Thursday, October 11, 2012

Muhammad Natsir




Muhammad Natsir
Refleksi perjalanan perjuangan da’i dan politik Islam


Kalau hari kita tanya kepada orang – orang Siapakah M. Natsir mungkin tidak banyak orang yang mengetahui siapa beliau. Kalau pun ada yang menjawab mungkin hanya sebagian dari perjalanan dan lakon dari sosok “ kontroversial “ ini. Tokoh islam pasti akan menjawab ‘ M. Natsir adalah penggagas dari Dewan Dakwah Islam Indonesia “. Orang politik akan menjawab bahwa Natsir adalah ketua Umum partai Masyumi diawal Perpolitikan Indonesia. Para sejarahwan bnagsa ini akan mencatat M. Natsir sebagai salah satu Perdana Menteri Indonesia di saat Presidensial. Apakah itu salah ?. mungkin tidak, karena memang itu semua adalah bagian dari perjalanan hidup Natsir. Jadi sosok pahlawan indonesia ini bukan hanya memerankan semua secara parsial namun semua terintegrasi, M. Natsir itu ya seorang da’i, politikus, tokoh pemuda. M. Natsir itu Agamawan juga Negarawan
.
Natsir Kecil
Tradisi keislaman yang mendarah daging

M. Natsir terlahir dari daerah Minangkabau dari keluarga sederhana, ayahnya dalah seorang juru tulis di pemerintahan di Alahan Panjang. Tertanggal 17 Juli 1908 dari pasangan khadijah dan Idris sutan saripodo di kampung jembatan berukir, kecamatan lembah gumanti, kabupaten solok, Sumatera Utara.
Minangkabau terkenal daerah yang sangat kental dengan keislamannya, islam sudah mendarah daging hingga ada istilah yang sangat masyhur “ Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah “. Lingkungan keislaman inilah yang menjadi karakter Natsir ketikan nantinya ia berjuang dalam pentas perpolitakan Indonesia. Seperti halnya anak – anak kecil pada masanya, Natsir kecil menghabiskan waktu – waktunya di Surau, dalam tradisi minang, surau merupakan perlambangan perjuangan perantauan.
M. Natsir mengenyam pendidikan dasar di sebuah sekolah formal ketika padi  di HIS ( Hollandse Inlandse School ) adabiyah partikelir yang didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad tanggal 23 Agustus 1915. Sedangkan untuk sorenya ia mengikuti madrasah diniyah yang dipimpin oleh tuanku Mudo Amin. Tidak lama bersekolah di HIS Adabiyah, natsir berpindah sekolah di HIS milik Pemerintah ddi Solok. Setamat dari HIS, Natsir muda melanjutkan sekolah di MULO Padang. Semenjak itulah ia sudah dekat dengan organisasi islam kepemudaan Jong Sumatranen Bond, dan aktif di kepanduan Natipij. Melalui organisasi inilah akhirnya Natsir mulai mengetahui kenyataan yang dialami oelh bangsa ini karena kolonialisme.
Selesai menuntaskan sekolah di MULO pada tahun 1927 dan dengan bekal beasiswa akhirnya natsir merantau ke Bandung untuk melanjutkan study di AMS bandung. Saat di Bandung inilah Natsir mulai bersentuhan dengan gerakan yang dilakukan oleh Haji Agus Salim dan Cipto Mangkusumo. Saat di AMS inilah Natsir mulai membangun cita – cita kemerdekaan bangsa, selain itu juga belajar berbagai bahasa, mulai dari yunani, belanda, Inggris, perancis, jerman dan bahasa arab. Namun, disini natsir tidak juga kehilangan semangatnya untuk mendalami ilmu agama islam seperti halnya ketika masih di Padang. Natsir muda mulai bergabung dengan Persatuan Islam yang dipimpin oleh Ahmad hasan, mulai dari ceramah dan kajian – kajian ia ikuti sebab sesuai dengan ide pembaharuannya. Selain Persis, ia juga bergabung dengan organisasi Jong Islamaten Bond cabang bandung yang dipimpin oleh Agus salim. Namun, disini Natsir lebih memfokuskan dengan gerakan islam persis sebab menurutnya lebih nyata gerakannya. Di persis sendiri natsir akhirnya mendirikan lembaga pendidikan islam sebagai bentuk keperihatinan terhadap konsisi pendidikan anak bangsa serta sebagai bentuk ketidak setujuan dengan lembaga pendidikan yang di dirikan oleh Ki hajar Dweantarea yang menurutnya terlalu javacentris serta sekuler. Cita – cita tentang pendidikan Natsir dapat dilihat dari tulisannya yang dirangkum dalam buku kapita selekta,
“ Kita bertanja, bagaimanakah kita akan membangunkan perekonomian
dan pergerakan politik dalam kalangan bangsa kita jang bermiliun
itu, apabila mereka masih belum sadja 5% jang pandai tulisbatja.
Diatas apakah akan dibangunkan gedung perekonomian dan
kepolitikan kita, apabila keadaan kaum kita jang ber-djuta2 itu masih
sadja sebagai sekarang ini, belum tahu dimata-huruf !
semenjak aktif di dunia pendidikan itulah akhirnya Natsir berkenalan dengan para tokoh –tokoh politik dan dermawan muslim antara lain, Haji Muhammad Yunus, Abdullah Afif, dari kalangan pendidik ada ir. Ibrahim, Ir. Indracahya serta Rustam Efendi yang semua berkiprah didunia pendidikan islam.

Politik Natsir
Nasionalisme Islam

Setelah perjuangan melalui pendidikan, Natsir akhirnya terjung ke medan politik dengan prinsip islam adalah agama yang komplit. Muamalah dan ibadah, negara dan agama serta islam adalah peradaban yang lengkap.  Hal ini sangat wajar dengan latar belakang Natsir dari padang yang lekat dengan islam sebagai tatanan kehidupan keseharian serta interaksi intessifnya dengan islam ketika mulai bergabung dengan Perasatuan Islam. Melihat dari segi pemikirannya, Natsir sangat kental dengan pemikiran dari “ gurunya “ H. Agus Salim yang sangat gencar menyuarakan hakikat islam ditengah arus pemikiran nasionalis sekuler.
Pada dekade tahun 1920 – an, perdebatan antara islam dengan sekuler dengan tokoh utama H. Agus Salim dengan Soekarno. Agus salim banyak mendapat serangan dari kalangan Nasionalis “ netral agama “ dengan tuduhan gerakan pan – islame yang digelorakan kalanagan islam malah akan menghancurkan persatuan. Namun hal itu dibantah dengan artikel Agus salim yang pada intinya mengajak agar nasionalis itu dilandasi oleh keimanan kepada allah SWT.
Mengikuti jejak gurunya, pada tahun 1930 – 1940-an juga terjadai perdebatan menarik antara nasionalis Netral agama dan kalangan islam. Perdebatan ini mengarah pada tokoh utama soekarno dengan Natsir tentang Negara dan agama. Ir. Soekarno dengan pemikirannya re- thingking of islam yang dinyatakan dalam tulisan – tulisannya antara lain, memudahkan pengertian islam, apa sebab turki memisahkan agama dan negara, masyarakat onta dan masyarakat kapal udara dan islam sontoloyo. Semua tulisan yang bermuara pada satu gagasan yang menempatkan rasionalisme dan kemerdekaan dalam berideologi.
Namun, melihat pemikiran Ir. Soekarno yang membahayakan pemikiran ummat pada saat itu langsung mendapat  balasan atas pemikiran itu. M. Natsir salah satu yang sangat keras menentang artikel yang diterbitkan di panji masyarakat, seolah – olah perdebatan vis a vis ini perdebatan dalam satu meja. Natsir sendiri menulis artikel jawaban dari tulisan Soekarno dengan judul  sikap islam terhadap kemerdekaan berfikir,  Persatuan Agama dengan Negara,. Selain itu Ahmad Hassan juga menulis sebuah artikel untuk menjawab tulisan soekarno dengan judul “ Islam dan Kebangsaan “.

0 comments:

Post a Comment