Monday, April 22, 2013

Keluarga PUSKOM JMMI eps. 02


Malu bertanya sesat di jalan, kalau bertanya malah disesatkan ?

Inilah salah satu kisah yang pernah saya alami di PUSKOM JMMI. Kisah yang tak akan pernah terlupa setiap kali melintas ke pulau garam, Madura. Sebagai BP Puskomda yang bertugas mendampingi beberapa LDK yang tersebar di Surabaya dan Madura. Kisah ini adalah salah satu kisah pendampingan ke LDK MKMI UTM yang berada di bangkalan sekat dengan pelabuhan kamal. Sebenarnya akan lebih dekat kalau kami menyebrang lewat pelabuhan kemudian naik kapal roro ke kamal. Tapi pada saat itu kami ingin melewati jembatan SURAMADU yang masih tergolong baru. Lumayanlah, paling tidak pernah lewat. Meskipun akhirnya sangat sering kali lewat situ.
Hari itu di LDK MKMI UTM sedang mengadakan seminar untuk anak – anak SMA tentang internet sehat. Upaya pencegahab pornografi yang marak bergentayangan di dunia maya. Saat itu kami bertiga, Mas Rahmat, Mas Faishol dan saya. Saya dan mas rahmat hanya bertugas mengantarkan mas faisol ke kampus UTM, karena saat itu mas faisol adalah salah satu pemateri di seminar tersebut. Saya boncengan dengan mas rahmat dan mas faisol sendirian. Setelah melewati jembatan Suramadu adalah masalah yang membuat kami akhirnya tersesat. Ya, tersesat.
Namanya juga manusia, tempat salah dan lupa. Mungkin itulah pemakluman untuk mas Rahmat yang saat itu lupa dengan jalan menuju arah kampus UTM yang berada di Bangkalan. Setelah berputar – putar sambil mengingat belokan mana yang harusnya dilewati, akhirnya juga menyerah dan bertanya kepada bapak polisi yang berada di pos polisi perempata. Kalau anda kewat suramadu mau ke bangkalan pasti menemukannya. Pos polisinya gedhe dan bagus. Ternyata itu bukanlah solusi yanglebih baik, meskipun kita bertanya pada orang tepat. Mestinya kita akan bertemu jalan yang benar. Ya, itu mestinya. Tapi kenyatan tidak seperti kita pikirkan. Entah karena tidak mengerti petunjuk dari pak polisi atau pak polisi yang slaah menunjukan.
Wal hasil akhirnya mengikuti petunjuk pak polisi yang di pos tadi. Melewati jalan kapur yang bisa kalian tebak, debu kapur sepanjang jalan disetiap putaran dora motor kami. Itu belum seberapa. Kita harus saling mendahului dengan truck pengangkut batu kapur. Bayangkan, pakai jaket hitam, celana hitam, sepatu hitam yang harus menerobos jalan berdebu putih kapur. Sudah dapat ditebak. Selepas jalan semuanya menjadi putih bercak di warna hitam. Merusak dandanan seorang pemateri dan asistennya.itu belum seberapa. Kemalangan masih belum ingin memisahkan jalan dengan kami, memilih mengikuti motor kami. Kemudian, dua motor terpisah tak tahu kemana harus mencari keberadaannya. Saya dan mas rahmat, dan mas Faishal sendirian. Astagfirullah...
Setelah berpisah memilih jalan masing – masing dan komunikasi sudah tidak dapat jalan karena daerah yang dilalui miskin sinyal untuk operator seluler kartu ku. Semakin bingung dan cemas kalau tidak sampai kampus UTM dengan tepat waktu. Tidak ada pilihan kecuali tetap memacu motor menyusuri ujung jalan ini. Hingga akhir saya sadar bahwa jalan yang ditempuh adalah memutar. Akhirnya kembali dijalan awal setelah menyebrang suramadu. Kalau ada jalan melintang diatas jalan utama setelah Suramadu, ya itu jalannya. Kita melewati jalan itu dari arah selatan menuju utara menyusi pinggir pantai dan belok kanan menuju daerah dataran tinggi mirip jalan menuju hutan. Inilah yang paling lucu tak tidak akan terlupakan.
Begitu merasa jalan yang sudah dilalui bukanlah jalan yang benar. Tidak ada pilihan lain kecuali bertanya pada orang sekitar, dimana jalan yang benar. Melihat ada warung kelontong dan beberapa ibu – ibu sedang ngemong anaknya di sebuah pos siskampling. Berhenti sejanak dan bertanya. Berhubung saya yang posisi yang dibonceng maka saya yang harus turun dan bertanya pada kumpulan ibu – ibu tadi. Mungkin selain saya yang dibonceng, mas rahmat adalah orang sumatera utara, batak tulen dan ga lancar bahasa jawanya. Mungkin karena madira itu masuk Jawa Timur mungkin saya bisa menggunakan bahasa Jawa. Namun tidak begitu teorinya, tidak selalu berbanding lurus. Ini buktinya. Ketika saya memakai Bahasa Jawa Kromo inggil semua orang yang duduk digardu hanya bengong dan tidak mengerti apa yang saya tanyakan. Komunikasi gak jalan. Bahkan yang semakin juga membuat bingung dan tambah tidak saya mengerti adalah. Ibu – ibu tadi menjawab pertanyaan saya yang pakai bahasa Jawa dengan bahasa Madura asli. Tiba – tiba seperti orang bodoh saya. Melihat situasi seperti itu, mas rahmat langsung tanggap dan bertanya dengan bahasa indonesia yang katanya bahasa Nasional yang seharusnya dimengerti oleh semua orang yang mengaku indonesia. Masa rahmat bertanya dengan bahasa indonesia pun ibu – ibu tadi bingung dan malah kelihatannya ibu tadi lebih bingung melihat wajah kita yang kebingungan.
Tergopoh – gopoh salah satu ibu tadi memerintah anaknya untuk memanggil orang yang dianggap bisa menerjemahkan bahasa yang kami punya. Mungkin ibu tadi tahu karena yang dipanggil adlah seorang ibu guru SD di daerah tersebut.  Terang saja ibu guru tadi bingung dan langusng bergegas menemui kami. Memang benar, beliau bisa memebri petunjuk jalan yang benar kemana arah kampus UTM. Pastinya menggunakan Bahasa Indonesia. Setelah mengucapkan terimakasih dan minta maaf telah mereotkan. Kami meomohon untu pamit melanjutkan perjalannan.
Tahukan kalian bagaimana suasana ketersetatan kami tadi ?
 Pertama bingung dan cemas kalau itdak bisa sampai kampus UTM dengan tepat waktu. Cemas bagaimana keadaan mas Faishal yang tersesat sendirian. Mungkinkah mengalami nasib yang serupa ? ternyata tidak. Mas faishal lebih beruntung dari kami. Dia langsung menghubungi panitia acara dan minta dijemput dan sampai kampus UTM lebih dahulu dari kami. Perasaan kedua adalah senang. Senang karena mendapat pengalaman yang baru melewati jalan – jalan baru yang belum saya ketahui sebelumnya. Inilah petualang pertama ke Madura. Fantastik !!!!. Perasaan yang ketiga adalah Pengen ketawa ngakak. Kejadian diatas tadi, episode tanya jawab yang tidak sambung. Tanya pakai bahasa Jawa dijawab pakai Bahasa Madura. Bahasa Indonesia dijawab pula dnegan bahasa Jawa. Hadehhhh. Hari ini masih ada orang yang itdak bisa menggunakan bahasa Indonesia. Padahal Bahasa Indoneisa adalah bahasa Persatuan dan bahasa Nasional. Sumpah masih pengen  ngakak sampai akhirnya meninggalkan kampung tadi.
Singkat cerita akhirnya setelah acara selesai ba’da ashar, kita pulang memilih naik feri ke pelabuhan tanjung perak. Alhamdulillah kita masih dapat kapal. H – 10 menit kapal berangkat. Mungkin kalau terlewat kita harus menunggu malam baru akan bisa desebrangkan. Maklum, setelah pembangunan jembatan Suramadu akitvitas pelayaran di pelabuhan kamal sepi karena semua berpindah menuju jembatan suramadu. Sungguh mematikan ekonomi masyarakat sekitar. Kapal pun sudah tidak mendapat perawatan yang memadahi. Bisa jadi hal itu karena biaya untuk perawatan bisa menghabiskan keuntungan setelah digunakan membayar izin dan para pegawainya. Kursi penumpangan sudah banyak yang karatan dan bau yang tidak enak. Sekali lagi, ini adalah pengalaman pertama menyebrang ke surabaya naik kapal. Sudah lama tidak merasakan setelah 10 tahun sebelumnya naik kapal feri ke pulau Bali.
Sungguh pengalaman paling berkesan hingga akhir ini. Terimakasih semuanya.. semoga kita bisa mengulangi cerita – cerita ini setelah 10 atau 20 tahun lagi.

0 comments:

Post a Comment