ketika kita membaca siroh ( sejarah ), kiranya kita akan mendapati bahwa tahun baru hijriyah ini baru ditetapkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Sebagai acuan penetapannya digunakan peristiwa Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari mekah ke madinah, sehingga satu tahun setelah hijrah itu dikatakan sebagai tahun 1 Hijriyah. pastinya ada hal khusus mengapa hijrahnya Nabi dan Sahabat termasuk umar di jadikan titik tolak perhitungan tahun.
kita lihat kembali perjuangan hijrah nabi SAW, bagaimana beliau dan sahabat harus rela pergi dari tanah kelahiran menuju daerah baru yang masih penuh tanda tanya. Tentu bukan perkara mudah bagi banyak sahabat, mereka harus merelakan harta, ternak dan perkebunan yang ada di mekah untuk di tinggal ke madinah. Bukan hall yang mudah ketika perjalanan harus secara sembunyi - sembunyi agar tidak di ketahui oleh kaum Quraisy. Begitu juga Rasullullah, yang harus berhijrah di malam hari untuk lepas dari kepungan musuh yang ada di sekeliling rumahnya. Beliau harus bersembunyi dalam goa, melakukan perjalanan di panasnya gurun dan sengatan terik matahari. Jalan beliau seperti mengambang di udara dengan tanpa alas agar musuh tidak mengetahui jejaknya. Sungguh masaih banyak perjuangan heroik dalam peristiwa hijrah dari mekah dan madinah yang menjadikan Umar bin Khattab menggunakan sebagai perhitungan tahun islam.
Satu hal yang membuat Nabi dan para sahabat waktu itu mau untuk meninggalkan mekah yang penuh kepastian menuju kota madinah yang masih penuh misteri. Mereka ingin melakukan perubahan, membuat peradaban baru. Perubahan dari segala perbuaatn kaum jahilliyah dengan segala keburukannya menuju tanah madinah mereka yakini sebagai kemengan yang Allah janjikan. Semua ingin melepsakan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, membebaskan kemuarnian Aqidah dari jeratan jahilliyah menuju fitrah untuk beribadah kepada Allah SWT.
memaknai ( kembali ) Hijrah
Secara kontekstual, hijarah tidak mengenal batas waktu dan tempat. sehingga semua orang dalam setiap waktu dan tempat mampu melakukannya. Sehingga kita dapat memaknai hijrah secara luas, yang selanjutnya semangat untuk berhijrah itu mampu kita internalisasikan ke dalam diri kita masing - masing. Kalau kita lihat kembali peristiwa hijrah Nabi dengan segala latarbelakang dan kondisi yang menyertainya, maka masih sangat relevan bagi kita untuk mencotoh perbuatan nabi tersebut secara kontekstual. kita dapat menginterpretasikan makna hijrah pada kondisi kekinian dimana sekarang kita mampu berada dan pada kondisi bagaimana diri kita hari ini.
Peristiwa hijrah nabi merupakan peristiwa paling berat untuk dilakukan para sahabat, penuh perjuangan dan pengorbanan besar untuk dapat melakukannya. mereka meninggalkan mekah yang penuh tekanan kejahilliyahan yang akan menggerus keimanan menuju madinah yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Namun keyakinan akan janji Allah bahwa mereka akan meraih kegemilangan adalah motivasi yang tak akan padam. Banyak kisah heroik para sahabat untuk mampu meninggalkan mekah menhuju madinah dengan segala resiko yang akan diterima jika hijrahnya diketahui oleh intelejen Kafir Quraisy. Namun mereka semua melakukannya hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ibnu Qayyim membagi 2 hijrah dengan cakupan yang sangat luas, Hijrah Dengan Hati Kepada Alloh dan Hijrah Dengan Hati Kepada Rosululloh.
Hijrah dengan hati kepada Allah.
Sebagaimana perintahnya " “Maka segeralah (berlari) kembali mentaati Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50). Hijrah ini meliputi ‘dari’ dan ‘menuju’ yang nantinya akan membawa perubahan dari ketidak taatan menuju ketaatan. Banyak ibroh ( pelajaran ) tersirat yang mampu kita ambil sebagai pembelajaran dan motivasi untuk senantiasa perubahan. Sebuah perubahan yang membawa kita kembali dan semakin dekat kepada Allah SWT. Perubahan kecil dari perilaku kita sehari - hari sampai pada perubahan diri kita menjadi pribadi - pribadi yang bertakwa dan totalitas dalam pengabdian kepad Allah. Perubahan dengan meninggalkan segala kejahiliyahan menuju nilai - nilai islam. Kejahiliyahan dengan melanggar perintah - perintah Allah menuju ketaatan pada perintah Allah. inti hijrah kepada Alloh ialah dengan meninggalkan apa yang dibenci Alloh menuju apa yang dicintai-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim ialah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Alloh.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Menomor satukan Allah dari pada yang lain, dari pekerjaan, kesibukan dan tugas - tugas duniawi. maka meninggalkan sholat hanya karena sedang sibuk deadline tugas adalah menduakan Allah, Bercanda ria hingga lupa waktu sehingga shalat di penghujung waktu adalah kejahiliyahan yang tidak boleh lagi kita kerjakaan. karena hijrah ini adalah Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamti lillahi robbil alamin “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Alloh Tuhan semesta alam.”
Maka, sudah jelas bahwa arah hijrah kita adalah jalan hijrah menuju ketaatan pada Allah SWT, menjalankan perintah NYA dengan ikhlas mengharap ridha NYA. Sudahkan kita menyiapkah diri untuk berhijrah kepada Allah dengan totalitas ?
Hijrah Dengan Hati Kepada Rosululloh.
Alloh berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab 33 : 21). Hijrah ini adalah hijrah dengan men-transformasi-kan nilai - nilai akhlak rasullullah kedalam diri kita. hijrah ini menuntut kita menjadikan Nabi Muhammad sebagai tauladan yang wajib di contoh dalam segala aspek kehidupannya. bagaimana beliau dalam menjalankan hidup dari bangun tidur sampai beliau tidur lagi. sebab, tidak ada sosok yang lebih sempurna yang dapat dijadikan contoh.
Maka, membuat Beliau kecewa dengan meninggalkan sunnah - sunnahnya. Membuat marah beliau dengan mengabaikan shalat yang merupakan pesan terakhir sebelum meninggal. Bukankan kita yang disebut saat terakhir beliau menghadapi sang maut ? da bukankah kita nanti yang akan beliau cari ketika dibangkitkan di padang mahsyar ?
maka masih layakkan kita melupakan momentum hijrah untuk terus berhijrah menuju Allah dan Rasul Nya ?