Wednesday, October 9, 2013

[seri5] Sisi Lain dunia di sekitar kita


Kisah#5 “Masih tentang menjaga kemulian diri”
“Sraakk.. krosaakk.. dug….dug.”
Suara gadung itu memecah keheningan malam. Kadang terdengar keras, jeda dan senyap kembali. Berulang seperti itu. Sesekali suara gadung itu terselingi percakapan. Kalau dari suaranya kelihatannya suara perempuan. Memang benar ternyata, dua perempuan paruh baya berdua sedang mengaduk-ngaduk tong sampah.  Apa yang mereka berdua lakukan? Bukankah ini masih waktunya istirahat ?
Pagi itu masih sangat terlalu dini untuk beraktivitas, dingin masih menjadi selimut yang menggoda untuk lebih berlama-lama dalam pembaringan. Hanya orang-orang yang sudah rindu dengan Sang Kekasih lah, yang bangkit menyembut panggilan cinta untuk bermesraan bersama-NYA. Ini memang sudah pagi kalau dalam anggapan orang orientasi dunia. Bagi pencinta akhirat, ini adalah sepertiga malam terakhir. Waktu yang tepat untuk berdoa, karenanya adalah waktu mustajab untuk meminta. Meminjam istilah guru agama SMA, sinyal lagi full, ibarat jalan raya adalah jalan TOL dalam arti yang sebenarnya. Tapi, semua itu berbeda maknanya bagi dua ibu paruh baya yang akan saya ceritakan. Karena jam 02.30 bukanlah waktu dini hari, bukan pula untuk sepertiga malam. Tapi, WAKTU MENGUMPULKAN REZEKI TERBANYAK.
Mungkin anda sudah terbiasa melihat pemulung masuk kampus untuk mengais sampah yang mempunyai harga jual kembali. Entah pagi, siang, sore atau malam. Kalau dini hari ?, mungkin anda belum pernah menemuinya kalau anda masih enak tidur pada jam sepertiga malam terakhir. Tapi ternyata ada, pangais rezeki dari  tumpukan sampah-sampah yang berada dalam tong itu yang beroperasi  pada waktu dini hari. Mungkin alasannya adalah lebih awal datang pasti masih banyak, meskipun memang demikian adanya. Karena memang malam juga jarang saya lihat ada pemulung yang beroperasi. Hasilnya memang lumayan banyak dari pada pagi atau siang hari.
Masih Tentang menjaga kemulian diri, kembali kita disuguhi pelajaran nyata tentang menjaga izzah diri di hadapan Allah SWT. Kita perlu belajar dari pemulung itu. Pekerjaan yang mungkin mejijikan dan merendahkan martabat, tapi dihadapan manusia. Dua ibu itu lebih memilih mencari rezekinya dari tumpukan sampah. Kotor, bau, sumber penyakit itu pasti. Tapi semua itu dikerjakan dari pada menjadi pengemis. Masih ingatkah dengan hadits dari Nabi bahwa orang-orang yang meminta-minta itu nanti di akhirat datang menghadap Allah dengan keadaaan tanpa muka. Ya, dua ibu paruh baca itu mungkin sudah mengaji lebih dalam dari pada kita. Sehingga melakukan pekerjaan yang mungkin merendahkan diri dihadapan manusia dari pada memalukan diri di hadapan Allah.

Masihkah anda memandang rendah orang-orang yang melakukan pekerjaan yang dari sudut pandang kita rendah ?

0 comments:

Post a Comment