Pada suatu perairan terkadang ditemukan suatu biota yang mati mendadak secara masal. Pertanyaan yang muncul adalah apakah kematian biota laut tersebut disebabkan karena proses alamiah atau karena adanya bahan pencemar yang masuk ke perairan. Setelah dilakukan analisis awal diketahui bahwa kematian masal tersebut disebabkan oleh suatu bahan pencemar. Investigasi awal kemudian dilakukan, tetapi tidak ditemukan sumber buangan limbah dengan karakteristik yang sama dengan sampel bahan yang diambil di perairan tersebut. Selain itu, tidak diketahuinya kapan sebenarnya limbah buangan bahan pencemar itu masuk ke perairan tersebut. Permasalahan ini seringkali dialami, karena pada kenyataannya karakter bahan pencemar tersebut telah berubah karena bereaksi secara kimiawi dengan lingkungan perairan laut dan juga ternyata proses reaksi perubahan suatu buangan limbah menjadi bahan pencemar terjadi pada periode waktu yang cukup panjang. Proses fisis perairan bekerja secara dinamis, diiringi dengan proses-proses kimia unsur-unsur di laut dan perpindahan bahan pencemar secara biologis antar biota laut pada jaring makanan melalui proses bioakumulasi, biokonsentrasi atau biomagnifikasi berjalan, sehingga semakin mempersulit untuk menelusuri sumber dari bahan pencemar tersebut.
Kendala tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan teknologi pemodelan. Teknologi pemodelan dapat secara tepat dan cepat membantu untuk mengkaji dan mengidentifikasi sumber bahan pencemar yang menyebabkan terganggunya sistem lingkungan perairan yang dampaknya berakibat pada kematian biota laut. Skenario pemodelan dibangun dan disusun secara bertahap yaitu pertama mengidentifikasikan potensi sumber buangan limbah pencemar. Pada tahap ini dilakukan inventarisasi dimana dan aktifitas apa saja yang dilakukan serta kemungkinan adanya buangan limbah pencemar. Tahap kedua adalah melakukan identifikasi jenis buangan sumber limbah yang mungkin menjadi bahan pencemar setelah masuk ke perairan. Tahap ketiga adalah dengan cara memodelkan baik secara fisik, kimia dan biologi bahan buangan limbah tersebut sehingga dapat diketahui perubahan karakter bahan buangan, pola distribusinya dan periode waktu sampai bahan buangan limbah tersebut bersifat toksik yang mematikan. Setalah tahap ini dilakukan maka dari hasil interpretasi simulasi model dapat diketahui kemungkinan terbesar sumber bahan buangan limbah yang menyebabkan kematian masal biota perairan tersebut.
Pemanfaatan daerah aliran sungai dan pesisir pantai kerap kali terlihat, terutama daerah yang memiliki tata ruang pesisir yang dapat dimanfaatkan atau disediakan pemeritah sebagai areal industri dan perumahan. Meskipun regulasi dari pemerintah untuk buangan limbah telah ditetapkan standar minimumnya, tetapi masih memungkinkan untuk terjadi pencemaran akibat kelalaian prosedur ataupun akumulasi bahan buangan limbah yang menjadi bahan pencemar. Buangan limbah ini akan menjadi potensi pencemaran yang signifikan apabila kemampuan perairan untuk menetralisir limbah tersebut menurun. Kemampuan ini berbeda-beda untuk setiap perairan. Oleh karena itu, potensi bahan pencemar ini perlu diantisipasi dengan cara mengetahui distribusi bahan buangan limbah jika bahan buangan limbah tersebut terjadi perubahan karakteristik dan memiliki sifat toksik sebagai bahan pencemar. Pola distribusi buangan limbah pencemar ini sangat penting untuk diketahui, apakah akan sampai ke lokasi perairan yang memiliki biota yang sensitif terhadap buangan bahan limbah pencemar dan kemungkinan kerusakan yang akan ditimbulkannya.
Teknologi pemodelan dapat membantu untuk mengkaji potensi buangan limbah pencemar dan pola distribusinya apabila bahan buangan limbah tersebut telah melampaui batas dari regulasi yang ada akibat kelalaian prosedur atau akibat dari proses akumulasi limbah buangan sehingga terjadi perubahan bersifat toksik. Tahapan penyusunan skenario pemodelan dilakukan dengan mengidentifikasikan potensi sumber-sumber buangan limbah, identifikasi jenis buangan limbah, identifikasi komponen kimiawi yang berpotensial sebagai parameter kimia pencemar dan tahapan terakhir adalah dengan memodelkan bahan buangan limbah tersebut sehingga dapat diketahui pola distribusinya, konsentrasi parameter kimia toksik dan kemungkinan terjadinya akumulasi bahan limbah buangan menjadi bahan kimia pencemar. Pola distribusi potensi limbah buangan bahan pencemar diintegrasikan dengan hasil model dari kondisi lingkungan perairan meliputi pasang-surut, sirkulasi arus dan kondisi klimatologi yang bervariasi secara bulanan atau musiman sehingga dapat diketahui pola normal potensi distribusi limbah buangan bahan pencemar. Tujuannya adalah jika terjadi pencemaran limbah buangan bahan pencemar dari suatu sumber pada bulan atau musim tertentu, dapat dengan cepat dan mudah diketahui kemungkinan pola distribusinya, apakah akan mencapai habitat biota tertentu dan kemungkinan dampaknya.
Kajian dampak limbah pencemar perairan dalam kerangka dampak lingkungan sangat penting untuk dilakukan sebelum dilaksanakannya pembangunan di daerah aliran sungai, pesisir pantai dan perairan laut untuk kepentingan aktifitas manusia. Pada prinsipnya, aktifitas manusia dan pemanfaatan wilayahnya dapat berjalan dengan serasi dan selaras jika memiliki pemahaman mengenai karakteristik perairan beserta biota yang menempatinya. Regulasi yang ada telah menetapkan batasan-batasan dari berbagai parameter bahan pencemar, tetapi terkadang batasan tersebut kurang memperhatikan kondisi dan karakter di perairan tersebut.
Sebagai contoh, misalnya limbah buangan panas dari suatu industri yang berbeda tempat dimana kondisi perairan di kedua tempat tersebut memiliki perbedaan karakteristik suhu perairan yang signifikan. Pada tempat yang pertama, suhu perairan normal tahunan memiliki interval antara 29-31°C dan di perairan yang kedua sebesar 26-28°C maka jika buangan limbah panas dari kedua industri tersebut sebesar 35°C, dampak yang lebih besar terasa adalah di perairan kedua yang memiliki suhu perairan antara 26-28°C dibandingkan dengan perairan pertama yaitu sebesar 29-31°C.
Hal ini terjadi karena perubahan yang disebabkan oleh masuknya limbah panas pada perairan yang kedua lebih besar daripada perairan yang pertama. Respon biota pada perairan kedua akan lebih terganggu dibandingkan perairan yang pertama atau bahkan mungkin di perairan yang pertama dengan adanya masukan limbah panas sebesar 35°C keberadaan biota di perairan tersebut tidak akan tergganggu. Kondisi perairan lain yang mungkin terjadi adalah dengan berubahnya suhu sebesar hanya 0.75°C saja akan menyebabkan terganggunya biota di perairan tersebut. Fakta lainnya adalah bagaimana pola sebaran penurunan suhu perairan dari sumber buangan limbah panas sampai di suatu tempat tertentu dan berapa perubahan suhu yang terjadi sampai di suatu habitat perairan dimana biotanya sensitif terhadap perubahan suhu. Analogi yang sama akan berlaku pada kasus parameter-parameter buangan limbah yang lainnya.
Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat kompleksitas dalam mengkaji dampak limbah pencemar yang masuk ke suatu perairan. Regulasi yang ada disatu sisi akan mengamankan lingkungan perairan dan mungkin pula terjadi pada perairan lain tidak memiliki dampak sama sekali sehingga mengurangi nilai tambah dengan keberadaan suatu industri yang memanfaatkan wilayah di dekat perairan.
Teknologi pemodelan dapat membantu dalam melakukan kajian mengenai dampak limbah buangan pencemar dengan efektif. Tahapan yang dilakukan dalam membangun skenario pemodelan adalah dengan cara mengidentifikasikan sumber-sumber buangan limbah pencemar, identifikasi jenis parameter fisik, kimia dan biologi bahan pencemar, pemodelan pola distribusi dan konsentrasi bahan pencemar dan tahapan terakhir adalah identifikasi dampak lingkungan dari mulai habitat sampai dengan biota penyusun perairan tersebut. Luaran rekomendasi dari hasil simulasi pemodelan adalah ambang batas nyata yang secara signifikan akan mempengaruhi lingkungan beserta biota penyusunnya. Ambang batas nyata parameter ini, hasilnya mungkin akan di atas atau bahkan dibawah ambang batas dari regulasi yang ada.
Modul model Hidrodinamika (Adveksi-Dispersi) dan Pemodelan Kualitas air digunakan untuk mensimulasikan sirkulasi arus dan tinggi muka laut dan pola distribusi konsentrasi limbah pencemar perairan. Modul model Pergerakan Sedimen Kolom Air dan Pergerakan Partikel dimanfaatkan untuk mengkaji bahan pencemar yang mungkin berasosiasi dengan keberadaan sedimen atau mungkin digunakan untuk mensimulasikan sedimen sebagai bahan pencemar. Jika bahan buangan limbah pencemar memiliki kandungan minyak, modul model Analisis Tumpahan Minyak digunakan. Modul model Aliran Sungai digunakan apabila diperairan tersebut merupakan perairan estuari yang memiliki muara sungai. Hasil dari simulasi dan pemodelan diintegrasi dengan data dan informasi tambahan lainnya dengan menggunakan modul model GIS Kelautan.
0 comments:
Post a Comment