Monday, December 29, 2014

Cermin bagi yang merasa

Saya temukan tulisan ini dari nyangkruk sambil ngobrol ngalor-ngidul, saat itu sedang ramainya pemberitaan atas tertangkapnya (mantan) ketua umum PKS, Ustadz Lutfi Hasan. Saya ditunjukan tulisan ini, beberapa saat membaca, dalam hati kemudian berbisik "inilah cermin bagi kita". Inilah persepsi orang diluar ketika melihat PKS.  Tulisan ini ibarat bayangan yang tertangkap cermin penulisi. sehingga bukan salah dia kalau menilai seperti itu, mungkin memang ada orang-orang yang menjadi bagian dari jamaah tersebut bersikap seperti itu. mungkin bukan kita, tapi sebelah kita. Mari berinstropeksi, karena kita adalah kumpulan manusia BUKAN MALAIKAT.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kader PKS, Mari Belajar Bersama...

oleh Sigit kamseno
di post tanggal 1 agustus 2014

Teman-teman kader PKS,  selepas  Ashar ini di beranda rumah, mari kita minum teh hangat sembari sharing dari hati ke hati. Semoga angin sepoi-sepoi nan lembut dan hamparan rumput di depan beranda mungil ini bisa menemani obrolan ringan kita. Saya ingin sedikit curhat, terutama tentang aktivitas kader-kader PKS belakangan di dunia maya, yang tentu saja baik, namun pada beberapa hal nampak berlebihan.

Perjuangan kader PKS di Indonesia tentu baik. Dulu, melihat muslimah mengenakan jilbab sangatlah sulit. Di sekolah-sekolah, apalagi instansi pemerintah, jilbab menjadi hal yang tabu. Waktu itu di media massa bahkan wanita berhijab acap diilustrasi secara buruk. Saya masih ingat betul ketika masih SMP, bagaimana sebuah surat kabar nasional memuat ilustrasi pencurian di swalayan dengan gambar wanita berjilbab dengan tudingan kain penutup aurat itu adalah sarana utk sembunyikan hasil kutilan jajanan supermarket. Atau, ilustrasi nonsense lainnya dimana tampak seorang ibu yang mengenakan jilbab sedang menyusui anaknya, namun dengan dada terbuka. Belum lagi tudingan aliran sesat dan seterusnya. Saya, ‘diusiaku yang 29th my age’ ini (huft!) masih merasakan ujung dari perjuangan perempuan-perempuan itu utk diberi kebebasan mengenakan hijab di ijazah SMP dan SMA: kakak angkatan saya masih membukanya lantaran represifitas pemerintah terhadap selembar kain penutup aurat itu.  Bayangkan, demikian sulitnya sekadar untuk tunaikan perintah agama.

Dan adalah kader PKS, antara lain almarhumah Yoyoh Yusroh (semoga Allah menempatkan beliau pada tempat terindah di sisi-Nya) bersama rekan-rekannya seperti Wirianingsih, dan kader-kader gerakan tarbiyah (cikal bakal PKS) lainnya yang berdarah-darah memperjuangkan kebebasan agar wanita muslimah dibebaskan untuk menutup aurat, sebab ia panggilan agama. Utk keyakinan ini, mari kita abaikan celotehan anak-anak Islam liberal yang selalu nyinyir anggap jilbab sebagai tradisi Arab. Kita katakan, “Tradisi Arab itu tari perut, bung! Aurat terbuka bebas kemana-mana.” Justru ketika turun kewajiban berjilbab sebagai perintah Tuhan, wanita-wanita Arab yang bertaqwa bergegas menutup kepalanya meski harus kenakan tirai yang masih menggantung.

Kini, perjuangan untuk mengenakan hijab telah menemukan buahnya. Mata kita haru dan basah ketika pemerintah akhirnya membolehkan jilbab digunakan di instansi-instansi plat merah, juga dibolehkannya foto berjilbab pada ijazah sekolah-sekolah menengah. Sekarang sangatlah mudah menemukan wanita berjilbab di mana-mana, mulai instansi pemerintah hingga perbankan, dari buruh-buruh pabrik garmen hingga anak-anak pra sekolah, mulai tukang jamu gendong hingga eksekutif muda di perusahaan multinasional, semua kenakan jilbab. Malah kini kondisinya berbalik, jika rekan-rekan berkunjung ke kementerian atau lembaga-lembaga milik Negara, lalu menemukan wanita tak berjilbab, hati tergelitik bertanya: “apakah Anda Muslimah?”
Walhamdulillah, dakwah dengan cara mulia telah menikmati hasilnya. Kisah kolosal wanita-wanita itu dalam memperjuangkan penggunaan jilbab di masa orde baru bisa kita baca dalam buku Revolusi Jilbab, Karya Alwi Alatas, atau dalam buku Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan 

Pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Kita akan dapati perjuangan para senior tersebut memerlukan waktu yang tak singkat. Tidak seumpama mie instan yang bisa dinikmati segera setelah dimasak. Semoga menjadi amal shalih dalam hamparan keikhlasan bagi mereka-mereka yang berjuang berpeluh keringat untuk generasi baru yang kini sangat mudah kenakan jilbab dengan aneka modelnya yang penuh warna.

Selain itu...

Selain Jilbab misalnya, teman-temanku kader PKS, isu Palestina kini hangat dibicarakan dimana-mana. Pak SBY di website dan Fan Page-nya (gaul ya presiden kita) juga menulis surat terbuka berlembar-lembar untuk isu Palestina ini. Bahkan kemarin, sebuah acara infotainment turut pula menayangkan profil syuhada Palestina, termasuk tokoh legendaris al-Syaikh Ahmad Yassin. Luar biasa! Kini Televisi dan media cetak ramai-ramai menulisan kata “Pejuang” untuk Mujahidin Palestina, sebuah konotasi positif karena senyatanya mereka memang berjuang membebaskan negaranya, seumpama leluhur kita kala melawan penjajahan bule-bule Belanda itu.

Padahal dulu, media massa nampak berat menggunakan kata “Pejuang”, umumnya mereka hanya menulis ‘militan’ Palestina, dll. Bahkan, untuk tanah Islam lain di sudut-sudut bumi ini, media massa kerap menulisnya: “Pemberontak Chechnya,” “Pemberontak Moro”, “Pemberontak Kashmir”, dll. Kata pemberontak dalam konteks tadi tentu saja, mengutip Adian Husaini dalam bukunya Penyesatan Opini, hanya tepat jika media massa tersebut satu perspektif dengan Penjajah. Seumpama Belanda menyebut pahlawan-pahlawan Kemerdekaan Indonesia dengan sebutan “Pemberontak”.

Di Indonesia, terutama era Orde Baru, yang concern pada isu Palestina ini hanya kelompok Islam, hanya saja kampanyenya tak terlalu massif. Dulu ada KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) yang dimotori alm.Ahmad Sumargono, yang kemudian menjadi politisi Partai Bulan Bintang (PBB). Dalam perkembangannya, yang lebih massif mengampanyekan isu Palestina ini adalah kader-kader PKS. Kampanye kader-kader PKS di berbagai media online termasuk sosial media, juga Aksi Demonstrasi sekaligus penggalangan dana yang dilakukan PKS secara kontinyu berhasil menyedot perhatian media massa. Beberapa kali masuk sebagai editorial media Indonesia yang dibedah di Metro Pagi.

Bagaimana tidak, Anda bisa bayangkan sebuah long march ratusan ribu massa dari Monas-Bundaran HI-Monas, memenuhi dua jalur utama jalan MH.Thamrin, dimana kepala long march itu sudah balik lagi ke Monas namun ekornya masih ada di titik start.
Untuk rekan-rekan yang berberat hati menerima fakta tentang peran PKS terhadap isu Palestina ini, saya bertanya: “apakah di Indonesia ini Anda menemukan ada organisasi yang peduli terhadap Palestina sebesar PKS?” jika Anda tak temukan, Anda serupa dengan seorang penceramah di Masjid kementerian Agama RI tahun lalu yang mengatakan, “tidak ada unjuk rasa yang bisa memenuhi jalan MH.Thamrin, kecuali jika PKS sedang demo solidaritas Palestina.” Anda juga sama dengan teman kuliah saya yang kini jadi pengamat politik di Charta Politika, dalam kolomnya di Harian Tempo, medio 2006 silam, bahwa ada kaitan antara PKS dan Masa Depan Palestina.

Sekarang Jokowi juga peduli terhadap Palestina, dan tentu secara otomatis media-media pendukungnya lakukan hal serupa. Selepas Pilpres kemarin, anak-anak Islam liberal yang kerap nyinyir terhadap aksi-aksi peduli Palestina kini lebih soft. Siapapun yang nyinyir terhadap tragedi kemanusiaan di Palestina kini tak akan punya teman, baik di Jokowi, apalagi di kubu Prabowo.

Walhamdulillah, dakwah telah menemukan jalannya. Padahal dulu aksi-aksi Solidaritas PKS untuk Palestina dicibir sebagian orang, untuk apa urusi negara orang? katanya. Tapi PKS bergeming. Tak hirau apapun yg dikatakan mereka yang usil. Dan kini ia telah menemukan buahnya, semua peduli Palestina. Dakwah memang perlu dilakukan dengan baik dan sabar. Sememangnya, sekali lagi, jalan dakwah bukan mie instan yang segera bisa dinikmati selepas diseduh. Sebagaimana antum, rekan-rekan PKS ketahui, ia adalah jalan yang thawil (panjang) wa lakin ashil (tetapi terjaga keasliannya).

Hal lain, belum lagi jika bicara tentang alternatif musik Islami serupa nasyid yang banyak diboomingkan oleh ‘anak-anak tarbiyah’, tren fashion dan aplikasi Islami, konsep-konsep ekonomi syariah, tren ruqyah syar’iyah, hingga lembaga-lembaga filantropi/kemanusiaan yang banyak dimotori oleh aktivis-aktivis gerakan Tarbiyah. Semoga tak ada yang berberat hati untuk menerima fakta tersebut.

Point saya adalah, betapa rekan-rekan dari Gerakan Dakwah Tarbiyah yang merupakan basis inti dari PKS, memiliki peran yang positif dalam lanskap sosial kemasyarakatan di Indonesia. Tentu saja, tanpa menafikan peran ormas-ormas Islam lain di Indonesia, terutama Nahdhatul Ulama (dimana saya merupakan bagian di dalamnya), dan Muhammadiyyah yang merupakan assabiquunal awwaluun di Nusantara, yang berperan  besar dalam kancah kemerdekaan negara kita. Tentu berlembar-lembar halaman tak cukup wakili kebaikan dua ormas tersebut.

Namun Kini Kader-Kader PKS...

Tadi itu yang baik-baiknya. Semoga rekan kader PKS tak berberat hati jika saya sampaikan pula sisi yang lain. Bulan nan elok, tentu tak cuma punya satu wajah. Ada sisi gelap dari bulan yang tak pernah kita lihat. Tak ada gading yang tak retak, semoga obrolan kita sore ini bisa menambal retak itu, memolesnya dengan baik hingga gading tetap indah dan kokoh. Sila diminum dulu teh manisnya sebelum dingin. Itu sudah dicampur gula zero kalori yang harganya agak mahal. Biar perut kita, terutama sebagai suami, ga gendut, kata istri saya :D

Belakangan ini, terutama di media massa, acapkali saya jumpai dua hal yang kerap membuat kening saya berkerut. Pertama adalah broadcast hoax, kedua adalah sumpah serapah.

Dan yang membuat kening saya tambah keriput sehingga kegantengan saya memudar adalah, sumpah serapah itu tak jarang dilakukan oleh kader-kader PKS, terutama untuk menyerang lawan politik. Hal ini diakui bukan saja oleh masyarakat umum, tapi juga oleh kader PKS itu sendiri. Pernah dalam satu kesempatan, saya bicara di grupwhatsapp, “saya ingin buat tulisan yang mengkritik kader PKS”, dan rekan-rekan tahu komentar di bawah saya: “akhi Sigit, siap-siap antum di-bully >.<””, begitu katanya. (nampaknya untuk hal ini kita perlu 'wow' dulu, ya).

Jadi jika Anda berani mengkritik PKS, anda harus siap dengan konsekuensi di-bully oleh kader-kader PKS. Bahkan dalam Pilpres lalu, saya hanya bikin status facebook bahwa “Jokowi adalah orang baik” pun, saya dicacimaki. Seolah lawan PKS tak boleh dipuji. Jokowi haruslah orang jahat. Fenomena ini sama persis seumpama kita mengkritik Jokowi, kita harus siapkan mental untuk di-bully oleh anak-anak Jasmev. Jika untuk Jasmev saya pernah menulis “Nabi Baru Bernama Jokowi”, apakah untuk sebagian kader PKS itu layak kita menulis “Agama Baru Bernama PKS” ?

Tentu  tak sampai hati kita menuliskannya. Mengingat tak terhitung jumlah kader PKS nan ikhlas dan penuh sopan santun di pelosok-pelosok sana, yang mengajarkan al-Quran di Markaz-markaz, di pelosok-pelosok daerah, mengurus masjid dan mushalla, berletih-letih membina adik-adik di sekolah, mengajari  tahsin tilawah dengan tulus ikhlas, juga menjadi guru-guru Tahfidz Qur’an di seantero negeri kita bahkan tanpa digaji.

Akan tetapi sekalipun demikian (<--ini contoh kalimat tidak efektif :p ), fenomena pembelaan  kader dakwah terhadap partai bulan sabit kembar itu memang mulai nampak berlebihan, bahkan tak jarang nampak seperti membela agama. Mungkinkah ini hasil dari doktrin “al-hizb hual jamaah wal jamaah hiyal hizb?” yang secara keliru ditafsirkan dalam halaqah-halaqah pekanan kader PKS?

Tak sedikit, di antara kader PKS yang kemudian menjadikan sesuatu yang sebetulnya profan (tidak sakral) seolah  sakral. Seperti pembelaan terhadap qiyadah/pimpinan yang terlalu berlebihan, seakan qiyadah tak pernah salah, hatta pada hal-hal yang sebetulnya profan. Misalnya cara berpakaian pimpinan PKS, masalah cara bicara, hingga masalah jam tangan. Hal-hal semacam itu sebetulnya masalah profan, bukan hal yang sakral hingga tak boleh dikritik. Mbok ya dikritik sedikit jangan marah. Lakukan pembelaan boleh tapi jangan mengesankan seperti partai yang anti kritik. Sebagai partai yg dicitrakan bersih, adalah wajar jika masyarakat punya ekspektasi lebih kepada PKS ketimbang partai lainnya.
Ekspektasi masyarakat terhadap PKS memang sedemikian tinggi, sampai-sampai cara berpakaian pimpinan PKS pun menjadi sorotan. Misalnya, jam tangan presiden PKS yang konon berharga puluhan juta (sekarang sudah tak dipakai katanya), atau beberapa qiyadah yang ramai-ramai cukur janggut demi citra sebagai partai terbuka dan tidak ekslusif, juga cara berpakaian pimpinan PKS yang kini acap pakai setelan Jeans dengan paduan kemeja agak ketat. Persis karyawan perusahaan-perusahaan broker saham, forex-index dan komoditi nan eksekutif itu.

Bagi saya pribadi sebetulnya tak masalah. Bagi saya itu sekadar urusan selera. Jika ia mampu beli dan itu halal, why not? Saya melihat, Anis Matta ingin menampilkan Islam yang maju, berperadaban tinggi dan modern dengan mengenakan setelan pakaian yang  modis namun tetap sesuai syariat (menutup aurat). Persis jika kita membayangkan Singapura sebagai negara Muslim. Penduduknya modern, maju, berperadaban tinggi, namun Islami. Sehingga aktivis dakwah tak lagi dikesankan miskin, kumuh, atau kampungan. Nampaknya hal demikian ingin ditunjukan oleh Anis Matta. Sangat masuk akal.

Secara tak sengaja saya pernah bertemu Anis Matta di Garuda Executive lounge, Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Anis dengan Sekjen Taufik Ridha kala itu bersama rombongan yang merupakan keluarganya. Semuanya modis-modis. Yang akhwat mengenakan jilbab modern, simple, cerah, dan sangat menarik. (oopss). Intinya Islami tapi berkemajuan.

Namun tentu saja tak salah pula, jika sebagai partai dakwah, masyarakat punya ekspektasi agar PKS mencontohkan berpakaian yang sederhana. Dengan kemeja biasa dan bercelana bahan. Seperti pada masa Partai Keadilan, mungkin. Atau model-model seperti Hidayat Nurwahid yang kerap bercukur di pangkas rambut pinggir jalan, dengan kemeja biasa dan celana sederhana, atau Gubernur Ahmad Heryawan yang tak protokoler, atau mungkin seperti alm.Ustadz Rahmat Abdullah yang hadir ke Pelantikan Anggota DPR dengan Jas seharga 60ribuan. Toh dengan segala kesederhanaan beliau-beliau, penghormatan masyarakat kepada mereka tak terdegradasi, bahkan semakin naik. Hal yang berbeda  kepada Anis Matta, misalnya.

Intinya ada pada style. Bukan menuntut agar berpenampilan kumuh, tapi berpakaian sederhana nampaknya indah dilihat.

Fitnah itu Bernama Media Online dan Broadcast Messages

Wah, kepanjangan ya curhatnya. Semoga rekan-rekan kader PKS masih setia mendengar cerita saya. Sudah pukul 16.35, teh manis dengan gula zero kalori yang AGAK MAHAL itu sudah dingin, tinggal sedikit kue BBL (Bubuk Bubuk Lebaran). Tepatnya sekaleng besar biskuit Oreo tapi isinya lima potong rengginang, dan sekaleng Khong Guan dengan isi biji ketapang. Isi kaleng ini memang sebentuk penipuan terstruktur, massif dan sistematis. :p

Maklum, semua isinya sudah dihabisi oleh si kecil, apa daya tak mampu beli lagi. Aku mah apa atuh, hanya bubuk rengginang ditiup buyar. Dengan gaji lima koma, tiap tanggal lima nasibnya sudah koma. ?

Saat ini kita hidup di dunia online, di dunia post modern kata anak-anak filsafat. Hamparan dunia seperti dilipat-lipat. Kita bisa berinteraksi dengan orang nun di sana secara cepat, karena dunia sudah dalam genggaman. Kemajuan teknologi ini juga rupanya menjadi fitnah di lahan dakwah, terutama dalam mengampanyekan apa yang diyakini oleh kader-kader PKS sebagai sebuah kebaikan.

Sungguh tidak sedikit, kader PKS terlibat dalam penyebaran berita-berita hoax terutama berkaitan dengan isu politik dengan maksud menyerang lawan. Kader PKS nampak sangat offensif. Dalam konteks Pilpres kemarin, kader PKS menyerang Jokowi seolah Jokowi serupa Firaun yang harus dibinasakan. Isu konspirasi yahudi zionis di belakang Jokowi, antek mafia china, keturunan non Muslim, hingga isu jalaludin rahmat, gembong syiah Indonesia, akan diangkat menjadi Menteri Agama menyebar cepat tanpa kuasa dibendung. Isu konspirasi yang tak pernah bisa dibuktikan itu kemudian dijawab dengan apologi, “konspirasi memang tak mudah dibuktikan, ia akan terbukti, mungkin puluhan tahun ke depan. Waktu yang akan menjawabnya.”

Padahal dengan alasan serupa, tentu saja isu konspirasi tanpa bukti ini bisa menjadi liar dan dapat ditudingkan pada siapa saja, bahkan pada keberadaan PKS itu sendiri sebagai bagian dari konspirasi. Lalu jika kader PKS bertanya, jawabannya telah tersedia: “Konspirasi tak bisa dibuktikan, ia akan terbukti puluhan tahun lagi” bayangkan betapa mengerikannya alur berfikir seperti ini, dimana setiap elemen warga negara bisa saling tuding dengan alasan konspirasi, tanpa bukti!

Terkait isu jalaludin rahmat jadi Menteri Agama misalnya, apakah kader PKS tak mengetahui bahwa penetapan Menteri Agama itu sangat sensitif. Pemerintah, siapapun dia, tidak akan gegabah menempatkan tokoh yang tingkat resistensinya tinggi di masyarakat sebagai Menteri Agama. Hal ini demi menjaga kestabilan nasional. Jika ummat bergolak andaikata tokoh Syiah itu menjadi Menteri Agama, maka yang rugi  adalah pemerintah karena iklim investasi menjadi tak kondusif.

Dalam hati saya sempat terbersit hal seperti ini: “seandainya dalam pemilu kemarin PKS punya calon sendiri yang berkompetisi melawan Prabowo, mungkin mantan Boss Kopassus itu  juga akan menjadi bulan-bulanan kader PKS di dunia maya. Isu-isu HAM, perceraian, kudeta ‘98, dan lain sebagainya akan menjadi amunisi di jagad maya untuk merontokan suara mantan jenderal itu.

Broadcast terbaru yang diedarkan sebagian kader PKS adalah adalah, Hamdan Zoelva, Ketua Mahkamah Konstitusi yang saya yakini sangat berintegritas seperti Jimly Ash-Shiddiqie (<-- betul ga nulisnya?) itu, adalah iparnya timses Jokowi, Siti Musdah Mulia. Judul broadcast-nya: “Astaga! Ternyata Hamdan Zoelva adalah Ipar Musdah Mulia, Timses Jokowi!”
Memang, sebagaimana kita tahu, Hamdan Zoelva adalah adik dari Prof.Ahmad Thib Raya, Guru Besar UIN Jakarta yang merupakan suami dari Siti Musdah Mulia, timses Jokowi. Lalu apakah karena ia ipar Musdah Mulia lantas Ketua MK itu akan lakukan kecurangan dengan berpihak pada Jokowi? Sungguh alur berfikir yang terlalu sederhana. Atau jangan-jangan, pengedar Broadcast itu adalah orang yang terbiasa melakukan nepotisme, yang selalu mengutamakan keluarganya dalam banyak hal, sehingga ia punya kekhawatiran Hamdan Zoelva lakukan hal serupa? Bukankah banyak orang selalu mengukur orang lain dengan kebiasaan dirinya? :-)

Padahal, broadcast itu bisa saja kita ubah: “Astaga, ternyata Hamdan Zoelva adalah mantan pengurus Partai Bulan Bintang (PBB), anggota Koalisi Prabowo-Hatta”. Perlu diketahui, Hamdan Zoelva adalah aktivis Islam, bersama Yusril Ihza Mahendra (salam hormat, pak) ia besar bersama PBB, dan PBB adalah parpol pengusung Prabowo. Bukankah dengan  logika yang sama, cukup alasan bagi kita untuk curiga ia akan mendukung Prabowo?

Yang ingin saya sampaikan adalah: sudahlah, jangan membuat gaduh dengan menebar broadcast yang mendelegitimasi MK. MK adalah pintu terakhir dari sengketa Pemilu. MK  yang punya otoritas tunggal sebagai penafsir konsitusi kita. Jangan menyebarkan berita gaduh yang membuat rakyat tak percaya pada MK. Jangan sampai kemudian, setelah MK menetapkan keputusan, masih saja bicara ini konspirasi, hanya karena pemenang Pilpres bukan dipihaknya. Mau sampai kapan?

Apakah, seperti saya sering lihat di beranda Facebook, bahkan jika Jokowi menang pun sebagian rekan tetap tak akan akui ia sebagai  presiden?  Come on, dudes.  kontestasi pemilu sudah usai. Siapapun presiden yang dilantik nanti, tugas kita adalah mendoakan, semoga beliau-beliau yang dipilih oleh lebih banyak rakyat SECARA JURDIL dan Konstitusional bisa membawa Indonesia lebih baik. Kita kawal dan kritisi, seraya mendoakan.

Bahkan Musa saja diperintah Tuhan untuk berkata yang sopan kepada Firaun, lha layakkah kita yang tidak lebih mulia daripada Musa menyumpah serapah Jokowi yang juga tak lebih dajjal dari pada Raja Mesir itu.

Amat banyak broadcast tak bertanggungjawab yang menyebar begitu saja. Misalnya ketua KPU ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan orang sebaik Anis Baswedan pun dicari-cari kesalahannya, dilekatkan padanya fitnah bahwa ia adalah orang JIL hanya karena ia Rektor Universitas Paramadina, juga hoax dari situs-situs palsu denganaddress –news.com. Di dunia yang kian maya ini, tetiba (<-- ini bahasa gaul terbaru, saudaranya ‘gegara’) muncul manusia-manusia broadcaster. Baik di BBM, Whatsapp, Facebook, Friendster, dll. (eh, Friendster emank masih ada yak? :D) yang pekerjaannya menyebarkan Broadcast tanpa tedheng aling-aling. 

Padahal Allah memenangkan dakwah adalah karena kebatilan yang dilakukan oleh musuh-musuh dakwah, jika aktivis dakwah melakukan hal serupa, maka ia jadi punya dua musuh: Allah, musuh-musuhnya.
Sebetulnya saya menaruh kekhawatiran, berita-berita semacam itu justru dibuat oleh mereka yang phobia terhadap dakwah, yang sengaja memproduksi  sejumlah kabar hoax dengan harapan agar di-broadcast oleh kader-kader PKS- yang semangat itu- agar menjadi blunder, untuk kemudian diserang balik oleh mereka.

Oleh karena itu, seyogyanya kader-kader dakwah PKS tidak “gagap broadcast” terhadap berita-berita yang seakan-akan membela kafilah dakwah padahal sejatinya ia bumerang yang akan menghancurkan bangunan dakwah.

Bukankah sekarang kita melihat, ada begitu banyak orang yang awalnya menaruh apresiasi kepada PKS, kini malah berbalik benci karena melihat prilaku kader-kader PKS di dunia maya yang selalu ingin benar sendiri?

Sebuah situs yang cukup moncer di dunia maya, “PKS Pyongyang” misalnya, pada satu sisi terkadang menguntungkan PKS dengan berita-berita ekslusif, tapi tak jarang juga menjadi blunder karena teralu offensif dan tak kredible. Yang saya tahu, berdasarkan obrolan dengan seorang pejabat di DPP PKS, akun yang bukan merupakan akun offisial PKS ini juga tak selalu sejalan dengan DPP karena konten beritanya yang “kayak begitu” :D, pernah pula muat isi berita yang sumbernya justru dari akun anonim triomacan yang di kalangan kader PKS sendiri sebetulnya hanya diposisikan semacam cerita ‘israiliyat’: tidak dibenarkan seluruhnya, dan tidak dianggap salah seluruhnya.

Robohnya Dakwah di Tangan Da’i


Dulu, ada sebuah buku terkenal di kalangan ativis berjudul Robohnya Dakwah di Tangan Da’i karya Fathi Yakan,  di antaranya adalah karena fanatisme berlebihan dalam kelompok dakwah. Mungkin dalam konteks kekinian, jangan-jangan dakwah runtuh karena broadcast liar yang ditebar oleh para du’at itu sendiri.  Atau karena perilaku mereka yang mudah memberikan judgement kepada siapapun yang mereka anggap lawan sebagai ahli-ahli kebatilan. Padahal  terkadang, peperangan tak mesti terjadi antara orang baik dan orang jahat. Tak jarang, perang terjadi antara orang baik dengan orang baik. Hanya karena mereka berdiri disisi berbeda denganmu, tak mesti mereka adalah orang jahat.
Jika terus “latah broadcast” seperti ini, akankah dakwah menemukan kemenangannya? Saya khawatir justru jika propaganda dilakukan terlalu berlebihan, citra buruk tidak hanya melekat pada Partai dakwah saja, tapi justru pada seluruh asaatidz pejuang dakwah di manapun berada.
Mari lihat betapa  tak jarang sebagian rekan PKS melakukan standar ganda di sosial media: ketika tokoh PKS melakukan kebaikan, maka hal itu dianggap sebagai ketulusan. Tetapi jika tokoh lain lakukan kebaikan serupa, itu disebut pencitraan. Hati kecil kita tergelitik bertanya: "apakah ketulusan hanya milik orang  PKS? sedang di luar sana tak boleh ada tokoh yg punya hati bening?" dalam hal ini nampak, sekali lagi maaf, kader PKS berupaya menilai niat seseorang, padahal Islam tak ajarkan itu. Islam tak mengajarkan kita untuk menilai isi hati orang lain ketika berbuat kebaikan, itu hanyalah urusan dia dengan Allah.. teringatkah kita dengan kisah bagaimana Baginda Nabi nan pemurah marah saat ada shahabat berupaya membunuh musuh yang masuk Islam lantaran curiga ia jadi  mualaf hanya karena takut mati? Nabi nan mulia bersabda, kita tak diminta untuk menilai isi dada orang lain..
Demikian pula standar ganda pada sisinya yang lain, ketika ada qiyadah PKS berbuat salah, kader dakwah mudah memahami, memaafkan, dan tak menyebarkannya. Akan tetapi jika ada tokoh lain berbuat kesalahan, tak jarang sebagian rekan memblow up-nya, menjadikan amunisi sebagai bahan bully-an.. Apakah, rekan-rekan, orang lain tak boleh berbuat salah?  bukankah kekhilafan bisa terjadi pada siapapun, pada orang lain dan juga pimpinan PKS?  pada kamu dan juga aku..


Mari berlaku adil,  karena kita diperintah oleh Allah untuk menegakkan keadilan itu atas semua manusia tanpa memandang ia berasal dari kelompok mana, suku bangsa mana, atau pun agama mana. keadilan harus tegak untuk memanusiakan manusia. Menegakkan keadilan itu adalah jalan yang dekat dengan sifat kaum bertaqwa..  (Qur'an Surah al-Maaidah:8)

Rekan-rekan, sungguh tak jarang saya temui sebuah kalimat retorik, “kelihatannya pada tahu agama, tapi koq isinya menyebar fitnah dan kebencian”
Mari memuhasabah diri, jangan-jangan ada di antara kita, yang turut berkontribusi bagi turunnya presentase suara PKS pada Pileg lalu. Bukan karena tidak  berkampanye atau dirrect selling, tapi karena berkontribusi  bagi lahirnya apriori dan kebencian sebagian masyarakat kepada PKS lantaran sikap kader-kader PKS di dunia maya yang sedemikian.. bukankah selain Mujahadah, Muhasabah adalah satu dari lima cara menggapai derajat taqwa?
Epilog : Kader PKS, Mari Belajar BersamaKebaikan itu adalah milik kaum Mukminin yang terserak di mana-mana. Ia bisa berada dimana saja, pada istana nan megah atau gubuk reot di tengah hutan. Kebaikan bukan ekslusif milik satu kelompok tertentu. Ia bisa kita temui pada orang lain, dan dimanapun kita menemukannya, kita boleh mengambilnya sebagai seranai hikmah dan keteladanan.

Kesalahan juga tak mesti milik orang lain, ia bisa pula berada pada diri kita, atau pimpinan kita. Karena setiap kita, bukan malaikatlah tanpa cela.

Kata ustadz saya, sekalipun berasal dari pantat ayam, jika ia telur, ambillah. Tapi sekalipun ia keluar dari wanita cantik, jika kuning dan bau, tolaklah. Begitulah kebaikan. Ia bisa berasal dari mana saja. Ambil isinya, bukan dari siapa ia keluar. Kata Baginda imam Ali, “Unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala” , lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.

Menutup monolog ini, mari minum teh sekali lagi. Sekalipun tak lagi hangat tapi aku tulus menyediakannya buat kamu. Semuanya tulus untuk kebaikan hubungan kita (lho?).

Semoga dakwah menemukan kemenangannya bagi negeri ini, menuju negeri yang aman dan sejahtera, dilimpahi rahmat dan barakah Allah, dicahayai oleh sinar-Nya yang tak pernah redup, karena kontribusi kita semua. Meski hanya serupa butir pasir di antara bangunan yang kokoh itu. Karena kamu, karena aku, dan karena mereka.

Kita tak bisa membangun negeri ini sendiri. Negeri yang begini luas dimana terhampar sawahnya yang hijau, lautnya yang membiru, gunung dan ngarainya yang indah. Kita impikan negeri ini subur, makmur, dan dihampari ketaqwaan. Amien.

Rekan-rekan sila berkomentar.  Komentar yg isinya sumpah serapah dan spam tak perlu ditanggapi,Karena sebetulnya Teko, hanya mengeluarkan isi teko :-)

31/7/2014. 17:49

Twitter: 
@mistersigit
Dakwah, bukan mie instan.

--

referensi:

1. Alwi Alatas, Revolusi Jilbab, Kasus Pelarangan Jilbab di SMA Negeri Se-Jabotabek, 1982-1991, Jakarta: I’tisham.

2. Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Jakarta: Teraju.

3. Adian Husaini, Penyesatan Opini; rekayasa Merubah Citra, Jakarta: Gema Insani Press.

4. Arya Fernandes, “PKS dan Masa Depan Palestina” dalam Mereka Bicara PKS, Bandung: DPP PKS dan Fitrah Rabbani.

5. Fathi Yakan, Robohnya Dakwah di Tangan Da’i, Jakarta: Era Intermedia.


Surat Sahabat


Hai Bahar, apa kabar? Semoga semua baik-baik saja.
Ini kali pertamaku menulis surat kepadamu. Surat ini kutulis di Kanada pada pagi hari Natal. Tidak terasa sudah hampir tiga bulan kami di sini. Dalam sepekan kami sudah harus memasuki fase kedua dari program ini. Kami, 10 orang Indonesia dan 10 orang Kanada, akan terbang ke Indonesia pada pekan pertama Januari untuk selanjutnya tinggal selama tiga bulan di Pulau Kelapa, gugusan Kepulauan Seribu.
Saat ini, aku tinggal di sebuah kota pelabuhan di bagian barat Kanada. Nama kotanya Nanaimo di Provinsi British Columbia. Nama Nanaimo diambil dari nama seorang First Nation, Snanemoux. Dia adalah orang suku asli yang memiliki tanah ini sebelum orang-orang dari Eropa datang merampasnya.
Kota ini tidak luas, barangkali hanya seluas Kota Bima di NTB. Populasinya hanya sekitar 84 ribu jiwa. Pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, aku pikir sedang ada perayaan besar. Downtown terlihat sepi sekali. Belakangan baru kuketahui bahwa begitulah potret Kanada, Negara besar dengan populasi yang sedikit.
Nanaimo terletak di Pulau Vancouver. Jika kau membuka peta, dia ada di ujung kiri bawah Kanada. Pulau yang terlihat mirip Pulau Sumatra ini berbatasan laut dengan kota Seattle di Amerika Serikat. Kota Nanaimo dibangun diatas bukit dan lembah. Terkadang, Nanaimo mengingatkanku pada Semarang di malam hari.
Pulau ini juga dikenal sebagai pulau terhangat di Kanada. Pada musim dingin seperti sekarang ini, suhu terendah hanya bisa tembus di angka -5 derajat Celsius. Di bagian lain Kanada, suhu bisa mencapai -40 derajat Celsius membuat timbunan salju menggunung di jalan-jalan.
Aku tinggal dengan pasangan suami istri Inggris-Perancis Kanada. Mark adalah orang Inggris yang baru mendapat kewarganegaraan Kanada beberapa tahun lalu, sedangkan Genevieve, istrinya, berasal dari Quebec, satu-satunya provinsi di Kanada yang berbicara Bahasa Perancis sebagai bahasa pertama.
Mereka punya dua orang anak, Felix dan Oceane. Felix baru saja merayakan ulang tahun ke-6 minggu lalu dan Oceane hampir lima tahun. Mereka anak-anak yang lucu juga mandiri. Sangat berbeda dengan anak-anak seumuran di Indonesia yang masih sangat tergantung pada orang tuanya. Aku merasa beruntung bisa tinggal dengan keluarga ini. Aku juga merasa beruntung bisa mengikuti program ini. Kanada adalah tempat yang luar biasa.
Tapi luar biasa bukan berarti sempurna. Aku masih ingat ketika awal mendaftar program ini. Dalam pikiranku, Kanada adalah tempat yang luar bisaa makmur; tidak ada orang miskin, semua orang hidup sejahtera dan berkecukupan, semua orang mendapat kesempatan yang sama dan keran kebebasan dibuka selebar-lebarnya dan orang tahu bagaimana menggunakannya. Tapi ternyata aku tak sepenuhnya benar.
Mari kuceritakan apa yang kusaksikan..
Tiga hari dalam seminggu, aku bekerja suka rela di sebuah organisasi non profit, Loaves and Fishes. Organisasi ini mengumpulankan donasi berupa makanan dari banyak donatur untuk kemudian diberikan cuma-cuma kepada mereka yang tak berkecukupan. Tugas kami sebagai relawan setiap harinya adalah menyortir makanan donasi yang masih layak makan dan yang tidak. Kau mungkin berpikir betapa mulia orang-orang yang mendonasikan makanan mereka untuk orang lain. Tapi asal kau tahu, makanan yang mereka donasikan adalah makanan kadaluarsa.
Tugas kami sebagai relawan setiap harinya adalah menyortir makanan yang masih layak konsumsi dan yang tidak. Makanan layak konsumsi adalah makanan yang masa kadaluarsanya tidak lebih dari sepuluh hari yang lalu. Di bawah masa itu, ada sebuah tempat sampah super besar tempat kami membuang makanan tak layak. Tempat sampah itu, dan kenyataan bahwa kami harus membuang begitu banyak makanan setiap harinya adalah dua hal yang paling kubenci dari tempat ini.
Aku bekerja setiap hari Selasa, Rabu dan Kamis dari pukul Sembilan pagi (atau harus kukatakan lepas subuh?) hingga pukul empat sore (atau menjelang magrib). Pada hari Selasa kegiatan kami agak monoton; menyortir makanan sepanjang hari. Lalu pada Rabu dan Kamis kami membuka semacam swalayan dimana orang-orang dating mengambil makanan gratis. Ada puluhan, barangkali ratusan orang yang dating setiap harinya. Aku tak pasti.
Rabu dan Kamis selalu menyenangkan. Berbincang singkat dengan mereka yang dating selalu membuatku bahagia. Tapi mengetahui bahwa makanan yang mereka ambil dari kami adalah makanan kadaluarsa selalu membuatku sedih. Aku sama sekali tidak menyangka, di negara semakmur ini, ada ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari makanan sisa.
Di awal sudah kuceritakan tentang suhu di kota ini. Hangat. Dan kehangatan itu mengundang ratusan orang dari seluruh Kanada untuk tinggal, terutama mereka yang homeless. Bayangkan saja bila orang-orang tidak berumah ini harus tinggal di provinsi seperti Quebec dan Alberta, bisa-bisa mereka mati kedinginan di timbunan salju. Dan ini membuat tingkat kemiskinan di provinsi British Columbia jauh lebih tinggi dari provinsi lain.
Setiap Jumat, setiap kali pergi ke Islamic Centre untuk salat Jumat, kami selalu melewati sebuah rel kereta yang tidak terpakai. Di sisi yang agak jauh dari jalan raya, ada sebuah lubang besar dengan selimut dan bantal. Seorang homeless, rupa-rupanya tinggal dalam lubang tersebut. Begitu menyedihkan mengetahui di negara sekaya ini ada seorang pria (atau wanita?) yang terpaksa menggali lubang karena tak punya rumah untuk berteduh. Dan dia bukan satu-satunya.
Aku tahu di Indonesia, kita punya jutaan orang seperti itu. Tapi di Negara kita, ada orang-orang yang kita sebut saudara dan keluarga tempat kita meminta tolong atau sekedar berkeluh kesah. Di sini, di mana uang adalah segalanya dan orang hidup secara individualistic, menjadi miskin dan kesepian adalah combo yang menakutkan sekaligus menyedihkan.
Bahar,
Selama program ini, aku dipasangkan dengan seorang pemuda Kanada. Kami tinggal di keluarga yang sama dan melakukan banyak kegiatan bersama. Pasangan itu kami sebut counterpart. Dan nama counterpartku Donovan Simpson.
Pertama kali bertemu dengan Donovan, aku pikir dia keturunan Indonesia atau Negara lain di Asia Tenggara. Dia sama sekali tidak terlihat seperti bule. Belakangan baru kuketahui bahwa ia seorang First Nation, orang-orang suku asli yang sudah tinggal di sini ribuan tahun sebelum orang-orang kulit putih dating menguasai.
Donovan sangat berbeda dengan anak-anak lain di grupku. Dia sangat tidak percaya diri, pemalas, tidak punya inisiatif dan selalu melamun. Awalnya aku begitu kesal karena dia terlalu bergantung kepadaku bahkan untuk urusan membangunkannya di pagi hari, tapi belakangan aku sadar bahwa ada alasan kenapa dia begitu.
First Nation adalah isu besar dan sensitive di Kanada, dan orang-orang memilih untuk tidak membicarakannya. Beberapa pecan lalu, aku berbincang dengan seorang pemuka First Nation yang kutemui di Vancouver Island University, namanya Geraldine dan dia menjelaskan semuanya kepadaku.
Pada masa-masa awal invasi Inggris dan Perancis, orang-orang kulit putih mulai merampas tanah-tanah First Nation. Orang-orang berkulit coklat itu dianggap sebagai cacat pada kebudayaan eropa yang agung yang hendak dibangun di tanah itu. Maka untuk menghilangkan cacat itu, orang-orang kulit putih membangun sekolah khusus anak-anak First Nation di seluruh Kanada. Di sekolah itu, mereka diajarkan Bahasa Inggris dan Perancis serta diajari berkelakuan seperti orang-orang Eropa. Mulia? Tunggu dulu..
Yang terjadi sebenarnya adalah, anak-anak First Nation itu dirampas dari keluarganya masing-masing untuk kemudian dijebloskan dalam sebuah penjara berkedok sekolah. Mereka dipaksa meninggalkan keluarganya dengan tujuan menghapus akar budaya suku asli dan menggantinya dengan budaya Eropa. Anak-anak itu, salah satunya Geraldine, dijadikan buruh kerja tak berbayar di daerah-daerah pertanian. Anak-anak perempuan dipaksa melayani nafsu seksual tentara-tentara kulit putih. Karakter mereka dibunuh, identitas mereka dihilangkan, harga diri dikencingi. Kabarnya ada ribuan yang meninggal pada masa itu. Geraldine sendiri dua kali diperkosa pada umurnya yang kedelapan.
Belakangan pemerintah Kanada mengakui bahwa mereka telah melakukan kesalahan pada First Nation. Maka dengan setengah hati mereka meminta maaf dan sebagai pelengkap diberikanlah uang tunai sebesar (kalau tidak salah) 2 ribu dolar Kanada untuk setiap orang First Nation. Tapi uang adalah masalah lain, orang-orang bingung yang kehilangan identitas ini tak tahu harus berbuat apa dengan uang tersebut. Untuk menyembuhkan diri dari stress berkepanjangan akibat pembodohan yang dilakukan orang kulit putih, maka mereka mulai mengkonsumsi minuman keras. Ribuan orang kecanduan. Pemerintah Kanada sekali lagi menghina mereka dengan uang 2 ribu dollar.
Saat ini, masih ada daerah-daerah khusus orang First Nation yang dinamakan reserve yang didirikan di hutan hutan. Di daerah –daerah tersebut, First Nation hidup berkoloni tanpa ada support air bersih, sekolah layak, lapangan pekerjaan dari pemerintah Kanada. Sementara mereka terus ditidakadili, sikap inferior semakin menjadi dalam diri mereka.
Dan itu membuatku paham keadaan Donovan.
Bahar,
Tentu saja banyak hal baik yang kupelajari selama di sini terutama tentang toleransi beragama dan kesadaran untuk menjaga lingkungan. Setiap pagi ketika berangkat beraktivitas, selalu kulihat rusa-rusa liar dengan nyamannya bermain di halaman-halaman orang, pohon-pohon tidak boleh sembarangan ditebang dan masyarakat Kanada sangat konsen sekali dengan zero waste management.
Tentang toleransi beragama, wanita muslim bebas dan nyaman menggunakan atribut relijius mereka seperti hijab dan niqob. Begitu pula dengan agama dan kepercayaan lain. Beberapa tahun lalu memang kesadaran akan toleransi beragama masih belum begitu tinggi di Kanada. Bila kau ingat ada pelarangan menggunakan hijab di provinsi Quebec beberapa tahun lalu, kini anak-anak muda Kanada begitu malu dengan diskriminasi itu.
Ada lagi, dua bulan lalu, seorang muallaf menembak mati seorang tentara di gedung parlemen di ibukota Kanada. Bukannya memusuhi Islam, orang-orang Kanada malah pasang badan membela muslim yang disudutkan oleh media-media USA. Ketika sebuah media secara provokatif memasang headline dengan tulisan “Go Home, Muslims”, ribuan orang serentak teriak “You are Home”. Begitu melegakan.
Bahar,
barangkali itu dulu yang bisa kuceritakan kepadamu. Aku harus bersiap-siap untuk makan siang dengan tamu keluarga angkatku.
Salam.
Nanaimo, hari Natal

Ihram

Wednesday, December 24, 2014

Indonesia Di Persimpangan Jalan

Sebuah resume dari buku “Indonesia di Persimpangan Jalan oleh Muhammad Natsir"

Salah satu pahlawan Nasional yang hidup melewati dua rezim yang berkuasa di Negeri ini. Mulai rezim soekarno hingga soeharto. Berdiri menjadi garda depan pengkritik pemerintah ketika terjadi penyelewengan kekuasaan. Ketika ideology Indonesia di persimpangan jalan, Soekarno yang ingin menjadi presiden seumur hidup hingga masuknya ideology komunis dalam perpolitikan Negara. Rezim soeharto pun tidak lepas dari kritik dan juga, “Petisi lima puluh” begitu barisan yang digagas untuk mengkritik sang rezim. Buku Indonesia Di Persimpangan Jalan adalah sebuah essay yang ditunjukan untuk mengkritisi pemerintah ketika mulai memunculkan taring kediktatoran. Sehingga dalam dua rezim  tersebut, tak hayal beliau menjadi salah satu orang yang mendapat “perlakuan khusus”. Pembubaran Partai yang dipimpin dan dikebiri politiknya di masa pemerintahan soekarno.
Pada tanggal 23 Juni 1984, Menteri dalam negeri mengajukan lima Rencana Undang-undang yang menurut pemerintah dalam melaksanakan “Pelaksanaan Amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara” yang bertujuan demi tegaknya Demokrasi Pancasila yang menjamin stabilitas nasional yang dinamis dan berlanjutnya pembangunan nasional.  Rencana Undang-undang itu adalah sebagai berikut:
1.      Pemilihan Umum dan Anggota Badan Permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat.

Friday, December 19, 2014

Perubahan Garis Pantai dengan GENESIS

Model Perubahan garis pantai sangat penting dalam rangka melakukan usaha preventif bagi pemerintah dalam rangka memelihara pantai. Dibeberapa daerah, jalan utama provinsi dekat dengan pantai, sehingga jika terjadi abrasi akan sangat berbahaya sebab mengakibatkan rusaknya jalan dan berimplikasi pada tersendatnya distribusi logistik karena kemacetan.
Dalam hal ini, dunia rekayasa pantai telah sejak lama membuat sebuah software yang dapat mensimulasikan  perubahan garis pantai yaitu CEDAS pada Modul NEMOS.

Beberap Tips Dalam Membuat Model Pada Genesis
1. Baca Bismillah saat akan mulai
2.Garis pantai harus rapat, jadi buat banyak titik saat melakukan digitasi pada peta
3. Data gelombang dengan rentang 10 tahun dengan rekapan per hari, bukan gelombang maksimal
4. Jika daerah luas, usahkan membuat menjadi beberapa bagian agar lebih detail
5. Jangan Menyerah jika masih gagal
6. Baca Alhamdulillah jika sudah berhasil


Pembuatan Domain Model
Domain Model - Awal
Perubahan Garis Pantai tahun 2005

Perubahan Garis Pantai Tahun 2010

Perubahan Garis Pantai 2014


Pesan Buya Hamka

Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua - Buya Hamka

Bang-Bang Wetan

Karya : Cak Nun

Bang-bang wus rahina, bang-bang wus rahina,
Srengengene muncul, muncul, muncul, sunar sumamburat,
Bang-bang wus rahina, bang-bang wus rahina,
Srengengene muncul, muncul, muncul, sunar sumamburat.
Cit-cit cuwit-cuwit, cit-cit cuwit-cuwit,
cit cuwit rame swara ceh-ocehan.
Krengket gerat-geret, krengket gerat-geret,
Nimba aneng sumur, adus gebyar-gebyur.
Segere kepati, segere kepati, kepati bingah,
Bagas kuwarasan.

Monday, December 15, 2014

Periodisasi Sastra Nusantra


Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.

Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.

Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.

Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.

Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.

Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.

Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :

Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane 
dan Rustam Effendi.

Angkatan 45
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.

 Angkatan 1950 - 1960-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.


Sang Pujangga, Zawawi Imron

D. Zawawi Imron lahir di desa Batang-batangKabupaten Sumenep, Beliau mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada tahun 1982.
Sejak tamat Sekolah Rakyat, beliau melanjutkan pendidikannya di Pesantren Lambicabbi, Gapura, Semenep. Kumpulan sajaknya Bulan Tertusuk Ilallang mengilhami Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film layar perak Bulan Tertusuk Ilallang. Kumpulan sajaknya Nenek Moyangku Airmata terpilih sebagai buku puisi terbaik dengan mendapat hadiah Yayasan Buku Utama pada 1985.
Pada 1990 kumpulan sajak Celurit Emas dan Nenek Moyangku Airmata terpilih menjadi buku puisi di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Juara pertama sayembara menulis puisi AN-teve dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-50 pada 1995. Beberapa sajaknya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan Bulgaria.
Saat ini ia menjadi Anggota Dewan Pengasuh Pesantren Ilmu Giri (Yogyakarta). D. Zawawi Imron banyak berceramah Agama sekaligus membacakan sajaknya, di Yogyakarta, ITS. Surakarta, UNHAS Makasar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta. Juara pertama menulis puisi di AN-teve. Pembicara Seminar Majelis Bahasa Brunei Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majelis Asia Tenggara (MASTERA) Brunei Darussalam (Maret 2002). Selain itu Beliau juga dikenal sebagai Budayawan Madura.
Pada tahun 2012 beliau menerima penghargaan "The S.E.A Write Award" di Bangkok Thailand, The S.E.A. Write Award adalah penghargaan yang diberikan keluarga kerajaan Thailand untuk para penulis di kawasan ASEAN. Selain itu pada tahun 2012, di bulan Juli, beliau juga meluncurkan buku puisinya yang berjudul "Mata Badik Mata Puisi" di Makassar, kumpulan puisinya ini berisi tentang Bugis dan Makassar
Salah satu karya yang sangat ku kagumi adalah Bulan Tertusuk Lalang
Bulan Tertusuk Lalang

bulan rebah
angin lelah di atas kandang

cicit-cicit kelelawar
menghimbau di ubun bukit
di mana kelak kujemput anak cucuku
menuntun sapi berpasang-pasang

angin termangu di pohon asam
bulan tertusuk lalang

tapi malam yang penuh belas kasihan
menerima semesta bayang-bayang
dengan mesra menidurkannya
dalam ranjang-ranjang nyanyian

1978

BARUNA

BARUNA FTK - LKMM TM V FTK 2012

Baruna (Varuna) adalah salah satu dewa terkuat dalam tradisi Hindu awal. Baruna dikenal sebagai dewa air yang dipandang memiliki kekuasaan atas lautan para dewa, penguasa langit, pembawa hujan, mengawasi dunia bawah, dan meletakkan hukum universal. Baruna dipandang sebagai yang mahatahu diantara dewa-dewa Hindu awal dan dianggap sebagai mahakuasa pula. Perannya adalah untuk membuat segala sesuatu di alam semesta berjalam sesuai ketentuan. Dia dipandang sebagai penjaga kekuatan suci rta atau kekuatan yang membuat alam semesta berjalan secara tertib. Baruna adalah yang memastikan matahari terus beredar, memisahkan siang dan malam, dan menjaga bumi tetap dalam tempatnya. Baruna biasanya digambarkan sebagai seorang pria kulit putih tinggi dan kadang mengenakan setelan bersinar dari zirah emas. Baruna memiliki tunggangan bernama Makana atau Makara, sebuah raksasa laut yang aneh. Makara digambarkan sebagai makhluk campuran antara buaya dan lumba-lumba dan di lain kesempatan nampak seperti ikan besar dengan kepala gajah. Baruna sering terlihat membawa jerat berbentuk ular dan dikenal pula sebagai aljogo kosmik. Baruna memastikan bahwa hukum selalu tetap. Tidak hanya hukum alam, tetapi juga hukum dan sumpah manusia. Ketika seorang manusia melanggar sumpah, maka Baruna akan menghukumnya. Dia digambarkan sebagai mahatahu dengan bintang-bintang sebagai matanya, mengawasi segala sesuatu yang terjadi di bumi dan di dalam pikiran manusia. Baruna juga dikaitkan dengan dunia bawah, dan bersama dengan Yama, bertugas mengawasi orang yang sudah mati di akhirat. Tanggung jawab lain Baruna adalah mengawasi lautan luas milik para dewa. Dari laut itulah hujan diturunkan ke bumi untuk menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman. Dalam tradisi Hindu kemudian, peran Baruna semakin dibayangi oleh dewa Wisnu, Brahma, dan Shiwa. Salah satu mitos paling terkenal yang melibatkan Baruna berasal dari Ramayana. Rama, yang merupakan avatar dewa Wisnu, diceritakan ingin menyeberangi lautan Lanka. Rama lantas berdoa dan menawarkan korban kepada Baruna, memohon kepadanya untuk membantunya. Ketika Baruna tidak menjawab, Rama mulai menyerang laut Lanka, membunuh makhluk di dalamnya dan membakar air. Baruna akhirnya muncul, setelah melihat Rama hendak menggunakan senjata yang mampu menghancurkan semua ciptaan, dan meminta maaf kepada Rama. Baruna lantas menenangkan lautan dan membuat jembatan yang melintasi lautan.


Agama ? Haruskah ?

Judul itu adalah tema diskusi dengan teman beberapa waktu lalu sebelum keberangkatan ke Amerika. obrolan khas orang warung yang memang berlangsung seperti biasanya kita ngobrol, karena memang tidak ada tema khusus. kata "diskusi" itu saya pilih agar terlihat bagus saja, padahal sebenarnya ya obrolan cangkruan mahasiswa kedai kopi. Tapi kali ini bukan kedai kopi tempat majelis ngobrol ngalor - ngidulnya, tapi dibawah perkasa tiang penyangga rumah Allah selepas sholat maghrib.
"Mengapa orang harus beragama ?"
"Apa jadinya jika orang tidak beragama?"
"Kalau beragama alasanannya sebagai jalan kebahagiaan, apa benar orang tidak bisa bahagia dengan tidak beragama?"
"Masihkan agama diperlukan ?"
"kenapa harus memilih satu agama?"
Dan masih banyak pertanyaan yang akan mengiringi satu pertanyaan ke pertanyaan lain. Kita bicara ini bukan dalam konteks mempertanyaan keberadaan dan kebenaran agama. atau membuat kita ragu akan agama dan memilih tidak beragama. kita membicarakan ini dalam konteks membicarakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Orang beragama tapi seperti tidak beragama, orang beragama tapi sekuler.
Namun sayang, belum banyak jawaban yang dapat dieksplorasi karena keterbatasan refrensi dalam bidang filsafat. Mungkin inilah perlunya kita membudayaan membaca dan tulis agar kegiataan literasi tetap hidup dalam kehidupan kita. Hingga suara adzan menutup majelis hari itu, semuanya masih mengambang. Sebab jawaban yang ada hanyalah perkataan yang tidak berefrensi dan kata yang keluar dari pikirian sesaat tanpa proses berfikir dan merenung. Namun paling tidak diskusi itu adalah awal dari sebuah perenungan panjang untuk kemudian menjawab pertanyaan "Mengapa kamu beragama dan memilih agama islam?". Bukankah kita nanti kita akan ditanya "Apa agama mu?".
Dalam menjawab pertanyaan di atas, kita tidak boleh lepas dari domain kita sebagai orang beragama. Artinya jangan pernah menjawab pertanyaan di atas dengan berada di luar agama. Sebab tidak akan pernah terjawab pertanyaaan di atas jika dijawab dengan meninggalkan agama atau merasa bukan bagian dari orang beragama.
Jika kita berada diluar domain sebagai orang beragama, kita akan temukan jawaban para filsof tentang apa itu agama. Kaum materialis memiliki sejumlah teori tentang kemunculan agama, antara lain:
1. Agama muncul karena kebodohan manusia
    Sebagian mereka berpendapat, bahwa agama muncul karena kebodohan manusia. August Comte—peletak dasar aliran     positivisme—menyebutkan, bahwa perkembangan pemikiran manusia dimulai dari kebodohan manusia tentang rahasia alam atau ekosistem jagat raya. Pada mulanya—periode primitif—karena manusia tidak mengetahui rahasia alam, maka mereka menyandarkan segala fenomena alam kepada Dzat yang ghaib.
    Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains) sampai pada batas segala sesuatu terkuat dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-tengah mereka.
Konsekuensi logis teori di atas, adalah makin pandai seseorang akan makin jauh ia dari agama bahkan akhirnya tidak beragama, dan makin bodoh seseorang maka makin kuat agamanya. Padahal, betapa banyak orang pandai yang beragama, seperti Albert Einstein, Charles Darwin, Hegel dan lainnya. Demikian sebaliknya, alangkah banyak orang bodoh yang tidak beragama.
2. Agama muncul karena kelemahan jiwa (takut)
    Teori ini mengatakan, bahwa munculnya agama karena perasaan takut terhadap Tuhan dan akhir kehidupan. Namun, bagi orang-orang yang berani keyakinan seperti itu tidak akan muncul. Teori ini dipelopori oleh Bertnart Russel. Jadi, menurut teori ini agama adalah indikasi dari rasa takut. Memang takut kepada Tuhan dan hari akhirat, merupakan ciri orang yang beragama. Tetapi agama muncul bukan karena faktor ini, sebab seseorang merasa takut kepada Tuhan setelah ia meyakini adanya Tuhan. Jadi,takut merupakan akibat dari meyakini adanya Tuhan (baca: beragama).
3. Agama adalah produk penguasa
    Karl Marx—bapak aliran komunis-sosialis—mengatakan, bahwa agama merupakan produk para penguasa yang diberlakukan atas rakyat yang tertindas, sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima keberadaan sosial-ekonomi. Mereka (rakyat tertindas) diharapkan terhibur dengan doktrin-doktrin agama, seperti harus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.
    Namun, ketika tatanan masyarakat berubah menjadi masyarakat sosial yang tidak mengenal perbedaan kelas sosial dan ekonomi, sehingga tidak ada lagi (perbedaan antara) penguasa dan rakyat yang tertindas dan tidak ada lagi (perbedaan antara) si kaya dan si miskin, maka agama dengan sendirinya akan hilang. Kenyataannya, teori di atas gagal. Terbukti bahwa negara komunis-sosialis sebesar Uni Soviet pun tidak berhasil menghapus agama dari para pemeluknya, sekalipun dengan cara kekerasan.
4. Agama adalah produk orang-orang lemah
    Teori ini berseberangan dengan teori-teori sebelumnya. Teori ini mengatakan, bahwa agama hanyalah suatu perisai yang diciptakan oleh orang-orang lemah untuk membatasi kekuasaan orang-orang kuat. Norma-norma kemanusiaan seperti kedermawanan, belas kasih, kesatriaan, keadilan dan lainnya sengaja disebarkan oleh orang-orang lemah untuk menipu orang-orang kuat, sehingga mereka terpaksa mengurangi pengaruh kekuatan dan kekuasaannya. Teori ini diperoleh Nietzche, seorang filsuf Jerman.