Saturday, November 16, 2013

Mengeluhlah dengan sederhana


Senja sore manarul selalu membari cahaya sendiri, serambi timur penuh inspirasi bersandar pada tiang-tiang kokoh memenangkan hati. Pikiran ini kembali mengulang-ulang kejadian yang hari ini terjadi, kemarin dikerjakan, kemarin lusa dilakukan. Mencoba merenungkan, mengambil hikmah, mencari titik nol dari semua aktivitas. Memejamkan mata menikmati belaian angin sepoi-sepoi dan belaian hangat cahaya senja. Sekilas muncul satu persatu gambar kejadian itu, seperti kalau kita lihat gambar pakai pilihan slide show di laptop kita. Tak sampai satu menit, gambar itu sudah berganti, berputar sampai akhirnya kembali ke gambar yang semula. Pun juga dengan sore ini, rangkaian gambar-gambar kejadian tidak menyisakan kecuali catatan-catatan yang menjadi perbaikan nantinya.
Kali ini frame yang membekas adalah kejadian tentang keluhan orang-orang akan masalahnya. Masalah pribadinya, masalah dengan kawannya, masalah dengan amanahnya dan masalah dirinya dengan Tuhan-nya. Seringnya mereka menceritakan penderitaan seolah hidup mereka tidak pernah ada kesenangan sama sekali. Kadang sampek ada yang sampai memaku-maki. Sumpah serapah seolah menjadi kata wajib dalam setiap paragraph jika ditulis apa yang meraka katakana. Mereka lupa, kalau mereka masih hidup adalah kenikmatan besar jika dibandingan mereka yang ada di kamar mayat. Mereka seolah tak ingat, kalau mulut mereka adalah anugerah yang tidak pernah tergantikan nikmatnya, coban bandingan dengan orang-orang yang terbaring dirumah sakit yang kemudian tidak bisa bicara. Ahhh… kalau saja Allah itu KAPITALIS, tentu kita bangkrut sudah. Setiap nikmat yang Allah berikan harus dibayar. Tak ada lagi harta di tangan kita. Mungkin kita malah akan menunggak hutang. Namun Allah tidak kapitalis, tidak pernah meminta bayar atas nikmatnya. Cuma kita diperintahkan untuk bersyukur dan jangan kufur. Sederhana ditulisan, tapi banyak orang yang kadang melewatkan. Sadarlah kawan.. masih banyak yang lebih sempit kehidupan mereka tapi tak mengeluh seperti dirimu..
Mengeluh dengan sederhana
Tafsir Al-Azhar, tafsir seorang ulama yang pernah dimiliki bangsanya menuliskan judul tersendiri tentang mengeluh. Prof. buya HAMKA mengisahkan tersendiri  keluhan yang pernah ada dalam Al-Qur’an. Keluhan yang dilakukan bukan oleh sembarang orang. keluhan rasul, begitu tulisan judulnya dalam buku tafsir Al-Azhar dalam Juz XIX ketika menafsirkana rangkaian ayat dalam surat Al-Furqon ayat ke 30 dan 31. Tentu saja kelas keluhan kita dengan rasul itu beda. Kita beda kelas. Sehingga banyak ibroh yang dapat kita ambil dari kisah tersebut.
Begini terjemah dari ayat ke 30 (maaf, gak bisa buat bulis arab)
“dan berkatalah rasul : “ Ya Tuhanku! Kaumku ini sesungguhnya telah meninggalkan jauh Al-Qur’an”
Dalam akhir ayat tersebut, dalam tulisan arabnya  diakhiri dengan kata “mahjuuran” yang berarti suatu tempat yang telah ditinggalkan lama dan sudah tidak diperdulikan. Kesedihan rasul akan perilaku kaumnya yang telah meninggalakan jauh Al-Qur’an itupun akhirnya diadukan kepada Allah SWT. Padahal Nabi berpesan agar Al-Qu’an itu menjadi pembuka hati kita dengan kita terus membacanya, memperhatikan setiap ayat-ayatnya bahkan membaca dengan melagukannya. Agar terbuka hati kita, agar al-qu’an mejadi bagian dari darah yang mengalir di dalam tubuh kita. Begitulah pesan rasulullah. Namun, ketika itu semua tidak mengindahkan dan malah memberikan ejekan dan celaan. Ibaratnya kalau anda memberikan ceramah kemudian dari barisan belakang ada anak kecil masih ingusan. Anak itu kemudian mengata-ngatai anda dan berkata berkebalikan dari apa yang anda ceramahkan tadi. Apa yang anda laukukan?. Apa yang dialami olah Rasulullah mungkin jauh lebih parah dari itu.
Gayung bersambut, mendengar keluhan dari Rasul-Nya, Allah kemudian membalas keluhan tersebut dengan firmannya pada ayat selanjutnya(Al-Furqoon;31),
“Demikianlah halnya, kami jadikan bagi setiap nabi itu ada musuh terdiri dari orang-orang jahat. Namun cukuplah Tuhan menjadi penunjuk jalan dan pertolongan”
Allah menegaskan bahwa apa yang dialami Rasul tentang penolakan seruan bukanlah hal yang aneh. Bahkan Allah memberikan motivasi kepada Rasul dengan memberikan kisah bahwa Nabi-Nabi sebelumnya juga mengalami yang demikian. Hal ini menjadi tantangan dan ujian bagi Rasulullah, tentang kesabaran atau tidak. Kemudian Allah menegaskan, bahwa cukuplah Dia yang menjadi petunjuk dan penolong bagi nabi Muhammad dalam perjuangannya.
Mengeluhlah dengan sederhana
Mengeluhlah dengan sederhana kawan. Jangan pernah kau merasa dirimulah orang paling menderita di dunia ini. Jangan pernah merasa bahwa tidak ada lagi yang bisa menolong dan membantu setiap masalah mu. Mengeluhlah dengan sederhana, seperti halnya bunga yang tidak pernah menyumpahi tuhanya karena rontok mahkotanya saat sedang mekar dengan indahnya. Ingatlah kembali kapan terakhir melakukan munajat dengan serius, kapan terakhir berdiri bermesraan disepertiga malam terakhir. Coba kau ingat-ingat lagi, titah tuhan mana lagi yang kau tangguhkan. Mungkin itulah titik nol dari keluhan kita, mungkin itulah yang menjadikan sempit. Sehingga kau lupa taka da petunjuk dan pertolongan dalam setiap permasalahan ini kecuali dari Allah
Saya kutipkan kata-kata Prof. HAMKA dalam tafsirnya, “setiap engkau berjumpa dengan satu ujian ataupun rintangan, karena hatimu yang tidak pernah lepas dari mengingat Allah (dzikir), tuntunan Tuhan mesti datang tepat tepat pada waktunya dan pertolongan mesti tiba disaat yang penting”.

12 November 2013
Serambi timur Masjid Manarul ilmi

Melepas lelah menikmat senja sore, Mengiringi mentari tuk bersua esok hari

0 comments:

Post a Comment