Tuesday, November 26, 2013

Majelis Muhammad Natsir



Integralistik Republik Indonesia
Gedung parlemen itu riuh, semua orang sudah berkumpul. Semua anggota dewan terhormat telah duduk bersiap melanjutkan agenda musyawarahnya. Hari ini agendanya adalah mendengarkan pidato dari politikus islam, ulama negarawan, Muhammad Natsir. Semua mata tertuju pada panggung utama, pada mimbar yang berada di pinggir podium ketua sidang. Singa podium itutelah bersiap, mengeluarkan kata yang mengguncang pikiran semua orang yang berada dalam gedung parlemen ini.
Gedung dewan sudah panas, semenjak kemarin tidak ada putusan yang jelas atas masalah genting yang sedang dihadapi negeri ini semenjak selesainya Konfrensi Meja Bundar di den Haag, Belanda. Sisa kolonialisme masih mengakar kuat di daerah-daerah bekas jajahan. Sangat terasa diberbagai daerah seperti Pulau Sumatera, Jawa dan Madura. Ada keinginan dari berbagai daerah tersebut bergabug dengan Republik Indonesia, namun van mook menjadi momok yang menakutkan bagi rakyat saat ini.
Kerusuhan sudah banyak terjadi di daerah-daerah akibat penderitaan berkepanjangan setelah kemerdekaan.Semua rakyat akhirnya bersatu membuat tuntutan-tuntutan berupa resolusi dan mosi ketidak percayaan kepada pemerintah. Mereka ingin segera merasakan ketentraman, kejelasan politik. Semua rakyat memilih berbuat “onar” untuk menyelesaikan permasalahan saat itu. Pemerintah yang defensive bahkan cenderung mendiamkan permasalahan membuat rakyat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah saat itu. Hingga akhirnya digelarlah siding istimewa di gedung dewan.
Gedung dewan juga sangat panas. Tentang permasalahan kejelasan dari pembentukan kesatuan Negara. Semua berbicara dengan kepentingan masing-masing. Memang, suasana Sistem Demokrasi Liberal sangat membebasan semua untuk masuk dalam gedung dewan. Ada golongan sosialis, komunis serta islam yang merupakan pemenang pemilu dengan PartaiMasyumi. Sosialis dengan konsep Negara Federalis telah mengeluarkan pidatonya, D.N. Aidit dengan Komunisnya mengusung unitarisme telah membuat semuaisi gedung dewan manggut-manggut tanda kesepemahaman..
Ketikasemua orang ramai membicarakan bagaimana struktr pemerintahan nantinya, Natsir tampil dengan membawa wacana baru terkait mosi dan struktur pemerintahan. Dalam pidatonya, M. Natsir menyampaikan, “SaudaraKetua, idjinkanlah saja sekarang berbitjara terlepas atau tidak terlepas dari pada soal unitarisme atau federalisme, akan tetapi dalam hubungan jang lebih besar mengenai mosi ini.”. M. Natsir mencoba mendudukan kembali permasalahannya, tentang apa yang dihadapi pemerintah terkait dengan mosi dan tuntutan rakyat serta permasalahan struktur pemerintahan. Beliau mengawali dengan tidak lagi membicarakan bagaimana sesungguhnya yang harus dipakai oleh pemerintah dalam melaksanakan pemerintahan.
Kemudian beliau keluarkan kritik untuk pemerintah yang telah lambat dalam mengambil langkah, hingga keadaan benar  sudah hampir di luar kendali. "Inisiatif terlepas dari tangan Pemerintah. Tak ada konsepsi untuk menghadapi soal ini dalam djangka jang tertentu. Sembojan jang ada hanjalah : „Terserah kepada kemauan rakjat". Rakjat bergolak di-mana. Hasilnja hudjan resolusi dan mosi. Parlemen menerima dan tinggal mengoperkan semuanja itu kepada Pemerintah dengan tambahan argumentasi juridis dll., dan kalau perlu dengan citaten dan encyclopaedie. Dengan begitu Pemerintah lambat laun terdesak kepada posisi jang defensif. Lalu Pemerintah terpaksa menjesuaikan diri setapak demi setapak dengan undang2 darurat sebagai legalisasi. Suara itu berapi-api menggelora sampai kepada peserta siding semuanya, meraka seolah menahan nafas serius memperhatikan setiap perkataan singa podium itu. Pun juga dengan aku, terpana oleh orasi membakar tentang visi kenegaraan dari negarawan muslim ini.
Sesaat beliau diam, memberikan jeda sejenak. “apakah yang dimaksud dengan “terserah kepada kemauan rakyat” ?”. “apakah membiarkan semua keadaan ini semua ?”. semua terdiam dengan pertanyaan retorika tersebut. Memang, dengan alasan terserah kemauan rakyat, pemerintah seolah mendiamkan masalah ini. Padahal seharusnya pemeintah tahu apa yang dirasakan oleh rakyat, karena perintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan kemerdekaan ini juga hasil perjuangan rakyat. Sehingga aneh dengan selogar tadi malah pemerintah tidak segera mengambil langkah taktis menyelesaikan masalah ini. Menyiapkan program-program jangka panjang, jangka pendek dalam rangka menyelesaikan permasalahan integrasi bangsa ini. Maka dengan itulah, penyelesaian masalah bangsa ini terlepas dari masalah unitarisme, federalism ataupun provinsialisme. Tapi penyelesaian masalah dalam Susana  Nasionalisme baru, semangat kesatuan bangsa.
Diakhir orasinya, Muhammad Natsir kemudian memberikan pernyataan yang memberikan langkah penyelesaian masalah integrasi bangsa ini. Langkah-langkah tersebut yang kita kenal dengan Mosi Intergral M. Natsir.
Berhubung dengan ini, saja ingin memadjukan satu mosi kepada Pemerintah jang bunjinja demikian:
Dewan Perwakilan Rakjat Sementara R.I.S. dalam rapatnja tanggal 3 April 1950 menimbang sangat perlunja penjelesaian jang integral dan programatis terhadap akibat2 perkembangan politik jang sangat tjepat djalannja pada waktu jang achir2 ini.
Memperhatikan : Suara2 rakjat dari berbagai daerah, dan mosi2 Dewan Perwakilan Rakjat sebagai saluran dari suara2 rakjat itu, untuk melebur daerah2 buatan Belanda dan menggabungkannja ke dalam Republik Indonesia. Kompak untuk menampung segala akibat2 jang tumbuh karenanja, dan persiapan2 untuk itu harus diatur begitu rupa, dan mendjadi program politik dari Pemerintah jang bersangkutan dan dari Pemerintah R.I.S. Politik pengleburan dan penggabungan itu membawa pengaruh besar tentang djalannja politik umum di dalam negeri dari pemerintahan di seluruh Indonesia.
Memutuskan :
Mengandjurkan kepada Pemerintah supaja mengambil inisiatif untuk mentjari penjelesaian atau se-kurang2-nja menjusun suatu konsepsi penjelesaian bagi soal2 jang hangat jang tumbuh sebagai akibat perkembangan politik di waktu jang achir2 ini dengan tjara integral dan program jang tertentu.
M. Natsir — SoebadioSastrasatomo — Hamid Algadri
— Ir. Sakirman — K. Werdojo — Mr. A. M. Tambunan
— NgadimanHardjosubroto — B. Sahetapy
Engel — Dr. Tjokronegoro — Moch.Tduchid —
Amelz — H. Siradjuddin Abbas.
3 April. 1950

0 comments:

Post a Comment