Monday, December 21, 2015

Aku (menulis) Kembali

Memang klausa yang selama ini sudah kita mafhum bersama bahwa Menulis sangat erat kaitannya dengan membaca, bahkan Prof. Daniel M. Rosyid mengaitkan hal tersebut dalam satu rangkaian siklus belajar (Membaca - Menulis - Menyampaikan/Presentasi). Dan saya sudah merasakannya. Kesibukan beberpa minggu terakhir seirama dan berpacu dengan kesibukan para pekerja kantor yang sedang menyelesaikan laporan keuangan tahunan dan penyusunan anggaran untuk tahun depan. Tidak bisa dipungkiri, daya baca sayan semakin rendah, sehingga mungkin itulah yang menyebabkan menurunnya produktifitas menulis saya diblog.
Sudah hampir dua bulan lalu saya tidak membaca sastra, berkutat dengan buku pemikiran dan tidak membaca beberapa minggu terakhir kecuali buku teknik yang kaku dan penuh dengan angka-angka. Kurangnya asupan bacaan sastra ini membuat kefakiran diksi dalam menulis, hilangnya imajinasi, buruknya alur menulis sampai mati kaku jari diatas tuts keyboard. Tapi untungnya masih ada stok buku sastra yang baru dan wajib dibaca, salah satu dari trilogi karya Mbah Pram masih nangkring di rak dan baru baca cover dan beberapa halaman setelahnya. Selain itu masih ada essay-essay, tulisan lepas Cak Nun yang dikumpulkan dalam satu buku. Mbah Pram mewakili sastra tak hanya sastra namun juga sebagai perjuangan ideologi dan Cak Nun mewakili uneg-uneg jeritan hati kaum pinggiran yang termarjinalkan. Kombinasi yang menarik untuk bacaan beberapa bulan kedepan.
Pernah ada tulisan yang cukup menarik, tentang korelasi buku yang terbit dan generasi yang dilahirkan 10 tahun setelahnya. Kalau kita lihat genarasi bapak - bapak yang sekarang duduk di Gedung DPR yang mereka adalah aktivis eksponen '90-an, mereka adalah penikmat buku - buku ideologi terbitan '70-an akhir dan'80-an. Buku - buku perjuangan ideologi yang kental dengan suasana revolusi yang terjadi di negara dunia ketiga dan senasib dengan bangsa Indonesia. Sebagai contoh, tahun 80-an Revolusi Syiah Iran di bawaah komando Ayatullah Khomaini dan Sosialisme Islam Ali Syari'ati dan masih banyak lagi lainya mewarnai kancah pemikiran pemuda dan intelektual muslim saat itu. 
Mungkin generasi hari ini adalah wajah dari hasil buku - buku '90-an yang didalamnya banyak sekali buku islam yang beredar namun pembahasannya adalah masalah - masalah furu' (cabang) dan saling melempar kartu bid'ah kepada kelompok lain, sehingga hari kita jumpai ukhuwah islamiyah itu adalah jauh panggang dari api.

0 comments:

Post a Comment