Monday, February 3, 2020

Waterfront Development Suitability Vulnerability Index (WDSVI)


Perhitungan Waterfront Development Suitability Vulnerability Index (WDSVI)

Metode WDSVI (Waterfront Development Suitability Vulnerability Index) merupakan usulan pengembangan dari metode CVI (Coastal Vulnerability Index) berdasarkan USGS (2009) yang bertujuan untuk mengkaji tingkat kerentanan terhadap perkembangan kota pesisir. WDSVI memasukkan unsur antropogenik, antara lain: jenis penggunaan lahan dan potensi pengembangan lahan terbangun di wilayah pesisir.




Secara umum metode perhitungan CVI berdasarkan USGS Report (2009) adalah sebagai berikut



dengan catatan a adalah geomorfologi, b adalah perubahan garis pantai, c adalah lereng pesisir, d adalah perubahan ketinggian permukaan air laut rata- rata, e adalah signifikan ketinggian gelombang, dan f adalah range pasang-surut. USGS (2009) menyatakan bahwa formula perhitungan CVI tersebut merupakan perhitungan kerentanan perubahan garis pantai terhadap kenaikan permukaan air laut.
Metode WDSVI digunakan sebagai usulan pengembangan CVI-model USGS (2009) dengan mengkombinasikan beberapa faktor dominan lainnya seperti kesesuaian pengembangan wilayah pesisir (WDS). Berdasarkan ujicoba menggunakan data garis pantai di daerah Pekalongan dan analisis DSAS yang dikombinasi dengan fuzzy logic dihasilkan angka maksimal CVI adalah sebesar 0.89. Dengan mempertimbangkan CVI mewakili tingkat kerentanan suatu wilayah, maka jika dikaitkan dengan evaluasi pengembangan wilayah pesisir, CVI adalah merupakan faktor constraint. Sehingga dalam aplikasinya terhadap WDSVI akan bernilai negatif. Selain itu, dengan mempertimbangkan bahwa CVI memiliki nilai maksimal adalah 0.89, maka diperlukan konstanta multiplikasi sebesar 3.42 untuk menghasilkan nilai 1 sebagai nilai maksimum dari CVI. Hal ini diperlukan untuk melakukan penyetaraan serta memudahkan formulasi perhitungan selanjutnya
WDS (Waterfront Development Suitability) menunjukkan cell yang memiliki potensi urbanisasi. WDS pada studi ini diasumsikan akan memiliki nilai maksimal 1 dan nilai minimal 0 (nol), masing-masing nilai tersebut untuk mewakili kondisi “sangat potensial” dan “tidak layak”. WDS pada kasus ini dianggap sebagai supporting factor, maka WDS diasumsikan memiliki nilai positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WDS antara lain jalan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan, fasilitas perkantoran, dan penggunaan lahan. Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor tersebut, maka dapat diformulasikan sebagai berikut




dimana xy adalah cell pada posisi sumbu x dan y, k adalah konstanta dari masingmasing variabel yang dipertimbangkan (x). Variabel x adalah nilai atau skor dari setiap variabel yang digunakan, yaitu kedekatan terhadap jalan utama, kedekatan terhadap fasilitas pendidikan, kedekatan terhadap fasilitas kesehatan, dan kedekatan terhadap fasilitas perdagangan (pasar), kedekatan terhadap fasilitas peribadatan, kedekatan terhadap fasilitas perkantoran, jarak terhadap bibir pantai, kelandaian zona pesisir, dan jenis penggunaan lahan. k ditetapkan melalui mekanisme pembobotan dengan metode AHP (Analitical Hierarchical Process). Berdasarkan AHP tersebut, dilakukan kalibrasi dengan melihat angka consistency ratio. Jika consistency ratio memiliki nilai kurang dari 0.1 maka AHP tersebut memiliki konsistensi yang baik (Saaty 1980). Jika consistency ratio lebih dari 0.1, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap matriks pairwise comparison. Persamaan untuk menghitung consistency ratio dapat mengacu pada Vadrevue, dkk (2010).
Agar WDSVI sebagai hasil akhir memiliki nilai maksimal 1 dan minimal adalah -1, serta mempertimbangkan CVI bernilai negatif dan WDS bernilai positif, maka persamaan WDSVI dapat diturunkan menjadi formula sebagai berikut:




Sedangkan IL (Inundation level) yang dihasilkan dari proses pemodelan rob (tahun 2011, 2050 dan 2100) dipertimbangkan sebagai faktor koreksi terhadap kesesuaian pengembangan wilayah pesisir (WDS). Pada kasus ini, diasumsikan WDS yang memiliki nilai IL lebih dari 50 cm dianggap tidak layak menjadi potensi pengembangan (WDS dikonversi menjadi nol). Sedangkan WDS yang memiliki nilai IL tepat dan atau kurang dari 25 cm dianggap tetap berpotensi sebagai wilayah urbanisasi dengan mengembalikan nilai WDS itu sendiri. Dengan demikian, maka formula perhitungan WDS dimultiplikasi dengan ILA (Inundation Level Acceptability) menjadi sebagai berikut;




dimana nilai ILA adalah Inundation Level Acceptability, IL adalah raster map ketinggian genangan (cm). Perhitungan raster ILA dihitung dengan melakukan metode raster calculation dalam software ArcGIS 9.3

Related Posts:

  • Analisis Perubahan Garis Pantai Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Satelit Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan DSAS (Digital Shoreline Analysis Syetem) Analisa Perubahan Garis Pantai Dengan DSAS Suatu perangkat lunak tambahan y… Read More
  • PEMILIHAN JENIS ALAT KERUK PEMILIHAN JENIS ALAT KERUK Faktor - Faktor Masing-masing jenis alat keruk memiliki kinerja berbeda untuk berbagai keadaan cuaca dan material tanah dasarnya. Secara umum, alat keruk dengan penggerak sendiri memiliki k… Read More
  • Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Peraturan Meteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 17/Permen-Kp/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksan… Read More
  • Reklamasi Pesisir dan Pemanfaatannya 2.1.1.    Definisi Reklamasi Pantai Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rang… Read More
  • CMS Wave - Surface water Modeling System The U.S. Army Corps of Engineers (USACE) maintains a large number of navigation structures in support of federal navigation projects nationwide. These structures constrain currents to promote scouring of the navigation cha… Read More
  • Studi Investigasi Desain Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan Studi Investigasi Desain Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan Ini adalah salah satu pengalaman baru dibidang pengerukan. kalau sebelumnya berkutak pada pengwasan lapangan pekerjaan pengerukan, sekarang menjadi p… Read More
  • Model Perubahan Garis Pantai Dalam era komputasi digital yang berkembang pada saat ini, pemanfaatan metoda pemodelan numerik arus laut akan membantu upaya pemetaan potensi energi arus laut. Metoda pemodelan merupakan solusi matematik-numerik terhadap f… Read More
  • Penataan Batas Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Dirjen KP3K No 2 Tahun 2013 dimaksudkan sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan Penataan Batas di Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K), terdiri dari: a.    Kawasan Konservasi Pesi… Read More
  • Tutorial Analisis Perubahan Garis Pantai Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan DSAS Metodologi Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan DSAS Tahap Pengumpulan Data Posisi garis pantai dinilai berdasarkan beberapa fitur alam yang mempengaruhi semisal … Read More
  • PT. Rekabhumi Segarayasa Bestari M. Baharudin Fahmi baharudinfahmi@gmail.com 0852 5940 2290 … Read More

0 comments:

Post a Comment