Wednesday, January 1, 2014

Indonesia melawan Kodrat



Meninjau kembali point of view pembangunan di Indonesia Raya

catatan dari sebuah hasil bertemu dengan seorang profesor di jurusan. padahal hanya ingin sharing masalah Kerja Praktek. Namun, itulah guru, selalu memberi lebih dari apa yang diminta. sedikit catatan yang ada di ingitan saja. tentang paradigma pembanguan di indonesia.

"Ketika Pak Sukarno memerintah Indonesia, Pembangunan di Indonesia lebih pada pembangunan Infrastruktur dan penataan ruang karena bung karno mempunyai latarbelakang teknik sipil dan perencanaan. setelah itu pak Harto, Pembangunan yang dilakukan oleh Pak Harto lebih pada sawah dan penghijauan, karena dulu Pak harto meskipun orang militer dulu tinggalnya di desa dan yang di ketahui adalah sawan dan hutan. dan sekarang pembanguan Indonesia tidak pada jalur yang tepat karena melawan kodrat".

Paradigma pembangunan di Indonesia sudah selayaknya di tinjau ulang lagi. Sebab, pada awal pembangunan pertama negeri ini sudah pada point view yang tidak dalam memandang Negara Indonesia dari konteks ruang. Kesalahan mendasar dari point of view inilah yang kemudian semakin menjauhkan Indonesia pada jalur pembanguan yang benar. Sehingga seolah pembangunan di Indonesia ini sangat di paksakan dan melawan kodratnya.
Wilayah Negara Indonesia adalah lautan yang ditaburi oleh pulau-pulau, sehingga tidak mengherankan ada sekitar 17.564 pulau yang tersebar di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. luas wilayah laut kita 75% dari wilayah daratan yang ditempati oleh lebih dari dua ratus juta jiwa. sehingga pembangunan Indonesia lebih memikirkan bagaimana mengelola luas wilayah yang 75% ini dibandingkan dengan yang 25%.  Namun kenyataannya sungguh sangat terbalik dari yang seharusnya. Pembangunan Negara Indonesia lebih memfokuskan pada daratan dan “menelantarkan” lautan yang sangat luas dengan segala potensi yang ada. Pemerintah lebih senang melihat gedung-gedng bertingkat sebagai standar kemajuan dari pembanguan.
Sudut pandangan pembanguan sebagai orang daratan tidaklah tepat karena memang wilayah darat Indonesia hanyalah sebagain kecil dari luas total wilyah yang bisa dimanfaatkan. Kesalahan sudut pandang inilah yang kemudian menimbulkan persoalan pada hari ini. Seperti penghancuran wilayah hutan bakau pantai timur kenjeran yang kemudian di sulap manjadi komplek perumahan mewah, reklamasi pantai utara Jakarta yang digunakan untuk kepentingan yang sama dan berbagai tempat yang mengalami “pemerkosaan” atas nama pembanguan. Kemudian yang lebih fatal dari sudut pandang bukan sebagai Negara kepulaan adalah menjadikan laut batas pemisah dan bukan sebagai penghubung. Pembangunan infrastuktur ekonomi kita lebih senang menambah jumlah kendaraan dan memperlebar jalan dari pada membangun fasilitas laut. Sehingga pembangunnan Jembatan Suramadu dan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda adalah solusi dari adanya laut yang memisahkan daratan kita.
Penah pula kita bangga dengan mengatakan kepada dunia bahwa Indonesia adalah Negara Agraris. Pertanyaannya, Agraris dari mana???. Kalau kita tinjau lagi, daratan di Indonesia ini hanya 25%, dan dari 25% itu kemudian masih kita bagi-bagi untuk daerah perkantoran, perumahan, perbelanjaan dan hutan. Maka tinggal berapa persenkah total luasan daratan kita yang kemudian benar-benar merepresentasikan sebagai Negara Agraris ?. padahal jika kita bandingkan dengan wilyah laut kita yang 75% itu, sebenarnya daratan yang produktif untuk palawija tidak ada seujung kuku. Maka sungguh tidak tidak tepat kalau kita mengikrarkan sebagai Negara agraris, karena sebenarnya secara kodrat kita adalah Negara maritime yang diberikan laus sangat luas.
Maka sungguh, Indonesia akan melawan kodratnya jika kemudian tetap melaksanakan pembanguan dengan point of view Indonesia adalah benua yang sangat luas bukan sebagai kepulauan yang dihubungkan dengan lautan. Kita akan terus “memperkosa” daratan dan mencampakkan lautan yang sangat luas ini. maka sudah saatnya kita membuat point of view baru arah pembangunan Indonesia ke depan. Prof. Daniel M. Rosyid dalam pidato pengukuhan guru besarnya menyampaikan bahwa sudut pandang pembangunan dengan menggunakan sudut pandang kepulauan adalah sebuah jalan tengah dari bagi Indonesia yang sering menyebut diri dengan “Tanah Air”. Tanah berarti pulau besar dan air “water world” yang seimbang. Selain itu, sudut pandang  sebagai Negara kepulauan dengan paradigm kelautan merupakan sebuat solusi untuk ketegangan Antara paradigm pulau besar dengan paradigm kelautan. Sehingga ke depan, pembicaraan pembangunan kita lebih membicarakan bagaimana memanfaatkan laut. Sehingga pada visi pembangunan Indonesia tidak lagi melawan kodratnya namun sesuai dengan kondisi ruang dan wilayah Indonesia yang telah Allah anugerahkan kepada rakyat Indonesia. 

0 comments:

Post a Comment