Thursday, June 13, 2013

Kegalauan Pemikiran Ahmad Wahib tentang Islam


"Membedah Buku Pergolakan Pemikiran Islam Ahmad Wahib"

Wahib yang kritis
Anak muda kritis yang pernah dimiliki negeri ini, Ahmad Wahib adalah anak muda yang besar dari lingkaran diskusi dan pemikiran tentang kondisi masyarakat saat itu. Pikiran tentang perubahan – perubahan kondisi itu menggiringnya pada satu jalan dengan belajar seluruh bidang yang berkaitan dengan masyarakat. Mulai dari filsafat, agama sampai ekonomi dan politik. Hingga kuliah yang menjadi bidangnya pun tidak sempat dia selesaikan di kampus UGM jurusan FMIPA tahun 1961. 
Pada tahun permulaan kuliah di kota pelajar, Wahib muda tinggal bersama dalam sebuah asrama katolik. Asrama Realino namanya. Sejak awal mahasiswa aktif sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga pernah masuk sebagai pejabat penting di organisasi hijau hitam. Meskipun pada akhirnya mengeluarkan diri dari organisasi yang telah membesarkan pikirannya dengan alasan tidak sejalan dengan pemikiran orang – orang yang berada di dalam HMI sendiri. Memang sebelum keluar dari HMI banyak pemikiran – pemikiran “liar” dari Ahmad Wahib yang menjadi bahan perdebatan di kalangan HMI sendiri.  Sebagian pemikiran Ahmad Wahib terilhami dari Wajiz Anwar seorang dosen filsafat dari IAIN Sunan Kalijaga serta Bung Karno yang ia anggap sebagai “mujaddid islam” karena dianggap berhasil mengawinkan Marxisme dan islam.
Beberapa Kegalauan Pemikiran Ahmad Wahib dari sebuah catatan buku Pergolakan Pemikiran islam; catatan harian Ahmad Wahib.
1. Kebebasan berfikir yang kebablasan
Sebagian orang meminta agar saya berfikir dalam batas tauhid, sebagai konklusi globalitas ajaran islam. Aneh, mengapa berfikir hendak dibatasi . Apakah tuhan itu takut terhaap rasio yang diciptakan oleh tuhan sendiri ? Saya percaya pada tuhan, tapi tuhan bukanlah daerah terlarang bagi pemikiran. Tuhan ada bukan untuk tidak difikirkan “adanya”.  Tuhan bersifat wujud bukan untuk kebal dari sorotan kritik. Sesungguhnya orang yang mengakui ber-Tuhan, tapi menolak berpikir bebas berarti menghina rasionalitas eksistensinya Tuhan. ( hal 23, tanggal 9 maret 1969)
2. Islam dan kesempurnaannya
Kalau suatu golongan atau umumnya umat islam lemah, dalam suatu peristiwa atau hal tertentu, maka dengan cepat orang – orang terpelajar muslim dan saya pun dulu begitu- berkata bahwa yang salah adalah orang islamnya bukan islamnya. Ini adalah suatu bentuk dari tidak adanya kebebasan berpikir. Orang takut untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya kritik terhadap islam. Kemungkinan adanya kritik sudah ditutup karena islam sudah a priori dianggap betul dan kebal terhadap kemungkinan mengandung kelemahan. Apakah tidak mungkin islam itu sendiri mengandung kelemahan ?. saya sendiri sampai sekarang masih bertanya- tanya. Saya ingin menjadi msulim yang baik dengan selalu bertanya... (hal 25, 17 juli 1969)
3. Kadang – kadang hatiku berpendapat bahwa dalam beberapa hal ajaran islam itu jelek. Jadi ajaran allah itu dalam beberpa bagian jelek dan beberapa ajawan manusia, yaitu manusia – manusia besar, jauh lebih baik. Ini akal bebasku yang berkata, akal bebas yang meronta – ronta untuk berani berfikir tanpa disertai ketakutan akan dimarahi tuhan. Dan hanya karena kepercayaan ku akan adanya tuhan serta bahwa alquran itu betul – betul dari tuhan serta muhammad itu betul – betul manusia sempurna, maka aku pada resultante akhir tetap berpendapat bahwa islam itu secara total...... dalam kenyataannya dalam praktek berfikir selama ini kita tidak berfikir bebas lagi. Bila menilai sesuatu kita sudah tertolak dari suatu asumsi bahwa ajaran islam itu baik dan faham – faham lain dibawahnya, lebih rendah. Ajaran islam kita tempatkan pada tempat yang paling baik. Dan apa – apa yang itdak cocok dengannya kita taruh dalam nilai dibawahnya.

Saya kira pemasangan ijma’ dalam deretan sumberpembinaan hukum berupa Qur’an, sunnah dan ijma’ sudah bukan waktunya lagi. Dalam dunia yang cepat berubah dan indibidualismemakin menonjol, cukuplaj dengan quran dan sunnah. Dan biarkanlah tiap orang memahamkan Qur;an dan sunnah itu  menurut dirinya sendiri.
Nah, kalau nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat itu berkembang,, seharusnyalah hukum – hukum islam itu berkembang. Haram dan halal pada saat ini seharusnya tidak sama dengan  haram dan halal pada saat tiga atau empat abad yang lalu, bahkan pada masa nabi hidup. Karena itu seharusnya ada banayk dari hadits nabi atau bahkan ayat qur’an yang tidak dipakai lagi karena memang mudharat yang dikuatirkan sudah tidak ada lagi, berhubung nilai – nilai baru yang kini berlaku dalam masyarkat..(hal 38, 22 agustus 1969)

4. Aku tak tahu, apakah tuhan sampai hati memasukan dua orang bapaku itu kedalam api neraka. Semoga tidak..(hal 41, 16 september 1969)

5. Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan budha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis,. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. (hal46, 9 oktober 1969)

6. Lantas apakah isi aqidah itu? Inilah yang harus didiskusikan antar kita, sebab kita belum sama sependapat. Apakah aqidah itu melarang adanya suatu pertanyaan dalam akal yang meragukan sebagian isi aqidah itu? Disinilah kita berbeda pendapat. Mungkin secara tidak sadar sebagian orang telah berkata bahwa: aqidah anti terhadap “anti aqidah”. Menurut saya aqidah itu demokratis, yaitu aqidah mencitai dan sekaligus juga menghargai “anti aqidah”, walaupun aqidah tidak menyetujui isinya. Hanya dengan demikian orang akan sampai pada aqidah yang sebenar-benarnya dan bukan”aqidah pseudo” atau “aqidah slogan”. Biarlah semua ulama –ulama tua dan calon-calon ulama itu berbeda pendapat dengan saya. Saya ingin birbicara langsung dengan Tuhan dan berkenalan langsung dengan Muhammad. Saya yakin bahwa Tuhan mencintai dan menghargai pikiran-pikiran yang meragukan sebagian ajarannya. Tuhan memberi hak hidup dan memberi kesempatan pada “musuh-musuhnya” untuk berpikir, untuk kemudian menjadi “sahabat-sahabatnya”. (Hal 47, 15 oktober 1969) 

7. Saya pikir, agama – agama yang ada sebagai aturan – aturan sekarang ini adalah agama untuk orang- orang awam yang kurang berpikir atau yang telah merasa selesai dalam berpikir. (hal56, 25 Desember 1969)

8. Fiqh merupakan hasil sekularisasi ajaran islam di suatu tempat dan waktu. Menurut saya, Al-qur’an dan hadits itu adalah fiqh pada masa Nabi Muhammad hidup. Dia adalah fiqh pertama di kalangan umat islam. Sehingga Al-Qur;an merupakan hasil sekularisasi ajaran islam di zaman nabi. Pelakunya: Tuhan sendiri. Dan hadits, saya pikir, merupakan hasil sekularisasi ajaran oslam di zaman nabi. Pelakunya: Muhammad. (hal 58, 24 januari 1970)

9. Saya pikir, hukum islam tidak ada. Yang ada ialah sejarah Muhammad; dan dari sanalah tiap-tiap pribadi kita mengambil pelajaran sendiri-sendiri tentang hubungan dengan tuhan dan sesama manusia. Sejarah Muhammad adalah sumber agama islam. Tapi agama islam bukan satu-satunya pertunjuk untuk menjawab persoalan-persolan hidup muslim, baik individu 
maupun masyarakat. (hal 60, 30 juli 1970)
10. Nabi Level internasional
Saya heran mengapa Tuhan tidak menurunkan lagi seorang Nabi ke dunia ini. Apakah perbedaan kualitatif antara masa Isa dengan masa Muhammad jauh lebih besar dari pada masa Muhammad dengan masa abad 20 ?
Saya rindukan nabi yang bisa menjawab kemelut – kemelut idiil dalam “islam” kini, yang bisa berbicara level internasional selain memiliki besluit internasional ( hal 71-72, 9 Februari 1970)
11. ... Jadi sekali lagi perlu diingat bahwa mungkin saja pakaian seorang wanita islam yang sama “modern”nya dengan pakaian wanita yang menerima ide-ide sekulerisasi. Yang berbeda adalah titik tolak masing – masing, yaiut bahwa yang satu dalam menentukan pakainanya tidak kehilangan refrensinya terhadap ajaran agama, sedang yang lain sudah melepaskan hubungan dengan ajaran agama. Yang satu merasa bahwa tuhan “merestui” pakaiannya, sedang yang lain sudah tidak mempersoalkan adanya restu tuhan. (hal 91, 20 maret 1970)
12. ... Nah andai kata hanya tangan kiri Muhammad yang memegang kitab, yaitu Alhadits, sedang tangan kanannya tidak aa wahyu Allah ( Alquran), maka dengan tegas aku berkata bahwa Karl Marx dan Frederik Engels lebih hebat dari pada utusan Tuhan itu. Otak kedua orang ituyang luar biasa dan pengabdiannya yang luar biasa pula, akan meyakinkan setiap orang bahwa krdua orang besar itu adalah pernghuni sorga tingkat pertama, berkumpul bersama para nabi dan syuhada. ( hal 98, 29 maret 1970)
13. Andai kata tuhan sendiri berpendapat, bahwa inti dari islam itu tauhid, apakah itu tidak menunjukan bahwa Tuahn itu egois ?. saya kira pertanyaan macam ini wajar-wajar saja. Bukan pertanyaan gila dan bukan pula pertanyaan sederhana. (hal 100, 29 maret 1970)
14. Apakah kalimat0kalimat dalam Al-quran itu memang asli dari dari tuhan atau berasal dari nabi Muhammad sendiri (dengan berdasar pada wahyu berupa “ispirasi sadar”) yang diterima dari Tuhan ?
Kalau yang pertama yang terjadi, maka proses “ideation” akan sukar untuk dibenarkan, kata – kata tuhan itu mesti tertuju pada seluruh ruang dan waktu baik harfiah maupun maknawi!.( hal 107, 9 april 1970)
15. Terus terang saja, kalau saya membaca, buku antropologi misalnya, saya tidak merasa wajib sholat lima waktu seperti yang ditentukan selama ini. Bukankah sholat lima waktu itu adalah suatu bentuk penyembahan tuhan untuk suatu budaya tertentu ?. nah gambaran- gambaran tentang tuhan yang ada didalam “ajaran islam” sekarang ini sama sekali tidak bisa dimengerti oleh bangsa –bangsa primitif yang kini masih hidup di daerah-daerah terpencil. Begitu juga dengan bentuk rituak seperti sholat, puasa dan lain-lain sama sekali tidakdapat menyentuk hati mereka. Gambaran tuhan dan lain-lain yang bisamereka fahami adalah gambaran-gambaran konkrit. Melihat ini boleh jadi jelas bahwa gamabran-gambaran dalam ajaran islam itu tidak sesuai dengan level berfikir tertentu dan level-level dibawahnya. Nah kalau kita bisa berkata begitu, maka bukan tidak mungkin bahwa untuk level berfikir tertentu ke atas, gambaran-gambarandalam Alquran itu tidak cocok lagi pada gilirannya kini, gamabaran-gambaran dalam Alquran itu dianggap primitf. Untuk level tersebut keatas diperlukan gambaran tuhan yang laindan corak-corak ritual yang lain pula.
Apakah gambaran tuhan dalam alquran itu cukup potensial diinterprestakian bagi level arab abad ketujuh keatas ?
16. Islam itu telah sempurna sebagai sumber moral yang mengilhami, nur kejiwaan yang menerangi. Lebuih dari itu tidak ada, karena itu akan bertentangan dengan kesempurnaannya sendiri. Oleh sebab tiu sangat tidak tepat bila difahami bahwa ajaran islam telah sempurna sebagai peraturan kehidupan manusia. Nah, sumber moral itu sekedar memberikan titik tolak yang “penuh gairah”. Selanjutnya persolan harus dilihat dalah historical settingnya, keunikan suatu masyarakat dan sejarahnya dan keunikan tiap individu. (hal 120, 1 agustus 1970)
17. ..Yang terakhir adalah kaum muslimin yang sadar bahwa fish islam sudah ketinggalan zaman. Mereka ini dengan sadar sedang melepaskan dari kerangka fiqh yang ada. Mereka ini berpendapat bahwa sekularisasi memang merupakan proses mau tidak mau terjadi. (hal 129, 18 juli 1970)
18. Sehubungan dengan islam saya ingin menyinggung soal kalam. Saya kira dengan mengetakan bahwa alquran bukan wahyu Allah, justerusaya lebih memuliakan Allah, mengagungkan Allah. (hal 132, 15 september 1970)
19. Adakah tuhan besar karena manusia merasa kecil dihadapan ombak yang gemuruh bergelora? Adakah tuhan agung karena manusia merasa tidak berdaya di hadapan alam yang luas, laut yang tiada bertepi? Klau begitu tuhan besar karena kekecilan manusia. Alangkah sederhananya ketuhanan yang demikian.
Aku tak mau tuhan sperti itu!
Bagiku tuhan tidak kontradiksi dengan manusia. Aku mencari tuhan yang lain. (hal 138-139, 17 oktober 1971)

0 comments:

Post a Comment