Wednesday, October 9, 2013

[Seri2] Sisi Lain Dunia sekitar kita


Sejenak mari kita perhatikan , orang-orang di sekitar kita, kejadian-kejadian di sekitar kita. Setelah itu, renungkanlah semua yang anda lihat. Sungguh,Allah memberikan banyak hikmah yang tersimpan di sisi lain kehidupan sekitar kita. Sekarang, tinggal kita bisa atau tidak melihat semua itu, menjadi ulul albab seperti yang telah difirmankan dalam Al-qur’an:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190-191)
Dan dalam pergiliran siang dan malam, selalu ada aktivitas anak adam yang mungkin luput dari perhatian yang mendalam. Mari ke sini, rehat sejenak bersama mengambil hikmah yang berserakan.  Datanglah dan bacalah dengan nama Tuhan mu yang telah menciptakan semua itu..
Kisah#1
Kalau anda ke daerah klampis jaya, komplek pertokaan. Maka perhatikanlah sekitar anda. Terutama ketika anda harus berhenti di perempatan itu, tengoklah kanan anda tepat ditengah pembatan jalan. Anda akan menemui setumpuk Koran harian pagi surya. Dibagikan gratis ? Tidak !!!. karena itu adalah dagangan. Jika ada nenek menghampiri anda, itu bukan nenek pengemis. Lihatlah apa yang ada di tangannya. Bukan kaleng wadah uangkan ? dan tangannya pun bukan menengadah tanda meminta. Ya, karena yang ditangan tuanya itu adalah setumpuk Koran harian surya. Koran tadi adalah dagangan mbok wati begitu biasanya disebut. Mungkin beliau adalah penjual Koran tertua di Indonesia. Diusia yang tak lagi muda, tidak seharusnya mbok wati untuk tetap membanting tulang bekerja. Sudah seharusnya beliau menikmati usia tuanya untuk berdzikir mendekatkan diri kepada Illahi, berdiam diri dalam surua atau masjid. Tapi itulah mbok wati, mempunyai cara sendiri untuk berDzikir mensyukuri nikmat illahi.
Dzikir beliau adalah kerja keras menghidupi diri sendiri dengan masih menjaga Izzah (kemuliaan), dengan bilangan setiap butiran debu yang  menempel dalam tiap jengkal kulitnya, setiap panas terik matahari siang yang membakar kulitnya, setiap buliran peluh yang menetes menganak sungai di wajah keriputnya. Mungkin kita akan memaklumi jikalau yang dilakukan mbok wati adalah meminta-minta belas kasihan orang yang berhenti di perempatan hanya dengan menengadahkan tangan tanpa harus berjualan. Tapi itulah mbok wati, memilih jalan tersendiri untuk tetap bertahan hidup di kerasnya persaingan Surabaya. APRESIASILAH KAWAN !!!
Saya jadi teringat kejadian beberapa hari lalu, saat sedang melintas di perempatan kertajaya. Lampu merah 99 detik itu lama sekali. Kalau anda jam 12.00 berhenti disana, mungkin anda akan segera mandi keringat. Saat itu jam menunjukan jam 14.00, sudah rata dinginlah. Tapi ukuran Surabaya. Meyelip diantara mobil-mobil adalah sensasi sendiri. Tapi sensasi yang tak terkira adalah ketemu nenek penjual Koran. Mbok wati jualan Koran di perempatan kertajaya. Perkiraan saya, beliau sengaja pindah karena sudah tidak kuat panasnya berjualan di Jl. Klampis Jaya. Saya perhatikan, beliau menghampiri mobil yang masih tertutup kacanya, coba menawarkan korannya dengan menunjukan headline harian itu.  dan hasilnya tidak ada respon untuk membuka kaca. Maklum saja kawan, bayangkan saja. Hari sudah hampir sore, dan sudah ribuan berita baru muncul di website online. Namun yang di sodorkan adalah berita tadi pagi. Ibarat makanan itu, sudah basi. Maklum jika ada yang tidak membuka kaca mobilnya, kalau semuanya itu hanya dilihat dari kacamata kebutuhan pribadi kita.
Setelah tak ada respon dari pengemudi mobil itu, beliau menghampiri saya. Sama yang beliau lakukan, menyodorkan headline berita harian surya itu. Setelah melihatnya, sebenarnya tidak menarik beritanya. Namun, entah kenapa tiba-tiba saya bertanya “pinten mbah? (berapa mbah?)”.  nenek itu tidak menjawab dengan kata-kata, hanya isyarat dengan telunjuk yang artinya seribu rupiah. Seribu ?? berapakah untung yang didapat dari berjualan koran yang harganya seribu ? Rp.900, Rp. 500, Rp.300 atau Rp.50. rasanya bukan yang pertama. Sebandingkah dengan usaha mereka? entahlah.  Tanpa pikir panjang langsung ku keluarkan uang, dan yang keluar adalah uang duaribu-an. Koran sudah ditangan dan uang sudah diberikan. Sebenarnya saya coba menunggu pengembalian sisanya, namun binar mata nenek itu tidak mampu membuatku mengeluarkan kata-kata. Nenek itu kemudian mendo’akan sambil mengelus kaki dan yang terdengar hanya ucapan “maturnuwun”. Do’a apa ? entah tak dapat terdengan dengan jelas karena telinga  tertutup oleh helm. Haahh, segitunya ??, uang seribu rupiah yang hanya cukup untuk parkir itu berbalas do’a yang mulia dari orang yang berjihad untuk menafkahi keluarnya. Rasanya tidak berimbang aja. Tapi itulah nyatanya.
Kawan, jikalau kalian bertemu mbok wati-mbok wati lain, berilah apresiasi kepada mereka dengan membeli barang dagangannya. Kasih uang lebih, atau jangan menawar jika memang ketinggian selama tidak keterlaluan. Apresiasialah usaha mereka untuk tetap menjaga izzah diri mereka, yang tetap bersyukur dan berdzikir dengan setiap usaha yang mereka lakukan. Mungkin uang yang kita berikan tidak seberapa dengan apa yang ada didompet mereka. Tapi uang yang anda berikan adalah jaminan untuk mereka dan keluarganya makan esok hari. Bersyukurlah kalau hari ini anda masih dalah hidup yang nyaman. Berikan sedikit kenyamanan anda kepada mereka.


1 comment:

  1. dulu juga pernah, waktu naik taxi di daerah kertajaya ada anak kecil yang mendekat di jendela mobil. trus kubuka, parahnya kirain dia mau "minta", yauda kukasih. trus dengan muka yang khas anak kecil itu bilang "enggak mbak, ini (nunjukin kerupuk jualannya), tapi harganya 10.000 3 plastik." (mbak e mbrebes mili). waaah tega sekali aku suudzon sama anak sekecil ini, hmm

    ReplyDelete