Muhammad Natsir
Refleksi perjalanan perjuangan da’i dan politik Islam
Kalau hari kita tanya kepada orang – orang Siapakah M.
Natsir mungkin tidak banyak orang yang mengetahui siapa beliau. Kalau pun ada
yang menjawab mungkin hanya sebagian dari perjalanan dan lakon dari sosok “
kontroversial “ ini. Tokoh islam pasti akan menjawab ‘ M. Natsir adalah
penggagas dari Dewan Dakwah Islam Indonesia “. Orang politik akan menjawab
bahwa Natsir adalah ketua Umum partai Masyumi diawal Perpolitikan Indonesia.
Para sejarahwan bnagsa ini akan mencatat M. Natsir sebagai salah satu Perdana
Menteri Indonesia di saat Presidensial. Apakah itu salah ?. mungkin tidak,
karena memang itu semua adalah bagian dari perjalanan hidup Natsir. Jadi sosok
pahlawan indonesia ini bukan hanya memerankan semua secara parsial namun semua
terintegrasi, M. Natsir itu ya seorang da’i, politikus, tokoh pemuda. M. Natsir
itu Agamawan juga Negarawan
.
Natsir
Kecil
Tradisi keislaman
yang mendarah daging
M. Natsir terlahir dari daerah Minangkabau dari keluarga
sederhana, ayahnya dalah seorang juru tulis di pemerintahan di Alahan Panjang.
Tertanggal 17 Juli 1908 dari pasangan khadijah dan Idris sutan saripodo di
kampung jembatan berukir, kecamatan lembah gumanti, kabupaten solok, Sumatera
Utara.
Minangkabau terkenal daerah yang sangat kental dengan
keislamannya, islam sudah mendarah daging hingga ada istilah yang sangat
masyhur “ Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah “. Lingkungan
keislaman inilah yang menjadi karakter Natsir ketikan nantinya ia berjuang
dalam pentas perpolitakan Indonesia. Seperti halnya anak – anak kecil pada
masanya, Natsir kecil menghabiskan waktu – waktunya di Surau, dalam tradisi
minang, surau merupakan perlambangan perjuangan perantauan.
M. Natsir mengenyam pendidikan dasar di sebuah sekolah
formal ketika padi di HIS ( Hollandse
Inlandse School ) adabiyah partikelir yang didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad
tanggal 23 Agustus 1915. Sedangkan untuk sorenya ia mengikuti madrasah diniyah
yang dipimpin oleh tuanku Mudo Amin. Tidak lama bersekolah di HIS Adabiyah,
natsir berpindah sekolah di HIS milik Pemerintah ddi Solok. Setamat dari HIS,
Natsir muda melanjutkan sekolah di MULO Padang. Semenjak itulah ia sudah dekat
dengan organisasi islam kepemudaan Jong Sumatranen Bond, dan aktif di kepanduan
Natipij. Melalui organisasi inilah akhirnya Natsir mulai mengetahui kenyataan
yang dialami oelh bangsa ini karena kolonialisme.
Selesai menuntaskan sekolah di MULO pada tahun 1927 dan
dengan bekal beasiswa akhirnya natsir merantau ke Bandung untuk melanjutkan
study di AMS bandung. Saat di Bandung inilah Natsir mulai bersentuhan dengan
gerakan yang dilakukan oleh Haji Agus Salim dan Cipto Mangkusumo. Saat di AMS
inilah Natsir mulai membangun cita – cita kemerdekaan bangsa, selain itu juga belajar
berbagai bahasa, mulai dari yunani, belanda, Inggris, perancis, jerman dan
bahasa arab. Namun, disini natsir tidak juga kehilangan semangatnya untuk
mendalami ilmu agama islam seperti halnya ketika masih di Padang. Natsir muda
mulai bergabung dengan Persatuan Islam yang dipimpin oleh Ahmad hasan, mulai
dari ceramah dan kajian – kajian ia ikuti sebab sesuai dengan ide
pembaharuannya. Selain Persis, ia juga bergabung dengan organisasi Jong
Islamaten Bond cabang bandung yang dipimpin oleh Agus salim. Namun, disini
Natsir lebih memfokuskan dengan gerakan islam persis sebab menurutnya lebih
nyata gerakannya. Di persis sendiri natsir akhirnya mendirikan lembaga
pendidikan islam sebagai bentuk keperihatinan terhadap konsisi pendidikan anak
bangsa serta sebagai bentuk ketidak setujuan dengan lembaga pendidikan yang di
dirikan oleh Ki hajar Dweantarea yang menurutnya terlalu javacentris serta
sekuler. Cita – cita tentang pendidikan Natsir dapat dilihat dari tulisannya
yang dirangkum dalam buku kapita selekta,
“ Kita bertanja,
bagaimanakah kita akan membangunkan perekonomian
dan pergerakan
politik dalam kalangan bangsa kita jang bermiliun
itu, apabila mereka
masih belum sadja 5% jang pandai tulisbatja.
Diatas apakah akan
dibangunkan gedung perekonomian dan
kepolitikan kita,
apabila keadaan kaum kita jang ber-djuta2 itu masih
sadja sebagai
sekarang ini, belum tahu dimata-huruf !
semenjak aktif di dunia pendidikan itulah akhirnya Natsir
berkenalan dengan para tokoh –tokoh politik dan dermawan muslim antara lain, Haji
Muhammad Yunus, Abdullah Afif, dari kalangan pendidik ada ir. Ibrahim, Ir.
Indracahya serta Rustam Efendi yang semua berkiprah didunia pendidikan islam.
Politik
Natsir
Nasionalisme Islam
Setelah perjuangan melalui pendidikan, Natsir akhirnya terjung ke medan
politik dengan prinsip islam adalah agama yang komplit. Muamalah dan ibadah,
negara dan agama serta islam adalah peradaban yang lengkap. Hal ini sangat wajar dengan latar belakang
Natsir dari padang yang lekat dengan islam sebagai tatanan kehidupan keseharian
serta interaksi intessifnya dengan islam ketika mulai bergabung dengan
Perasatuan Islam. Melihat dari segi pemikirannya, Natsir sangat kental dengan
pemikiran dari “ gurunya “ H. Agus Salim yang sangat gencar menyuarakan hakikat
islam ditengah arus pemikiran nasionalis sekuler.
Pada dekade tahun 1920 – an, perdebatan antara islam dengan
sekuler dengan tokoh utama H. Agus Salim dengan Soekarno. Agus salim banyak
mendapat serangan dari kalangan Nasionalis “ netral agama “ dengan tuduhan
gerakan pan – islame yang digelorakan kalanagan islam malah akan menghancurkan
persatuan. Namun hal itu dibantah dengan artikel Agus salim yang pada intinya
mengajak agar nasionalis itu dilandasi oleh keimanan kepada allah SWT.
Mengikuti jejak gurunya, pada tahun 1930 – 1940-an juga terjadai
perdebatan menarik antara nasionalis Netral agama dan kalangan islam.
Perdebatan ini mengarah pada tokoh utama soekarno dengan Natsir tentang Negara
dan agama. Ir. Soekarno dengan pemikirannya re- thingking of islam yang
dinyatakan dalam tulisan – tulisannya antara lain, memudahkan pengertian islam, apa sebab turki memisahkan agama dan
negara, masyarakat onta dan masyarakat kapal udara dan islam sontoloyo.
Semua tulisan yang bermuara pada satu gagasan yang menempatkan rasionalisme dan
kemerdekaan dalam berideologi.
Namun, melihat pemikiran Ir. Soekarno yang membahayakan pemikiran
ummat pada saat itu langsung mendapat
balasan atas pemikiran itu. M. Natsir salah satu yang sangat keras
menentang artikel yang diterbitkan di panji masyarakat, seolah – olah perdebatan
vis a vis ini perdebatan dalam satu meja. Natsir sendiri menulis artikel
jawaban dari tulisan Soekarno dengan judul
sikap islam terhadap kemerdekaan berfikir, Persatuan Agama dengan Negara,. Selain itu
Ahmad Hassan juga menulis sebuah artikel untuk menjawab tulisan soekarno dengan
judul “ Islam dan Kebangsaan “.