. Berikan sedikit kenyamanan anda kepada mereka.


[seri 1] Sisi Lain Dunia sekitar kita


Sejenak mari kita perhatikan , orang-orang di sekitar kita, kejadian-kejadian di sekitar kita. Setelah itu, renungkanlah semua yang anda lihat. Sungguh,Allah memberikan banyak hikmah yang tersimpan di sisi lain kehidupan sekitar kita. Sekarang, tinggal kita bisa atau tidak melihat semua itu, menjadi ulul albab seperti yang telah difirmankan dalam Al-qur’an:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190-191)
Dan dalam pergiliran siang dan malam, selalu ada aktivitas anak adam yang mungkin luput dari perhatian yang mendalam. Mari ke sini, rehat sejenak bersama mengambil hikmah yang berserakan.  Datanglah dan bacalah dengan nama Tuhan mu yang telah menciptakan semua itu..
Kisah #1 : Teknologi itu Mengalihkan dunia mu
Ketika anda masuk rumah makan, restoran, warung atau apaun namanya pokoknya tempat makan. Sapulah seluruh ruangan dengan pandangan anda. Perhatikan semuanya. Bukan menu makanannya!!, karena kita tidak akan membahas itu untuk sekarang. Perhatikan apa yang mereka semua lakukan, perhatikan semua gerakan mereka. Apa yang anda lihat ??.  Anda mungkin akan melihat seperti apa yang lihat. Semua orang, anak-anak, remaja sampai orang tua semua memegang Handphone.  Dan apa yang mereka kerjakan dengan handphone mereka ??. main Game. Bayangkan kawan, mereka berkumpul dalam satu meja, dalam satu forum. Namun mereka semua berada di dunia yang berbeda. Raga mereka berada di situ, berkumpul melingkari meja. Tapi jiwa dan pikiran mereka tidak lagi bersama. Semua asyik dalam dunia masing-masing. Padahal banyak yang dapat mereka bicarakan dengan santai dalam meja makan. Tapi itulah mereka. Semoga anda bukan bagian dari mereka.
Pernah ada satu keluarga dalam satu rumah makan, yang mereka laukan bukan mengobrol, bercanda atau berdiskusi tentang rencana-rencana keluarga. Mereka malah asyik dengan kegiatan masing-masing. Si anak yang asyik dengan game di Smartphone-nya, sang kakak sedang asyik dengan tweeter dan facebook-nya, si ibu yang malah tenggelam ber-sms dengan ibu-ibu PKK dan sang ayah yang masih saya menelepon sana-sini urusan bisnisnya. Hahh… apa-apaan ini ?. teknologi itu telah mengalihkan dunia mereka. Meja makan tidak lagi menjadi tempat yang asyik untuk berdiskusi dan merekatkan keluarga. Bahkan mereka makan masih dengan asyik dengan Handphone masing-masing. Tenyata kedekatan raga sekarang bukan berarti kedekatan jiwa..
Teknologi itu, mengalihkan dunia mu

Kisah #2 : Belajar dai bapak Ciputra
Inilah cara bijak menggunakan teknologi.
Pernah ada cerita dari orang-orang yang pernah bertemu dan melakukan rapat dengan Pak Ciputra. Unik ceritanya.  Semua orang yang pernah membersamainya pasti akan menceritakan ini. Ada ciri khas tersendiri dari setiap rapat-rapat Pak Ciputra. Semua harus memperhatikan dengan seksama dalam rapat, mulai dari dibuka sampai ditutupnya rapat. Apa yang pak ciputra lakukan hingga terkenang oleh semua orang yang pernah rapat bersamanya ?. Ternyata hanya masalah sepele, Namun sangat berdampak. Dalam setiap rapat-rapat bisnisnya, Pak Ciputra selalu mengatakan di awal “silahkan Handphonenya di angkat. Silahkan digeser ke tengah”. Hanya itu.!!!. bukan untuk saling pamer atau membanding-bandingakan Handphone. Ssepele bukan. Hanya untuk mengumpulkan Handphone selama rapat berlangsung.Pak Ciputra belajar dari pengalaman ketika rapat dimulai, bersamaan itu pula semua orang asyik dengan kegiatan bersama smartphone mereka. Hingga akhirnya beliau pakai cara pengumpulan Handphone yang cukup efektif.

Dalam setiap rapat-rapat kita, mungkin perlu kita berlakukan aturan ini. Hingga setiap rapat yang kita lakukan tidak perlu lama-lama dan hasil yang dikeluarkan adalah  hasil yang brilian. Bijaklah menggunakan teknologi, jangan sampai menjadikan anda keledai akibat teknologi