Hasil Pemodelan Sedimentasi
Friday, December 14, 2018
Saturday, October 13, 2018
Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Dalam
Peraturan Meteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 17/Permen-Kp/2013 tentang
Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditegaskan bahwa
pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan
reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib memiliki izin lokasi
(meliputi izin lokasi reklamasi, izin lokasi sumber material reklamasi) dan
izin pelaksanaan reklamasi.
Untuk izin
lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi dikecualikan bagi reklamasi di:
a. Daerah
Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus;
b. lokasi
pertambangan, minyak, gas bumi, dan panas bumi; dan
c. kawasan
hutan dalam rangka pemulihan dan/atau perbaikan hutan.
Selain itu, reklamasi
tidak dapat dilakukan pada zona inti kawasan konservasi dan alur laut.
Kemudian berkaitan
dengan lokasi pengambilan sumber material reklamasi dapat dilakukan di darat
dan/atau laut. Namun, lokasi pengambilan sumber material reklamasi tidak dapat dilakukan
di:
a. pulau-pulau
kecil terluar (PPKT);
b. kawasan
konservasi perairan dan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. pulau
kecil dengan luas kurang dari 100 (seratus) hektar; dan
d. kawasan
terumbu karang, mangrove, dan padang lamun;
Ditegaskan
dalam aturan ini bahwa pengambilan sumber material reklamasi tidak boleh:
a. merusak
kelestarian ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. mengakibatkan
terjadinya erosi pantai; dan
c. mengganggu
keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Dan untuk pengambilan
sumber material reklamasi di pulau kecil paling banyak 10% (sepuluh persen)
dari luas pulau tersebut.
Penerbitan
izin bergantung pada kondisi tertentu. Hal ini berkaitan dengan kewenangan dan
tanggung jawab wilayah pesisir. Penerbitan izin reklamasi dapat dilakukan oleh
Menteri, Gubernur ataupun Bupati dengan syarat-syarat tertentu sebagai berikut.
Menteri
berwenang menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi
pada:
a. Kawasan Strategis Nasional Tertentu;
b.
perairan
pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional;
c.
kegiatan
reklamasi lintas provinsi;
d.
kegiatan
reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Kementerian; dan
e.
kegiatan
reklamasi untuk Obyek Vital Nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Izin Lokasi
Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi untuk Kawasan Strategis Nasional
Tertentu, perairan pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional, dan kegiatan
reklamasi lintas provinsi diterbitkan setelah mendapat pertimbangan dari
bupati/walikota dan gubernur. Pertimbangan tersebut terkait dengan lokasi
reklamasi dan lokasi sumber material reklamasi.
Gubernur
berwenang menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi
pada:
a. perairan laut di luar kewenangan
kebupaten/kota sampai dengan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan; dan
b. kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan
yang dikelola oleh pemerintah provinsi.
Bupati/walikota
berwenang menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi
pada:
a. perairan laut 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi; dan
b. kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan
yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.
Izin Lokasi
Reklamasi dengan luasan diatas 25 (dua puluh lima) hektar harus mendapatkan
rekomendasi dari Menteri. Rekomendasi Menteri diterbitkan dengan
mempertimbangkan:
a. kesesuaian lokasi dengan RZWP-3-K atau RTRW
provinsi, kabupaten/kota yang sudah mengalokasikan ruang untuk reklamasi;
b. kondisi ekosistem pesisir;
c. akses publik; dan
d. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Izin
Pelaksanaan Reklamasi dengan luasan diatas 500 (lima ratus) hektar harus
mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Rekomendasi Menteri diterbitkan dengan
mempertimbangkan:
a. kajian dampak lingkungan sesuai Amdal;
b. kondisi ekosistem pesisir;
c. akses publik;
d. penataan ruang kawasan reklamasi; dan
e. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan
masyarakat
Berkaitan dengan
pelaksanaan perijinan, peraturan ini telah mengatur dengan lengkap data apa
yang diperlukan dalam proses perizinan reklamasi, sesuai dengan kewenangan
masing-masing, seperti yang telah dijelaskan diatas. Termasuk juga mengatur
pelaksanaan reklamasi terhadap keberlanjutan kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Penataan Batas Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Dalam Dirjen
KP3K No 2 Tahun 2013 dimaksudkan sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan
Penataan Batas di Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K),
terdiri dari:
a. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (KKP3K);
b.
Kawasan
Konservasi Maritim (KKM);
c.
Kawasan
Konservasi Perairan (KKP); dan
d.
Sempadan
Pantai.
Penataan
batas dalam rangka realisasi legalitas status kawasan diperlukan untuk
menegaskan batas definitif di lapangan serta memperoleh status hukum yang jelas
dan pasti, sehingga akan menunjang kegiatan – kegiatan perencanaan dan
pelaksanaan (pembinaan dan pengawasan) kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Penataan
batas dan zonasi dirasakan sangat penting karena merupakan tahapan proses yang
harus dipenuhi terkait penetapan sebuah kawasan sebagai kawasan konservasi
pesisir dan pulau-pulau kecil, untuk tujuan tersebut perlu dibuat sebuah
pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan teknis pelaksanaan penataan batas
kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
Proses tata
laksana penataan batas sebagai berikut :
Gambar 2.1. Proses tata laksana penataan
batas
a. Perancangan Penataan Batas
Proses perancangan penataan batas meliputi : Pengumpulan dan analisa
data, proyeksi batas di atas peta, Penataan Jenis Tanda Batas dan Persiapan
Alat dan Bahan.
b. Pemasangan Tanda Batas
Tanda batas merupakan tanda yang
diletakkan pada suatu tempat, dipasang, dianggap atau disepakati bersama dengan
maksud sebagai penanda batas suatu luasan wilayah kawasan konservasi pesisir
dan Pulau-pulau Kecil yang mudah dilihat dan dipahami oleh masyarakat..
c. Pengukuran Batas
Pelaksanaan pengukuran batas
dilakukan setelah diperoleh peta batas kawasan untuk menentukan arah dan jarak
antara 2 (dua) titik tanda batas di lapangan. Tahapan dalam Pengukuran Batas
meliputi (1) Pengecekan titik, (2) prosedur sebelum pengamatan, (3) prosedur
saat pengamatan (4) dan Prosedur setelah pengamatan.
d. Pemetaan Batas Kawasan
Pemetaan batas kawasan
konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil memperhatikan ketentuan sebagai
berikut: (1) Simbol-simbol yang digunakan mengacu pada Peta No.1/Chart
No.1(Int1), (2) Tata Letak Peta mengacu pada SNI LPI &SNI RBI, (3)
penentuan skla mempertimbangkan ukuran kertas, luas wilayah yang akan dipetakan
dan ringkat kedetailan yang diinginkan, min. skala 1:250.000; (4) Sitem
Koordinat dan proyeksi peta.
e. Sosialisasi Penandaan Batas Kawasan
Sosialisasi penandaan batas
bertujuan untuk menginformasikan dan memberikan pemahaman tentang batas
kawasan, jenis tanda batas dan peruntukannya. Sosialisasi dilakukan kepada
masyarakat dan stakeholder terkait di daerah yang dilengkapi dengan daftar
hadir peserta sosialisasi serta dokumentasi seperlunya. Daftar hadir dan
dokumentasi tersebut dilampirkan dalam berita acara tata batas.
f. Pembuatan Berita Acara Tata Batas,
Pembuatan berita acara tata
batas dilakukan setelah sosialisasi penandaan batas kawasan, yang memuat hal-hal
sebagai berikut:
·
Deskripsi
pelaksanaan penataan batas
·
Luas
Kawasan
·
Koordinat
geografis titik batas
·
Titik
referensi
·
Deskripsi
tanda batas
·
Disclaimer
(sangkalan)
·
Panitia
(pihak) yang menandatangani berita acara
·
Berita
acara tata batas kawasan ditandatangani oleh semua anggota panitia tata batas dan diketahui oleh Dirjen
KP3K
g.
Pengesahan
batas Kawasan
Pengesahaan batas
kawasan konservasi pesisir dan Pulau-pulau Kecil ditetapkan dengan keputusan
Menteri setelah mempertimbangkan rekomendasi dan berita acara tata batas
kawasan konservasi pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang ditandatangani oleh semua
anggota panitia tata batas.
Reklamasi Pesisir dan Pemanfaatannya
2.1.1. Definisi Reklamasi Pantai
Menurut Undang – Undang Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Reklamasi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Sedangkan menurut
Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005), reklamasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,
pengeringan lahan atau drainase.
Berdasarkan Pedoman Pengembangan
Reklamasi Pantai dan Perencanaan Bangunan Pengamanannya (2004), reklamasi
pantai adalah meningkatkan sumberdaya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi
lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai
ekonomis. Sedangkan menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi sendiri
mempunyai pengertian yaitu usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang
produktif (seperti rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa pasang surut gambut
maupun pantai) menjadi daerah produktif (perkebunan, pertanian, permukiman,
perluasan pelabuhan) dengan jalan menurunkan muka air genangan dengan membuat
kanal – kanal, membuat tanggul/ polder dan memompa air keluar maupun dengan
pengurugan.
Berdasarkan Modul Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi (2007) adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan
kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair
menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai,
daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, atau
pun di danau. Sedangkan menurut Save M Dagun (1997), reklamasi merupakan sebuah
pemanfaatan lahan yang tidak ekonomis sebagai kepentingan pemukiman, pertanian,
industri, rekreasi dan yang lainnya, yang mencakup pengawetan tanah, pengawetan
sumber air, pembebasan tanah tandus, drainase daerah rawa atau lembah dan
proyek pasang surut.
Kemajuan teknologi membuat
reklamasi dapat dijadikan sebagai salah satu cara dalam upaya pengelolaan
wilayah pesisir guna meningkatkan manfaat dari lahan pesisir, sesuai dengan
tujuan utama reklamasi yaitu menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak
berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya
dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan,
pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, reservoir air tawar di pinggir pantai,
kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu dan juga sebagai tanggul
perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta menjadi kawasan wisata
terpadu
Indonesia sendiri sudah
mengaplikasikan reklamasi dalam pengembangan wilayah pesisi untuk berbagai
kepentingan social dan ekonomi seperti Reklamasi Pantai Utara akarta, Reklamasi
Dermaga Logistik Balikpapan, Reklamasi Teluk Palu Sulawesi Tengah, Reklamasi
Pulau Nipa Kepulauan Riau, Reklamasi Teluk Benoa Balli dan Reklamasi Pantai Losari
Makasar.
2.1.2. Tujuan Reklamasi Pantai
Tujuan reklamasi menurut Modul
Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007) yaitu
untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi
suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat. Kawasan daratan baru
tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan
pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi
alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah
dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari
ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata terpadu.
Sedangkan dalam Perencanaan Kota
(2013), tujuan dari reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pengembangan
kota. Reklamasi dilakukan oleh negara atau kota-kota besar yang laju
pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami
kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan
kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi,
sehingga diperlukan daratan/ lahan baru. Selain itu Menurut Max Wagiu (2011),
tujuan dari program reklamasi ditinjau dari aspek fisik dan lingkungan yaitu:
a.
Untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat
gelombang laut.
b.
Untuk memperoleh tanah baru di kawasan depan
garis pantai untuk mendirikan bangunan yang akan difungsikan sebagai benteng
perlindungan garis pantai.
Pada dasarnya, kegiatan akan
reklamasi pantai tidaklah dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan
isi ketentuan berikut (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan
Ruang, 2008):
a.
Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi
daya yang telah ada di sisi daratan;
b.
Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan
yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk
mengakomodasikan kebutuhan yang ada;
c.
Berada di luar kawasan hutan bakau yang
merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan
suaka margasatwa;
d.
Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau
dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain.
2.1.3. Manfaat Reklamasi Pantai
Adapun manfaat dari kegiatan
reklamasi pantai dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, ekonomi, sosial dan
lingkungan. Rinciannya dipaparkan sebagai berikut:
·
Dari aspek tata ruang, suatu wilayah tertentu
perlu direklamasi agar dapat berdaya dan memiliki hasil guna. Untuk pantai yang
diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan
pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan. Terlebih
kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk pengembangan
fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti kontainer,
pergudangan dan sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat
ini menjadi area yang sangat luas dan berkembangnya industri karena pabrik,
moda angkutan, pergudangan yang memiliki pangsa ekspor–impor lebih memilih
tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu
memotong biaya transportasi.
·
Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan
pemukiman, semakin mahalnya daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di
darat menjadikan reklamasi sebagai pilihan bagi negara maju atau kota
metropolitan dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan permukiman.
·
Dari aspek sosial, reklamasi bertujuan
mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan meciptakan wilayah yang bebas
dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah
dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai.
·
Aspek lingkungan berupa konservasi wilayah pantai,
pada kasus tertentu di kawasan pantai karena perubahan pola arus air laut mengalami
abrasi, akresi ataupun erosi. Reklamasi dilakukan di wilayah pantai ini guna untuk
mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena ketiga permasalahan tersebut ke bentuk
semula.
Adapun manfaat dari kegiatan reklamasi
pantai yang dilakukan secara umum yaitu:
Ø
Bagi negara atau kota besar dengan tingkat
kepadatan penduduk tinggi, reklamasi ini bisa digunakan untuk mengatasi kendala
keterbatasan lahan dengan membangun lahan permukinam baru dengan memperoleh
tanah tanpa melakukan penggusuran penduduk.
Ø
Menjadikan kawasan berair atau lahan tambang
yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dengan memanfaatkannya untuk
kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek
wisata.
Ø
Daerah yang direklamasi menjadi terlindung dari
erosi karena konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat mungkin untuk bisa
menahan ombak.
Ø
Daerah yang memiliki ketinggian di bawah
permukaan air laut dapat terhindar dari banjir jika dibuat tembok penahan air
laut di sepanjang pantai.
Ø
Tata lingkungan yang bagus dengan peletakan
taman sesuai perencanaan bisa berfungsi sebagai area rekreasi yang sangat memikat.
Ø
Pesisir pantai yang tadinya rusak akan menjadi
lebih baik dan bermanfaat.
2.1.4. Dampak Kegiatan Reklamasi Pantai
Dampak yang paling dominan dari
kegiatan reklamasi adalah diharapkan kebutuhan lahan akan terpenuhi. Selain
dampak fisik, reklamasi pantai akan berdampak terhadap aktivitas sosial,
lingkungan, hukum, ekonomi dan bahkan akan memacu pembangunan sarana prasarana
pendukung lainnya. Namun kegiatan reklamasi disisi lain juga dapat menimbulkan
dampak negatif, misalnya meningkatkan bahaya banjir, kerusakan lingkungan
dengan tergusurnya pemukiman nelayan dari pemukiman pantai.
Untuk menghindari dampak tersebut
di atas, maka dalam perencanaan reklamasi harus diawali dengan tahapan -
tahapan, diantaranya adalah kegiatan konsultasi publik yaitu kegiatan untuk menjelaskan
maksud dan tujuan kegiatan reklamasi ke seluruh stakeholder terkait atau
pemakai kawasan pantai. Disamping kegiatan tersebut perlu dilakukan pula
perencanaan reklamasi pantai yang benar dengan dasar akademik dan data-data
primer atau survey lapangan.
2.1.5. Ketentuan Pelaksanaan Reklamasi Pantai
Dalam pengelolaan pemanfaatan
ruang Kawasan pesisir dan pelaksanaan reklamasi pantai atau pengembangan
daratan di dunia memiliki ketentuan–ketentuan yang berlaku. Di Indonesia
sendiri telah memiliki beberapa kebijakan yang mengatur mengenai reklamasi
pantai, diantaranya:
1.
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi
Pantai (Peraturan Menteri PU No. 4/PRT/M/2007)
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang
Pemerintahan Daerah yang memberi wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah
laut dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.
3.
Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.
5.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana.
6.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
7.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Reklamasi merupakan suatu upaya
untuk mencari alternatif tempat untuk dapat menampung kegiatan perkotaan
seperti pemukiman, industri, perkantoran untuk mendukung daya dukung dan
kembang kota. Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjabarkan bahwa kewenangan daerah dalam mengelola wilayah
lautnya. Otonomi daerah sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan undang-undang
di atas merupakan landasan yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk dapat mengimplementasikan
pembangunan wilayah laut mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan,
pengendalian.
Kewenangan daerah atas wilayah
laut mencakup pengaturan administrasi, tata ruang dan penegakan hukum yang
berkenaan dengan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
kekayaan laut. Selain itu, daerah juga berwenang memberikan bantuan penegakan
keamanan dan kedaulatan negara. Yurisdiksi berlaku kewenangan daerah atas laut
dibagi atas dua, yakni wilayah laut provinsi dan wilayah laut Kabupaten/Kota.
Kewenangan Provinsi atas laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut
Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari batas laut daerah Provinsi.
Secara umum, reklamasi mempunyai
dampak positif dan negative, reklamasi dapat membantu negara atau kota dalam
menyediakan lahan untuk berbagai keperluan atau pemekaran kota, penataan daerah
pantai, pengembangan wisata bahari dan lain sebagainya. Dampak positif
reklamasi diantaranya terjadinya peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan
pesisir, mengurangi lahan yang kurang produktif, penambahan wilayah,
perlindungan pantai dari ancaman erosi, peningkatan habitat perairan,
penyerapan tenaga kerja dan lain sebagainya.
Namun Dampak negatif reklamasi
diantaranya yaitu terjadinya perubahan hidro-oseanografi, sedimentasi,
peningkatan kekeruhan air, pencemaran laut, peningkatan potensi banjir dan
genangan di wilayah pesisir, rusaknya habitat dan ekosistem laut, terjadi
kesulitan akses publik ke pantai serta berkurangnya mata pencaharian. Selain
itu juga potensi terjadinya banjir, ketersediaan bahan urug, perubahan
pemanfaatan lahan, ketersediaan air bersih, pencemaran udara, sistem pengolahan
sampah, pengelolaan sistem transportasi dan pengaruhnya terhadap kegiatan yang
sudah ada.
2.1.6. Tipologi Kawasan Reklamasi
Menurut
Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007),
kawasan reklamasi dibedakan menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsinya
yakni:
v Kawasan Perumahan dan Permukiman.
v Kawasan Perdagangan dan Jasa.
v Kawasan Industri.
v Kawasan Pariwisata.
v Kawasan Ruang Terbuka (Publik, RTH Lindung,
RTH Binaan, Ruang Terbuka Tata Air).
v Kawasan Pelabuhan Laut / Penyeberangan.
v Kawasan Pelabuhan Udara.
v Kawasan Mixed-Use.
v Kawasan Pendidikan.
Selain
berdasarkan fungsinya, kawasan reklamasi juga dibagi menjadi beberapa tipologi
berdasarkan luasan dan lingkupnya sebagai berikut:
v Reklamasi Besar yaitu kawasan reklamasi
dengan luasan > 500 Ha dan mempunyai lingkup pemanfaatan ruang yang sangat
banyak dan bervariasi. Contoh : Kawasan reklamasi Jakarta.
v Reklamasi Sedang merupakan kawasan reklamasi
dengan luasan 100 sampai dengan 500 Ha dan lingkup pemanfaatan ruang yang tidak
terlalu banyak ( ± 3 – 6 jenis ). Contoh : Kawasan Reklamasi Manado.
v Reklamasi Kecil merupakan kawasan reklamasi
dengan luasan kecil (dibawah 100 Ha) dan hanya memiliki beberapa variasi
pemanfaatan ruang ( hanya 1-3 jenis ruang saja ). Contoh : Kawasan Reklamasi
Makasar.
2.1.7. Daerah Pelaksanaan Reklamasi Pantai
Perencanaan
Kota (2013) memaparkan pelaksanaan reklamasi pantai dibedakan menjadi tiga
yaitu:
v Daerah reklamasi yang menyatu dengan garis
pantai semula
Kawasan
daratan lama berhubungan langsung dengan daratan baru dan garis pantai yang
baru akan menjadi lebih jauh menjorok ke laut. Penerapan model ini pada kawasan
yang tidak memiliki kawasan dengan penanganan khusus atau kawasan lindung
seperti kawasan permukiman nelayan, kawasan hutan mangrove, kawasan hutan
pantai, kawasan perikanan tangkap, kawasan terumbu karang, padang lamun, biota
laut yang dilindungi - kawasan larangan ( rawan bencana ) dan kawasan taman
laut.
v Daerah reklamasi yang memiliki jarak
tertentu terhadap garis pantai.
Model ini
memisahkan (meng-“enclave”) daratan dengan kawasan
daratan baru, tujuannya yaitu:
1.
Menjaga
keseimbangan tata air yang ada
2.
Menjaga
kelestarian kawasan lindung (mangrove, pantai, hutan pantai, dll)
3.
Mencegah
terjadinya dampak/ konflik sosial
4.
Menjaga
dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial (biota laut, perikanan, minyak )
5.
Menghindari
kawasan rawan bencana
v Daerah reklamasi gabungan dua bentuk fisik
(terpisah dan menyambung dengan daratan)
Suatu kawasan
reklamasi yang menggunakan gabungan dua model reklamasi. Kawasan reklamasi pada
kawasan yang potensial menggunakan teknik terpisah dengan daratan dan pada
bagian yang tidak memiliki potensi khusus menggunakan teknik menyambung dengan
daratan yang lama.