Thursday, November 14, 2013

Menggugurkan Bunga di musim semi


Selamat datang musim semi………
Pohon itu sudah tak sabar menunggu datangnya kesejukan musim semi, masa penantian panjangnya kini hampir saja usai. Perjuangan melawan musim kemarau adalah perjuangan hidup mati. Pohon itu masih tetap berdiri meski mencoba tegar. Kulitnya mengelupas mongering melawan sayatan panasnya kemarau.  Ya, karena sudah tidak ada lagi pohon yang masih berdiri disekitarnya. Baru kemarin salah satu pohon di sampingnya mati, sudah hilang harapan menunggu musim semi. Padahal sekarang musim semi datang. Memang musim kemarau memrupakan sebuah ujian kesabaran, mencari siapa yang pantas untuk mendapatkan musim semi pagi ini.
Selamat datang musim semi……..
Pohon itu telah bersiap menyambut mentari pagi musim semi penuh kegembiraan, menyiapkan hati untuk diisi sinar kehangatan surya dalam kesejukan pagi. Pohon itu telah bersiap untuk memunculkan tunas daun baru, setelah sekian lama ia tahan karena kemarau tak menginginkan. Kemarau telah menggugurkan banyak harapan tunas daun baru. Sekarang pohon ini menanti harapan baru, harapan kan datangnya kesejukan tuk menumbuhkan tunas daun baru. Sebelum kuncup bunga siap mekar dan mengharumkan sekitar.
Selamat tinggal musim kemarau……
Pohon pun tak akan pernah menyesal akan datangnya musim kemarau, tak juga dia mengumpat menyumpahinya pula. Memang kemarau datang untuk keseimbangan. Meskipun pohon telah merasakan, gugurnya daun dan keringnya bunga adalah menyakitkan. Meskipun pohon itu merasakan, matinya tunas dan kuncup bunga  adalah keperihan yang tak akan pernah terlupakan. Meskipun pohon itu juga merasakan mengelupasnya kulit persaan dalah keniscayaan untuk sekedar melewati kengerian musim kemarau.
Tapi itu sudah berakhir… selamat datang Musim Semi..
Daun itu sudah siap untuk tumbuh,menyambut mentari pagi dalam kesejukan.  kuncup bunga itu telah bersiap mekar, sesekali mengintip mencuri sinar mentari dari balik tabir. Entah bagaimana cara merayakannya, kebahagiaan menyambut musim semi adalah kebahagian yang terakumulasi dari harapan ketika musim kemarau. semua sudah siap, sinar mentari dari menerobos kabut embun pagi ini. Embun itu telah mencoba merayu, maraju agar sang kuncup dan tunas daun menampakkan diri. Ajakan semakin kuat.  “selamat pagi dunia, selamat datang musim semi”. Pohon itu segera berubah indah, tak menyisakan bekas luka dan perih musim kemarau. semua segera berubah, pohon menghijau dan kecantikan bunga melengkapi bersama tetesan embun disetiap ujungnya.
Menggugurkan bunga di (bukan) Musim semi
Kabut embun telah terevaporasi, menghilang bersama sinar sang mentari pagi. Pohon itu baru tersadar, bahwa kehangatan sinar mentari pagi ini hanyalah akibat tebalnya embun pagi. Empun telah mengelabui, menyemukan yang terjadi. Karena ini bukanlah musim semi, ini hanya kesemuan. Ini bukanlah musim semi yang sesungguhnya, ini hanya kefatmorganaan sesaat. Ini adalah musim Pancaroba. Semua semu, bisa jadi kehangatan mentari malah lebih mematikan dari panasnya kemarau. karena pohon telah menyiapkan diri untuk musim semi, bukan kemarau.  gugurkan Bungnnya sekarang, sebelum musim kemarau datang, gugurkan daunnya sekarang agat tak perih ketika berjatuhan. Ini bukan musim semi.
Selamat (menunggu) datang(nya) Musim Semi..
Pohon itu tetap (mencoba) tegar, melawan musim kemarau sendiri. Semua pohon telah kehilangan harapan akan datangnya musim semi. Pohon itu kelak kan menjadi pohon paling bahagia, merayakan datangnya musim semi.  Menumbuhkan tunas daun dan memekarkan bunga pada saat yang tepat, musim semi. Bersama kehangatan mentari dan sejuknya embun dipagi hari.  Bersama kupu-kupu yang rindu pada bunga, bersama burung yang telah lama tak berkicau bertengger dan bermain pada batang dan ranting. Bersama para orang yang merindukan berteduh dan bercerita dalam kerindangan dedaunan. Merekalah kekuatan tuk tegar berdiri di musim kemarau, harapan merayakan musim semi bersama mereka yang menanti adalah seni merayakan kebahagian yang tak terbeli.
Selamat (menunggu) datang(nya) Musim Semi……….

Surabaya, 13 November 2013, 06.17
Bersama “bertahan disana” Sheila on 7
Dalam kesuntukan melihat syntax pemrograman yang tak terpecahkan
Saat-saat menjadi buronan para sniper tugas-tugas kuliah dengan AK47-nya


0 comments:

Post a Comment