Wednesday, June 18, 2014

Palestina dan Fatwa - Fatwa Tentangnya (2)

Kewajiban Melawan Penjajah adalah Fardhu ‘ain
Selain Syaikh Albani yang mengeluarkan fatwa tentang harusnya berhijrah rakyat Palestina dari tanah mereka sendiri, ada pula fatwa yang menarik untuk kita cermati dan pelajari bersama dengan tujuan mendapatkan gambaran pandangan dan perhatian ulama terhadap permasalahan Palestina. Salah satu fatwa yang pernah dikeluarkan Mufti kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Beliau mengeluarkan Fatwa yang membolehkan atau menganjurkan berdamai dengan Yahudi, jika mereka ingin berdamai dengan rakyat Palestina. Tentu hal tersebut membuat kita juga merasa bingung, perdamaian itu artinya mengakui adanya Kedaulatan Negara Israel yang atas tanah jajahan yang berada di daerah Palestina.
Dasar yang menjadi fatwa tersebut adalah Qur’an surat al anfal : 61, “..dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertakwalah kepada Allah”. Kedua, mengadakan gencatan senjata secara syariat memang dibenarkan, baik sementara waktu atau selamanya. Sebab kedua macam gencatan senjata tersebut sama – sama pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW baik di Mekkah maupun Madinah. Sehingga, dengan adasar tersebutlah Syaikh Bin Baz kemudian mengeluarkan fatwa, boleh melakukan perdamaian dengan yahudi apabila di dalamnya terdapat kemaslahatan. Hal itu bertujuan untuk memberikan rasa aman bagi penduduk Palestina di negaranya sendiri serta supaya mereka bisa menjalankan ajaran agamanya dengan baik.

Rasulullah SAW pernah melakukan perjanjian perdamaian dengan Quraisy dalam peristiwa Hudaibiyah pada tahun ke enam hijriyah. Rasulullah tidak menolak melakukan perdamaian dengan Quraisy meskipun mereka telah merampas harta dan rumah milik orang – orang muhajirin. Sebab, tujuan Rasulullah adalah untuk menjaga adanya kemaslahatan bagi umat islam, juga kemaslahatan bagi orang – orang yang mau masuk ke agama islam.
Demikianlah Fatwa yang pernah dikeluarkan oleh ulama yang menjadi rujukan kaum muslimin, Fatwa yang disampaikan Syaikh Bin Baz merupakan pelengkap dari artikel pertama yang membahas fatwa yang dikeluarkah oleh Syaikh Nasirudin Albani. Kalau kita cermati dari kedua fatwa yang ada, kita akan menemukan kesamaan dan satu titik pertemuan dari kedua fatwa tersebut. Kesamaan tersebut adalah kedua fatwa tersebut memang benar dari segi pengambilan dalil secara tekstual. Namun ketika fatwa tersebut dilihat dari segi kontekstual kurang tepat, sehingga fatwa tersebut seperti tidak melihat realita yang ada.
Alasan tentang tidak kesesuaian fatwa dengan realita itu merupakan salah satu alasan dari Dr. Yusuf AlQardhawi untuk mengambil jalan berbeda dalam menanggapi permasalahan tentang Palestina. Selain memberikan catatan dari fatwa yang pernah dikeluarkan oleh Syaikh Bin Baz, Dr. Yusuf AlQardhawi dengan segala ijtihadnya juga mengeluarkan fatwa yang bersebrangan dengan kedua syaikh di atas.
Sebuah perumpamaan tentang apa yang telah diperbuat oleh orang Yahudi atas tanah Palestina dan rakyat yang ada wilayah itu seperti seorang tamu yang merampaas rumah tuan rumah. Orang yahudi ibarat laki – laki yang bertamu ke rumah anda beserta anak dan isterinya. Kemudian laki-laki itu menempatkan anak-anak dan isterinya kedalam kamar-kamar yang ada di dalam rumah anda. Tiba-tiba laki-laki itu mengusir anda dari rumah anda dan mengklaim bahwa itu adalah rumahnya, karena sebagian besar kamar di rumah anda telah mereka tempati dan anda hanya menempati satu ruangan kecil di pojok rumah.  Setelah itu anda melakukan perlawanan untuk mengambil hak atas rumah anda.
Setelah itu, laki-laki tadi mengajak anda untuk membicarakan perdamaian dan memberikan hak kepada anda untuk tetap menempati satu ruangan kecil yang ada di dalam rumah tersebut dengan syarat anda tidak boleh membuat gaduh dan mengganggu orang-orang yang ada di kamar yang lain. Padahal anda tahu, sesungguhnya rumah dan seluruh kamar yang ada di dalamnya adalah milik anda. Namun, Apakah itu yang disebut perjanjian damai?
Memang sudah kita ketahui bersama, bahwa Yahudi yang menempati tanah Palesta Pertama-tama adalah tamu di daerah Palestina setelah mereka terlunta-lunta dari negari satu ke negeri lain. Hingga akhirnya meraka mendapat sebagian kecil tanah Palestina dan akhirnya merampas sedikit demi sedikit tanah Palestina. Sehingga rakyat Palestina sendiri terusir dari tanah kelahirannya.
Kalau kemudian melakukan dengan orang yahudi, benarkah itu akan memberikan kemaslahatan? Atau kemudian kita berhijrah dengan meninggalkan rumah kita yang sebenarnya milik kita adalah hijrah yang akan membawa kemaslahatan ?. kalau pun memang harus terjadi perdamaian, apakah mungkin jika pihak perampas akan mengembalikan tanah yang dirampas kepada pemiliknya?
Kalau kita samakan dengan perjanjian Hudaibiyah, tentu permasalahan dengan Zionis Israel sekarang sangatlah berbeda. Pada konteks penjanjian Hudaibiyah, Quraisy adalah penduduk tanah madinah yang sudah lama memang menempati tanah itu, sedangkan kaum muslimin adalah orang – orang yang berhijrah memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya. Berbeda dengan Yahudi sekarang, mereka adalah komunitas baru yang menempati tanah Palestina, merampas dan mengusir pemilik tanah tersebut dan kemudian mendirikan Negara Israel di tanah orang lain. Masihkan kita akan berdamai ?
Kemudian, ketika Rasulullah melakukan perdamain melalui perjanjian hudaibiyah, maka perdamaian itu adalah dalam rangka menghentikan peperangan yang ada demi kemaslhatan yang akan didapat. Namu, kemudian kita melihat kondisi Yahudi sekarang, jika kemudian diadakan perdamaian dengan salah satu point kesepakatan adalah harus mengakui adanya tanah Negara Isrel, apakah kemudian kita juga harus menyepakati ?. Bukankah itu berarti kita rela menyerahkan sesuatu yang menjadi hak kita yang diambil secara bathil ? Bukankah tujuan dijalankannya syariah salah satunya adalah melindungi harta dan jiwa ?.
Selain itu, fakta menunjukan, tidak ada perdamaian yang diucapkan orang-orang yahudi kecuali ketika mereka sedang terdesak dan kewalahan menghadapi serangan para militant yang mencoba memberikan perlawanan ?, dan bukankah orang-orang yahudi sudah menyiapkan senjata-senjata kimiawi untuk mengepung tanah palestina dan menjadikan Negara Israel Raya?. Tentu konteks kekinian ini perlu menjadi perhatian pula.
Maka, tidak ada kata perdamaian dengan Yahudi sampai mereka mengembalikan tanah yang dijajah. Jika memang apa yang dilakukan oleh orang-orang yahudi dengan merampas dan mengusir rakyat palestina dari tanahnya. Maka tidak ada kata lain kecuali melakukan jihad melawan orang-orang Yahudi. Jihad mempertahankan diri pada saat musuh yang sewenag-wengan berada di daerah tanah kaum muslim. Jihad mempertahankan diri (jihad ad daf’i) hukumnya wajib bagi setiap orang yang berada di daerah tersebut kemudian bagi orang – orang yang berada di sekitar daerah tersebut kemudian bagi orang – orang yang berada di sekitar daerah tersebut hingga mencakup seluruh umat islam. Tentang jihad ad daf’I , seluruh kaum muslimin berkewajiban untuk menolong saudara – saudaranya seiman sampai menang melawan musuh – musuhnya dan mengusir musush-musuhnya.
Apa yang sedang dihadapi rakyat palestina sekangang, Perlu menjadi perhatian bersama, bahwa permasalahan tanah Palestina yang diberkahi tanah disekitarnya bukan saja menjadi permasalahan penduduk palestina sendiri. Disana adalah Masjidi Al-Aqsa yang menjadi tujuan isra’, kiblat pertama umat islam dan awal mulanya perjalanan mi’raj Rasulullah SAW. Sehingga perlu kiranya bersama-sama berjihad untuk mengembalikan tanah palestina. Seperti yang pernah dilakukan shalahudin Al-Ayubi.
Waullahu’alam

0 comments:

Post a Comment