Nyekar
Salah
satu bagian dari tradisi orang – orang di sekitar saya ketika menjelang
ramadhan ataupun idul fitri adalah nyekar. Nyekar berasal dari kata sekar
(bahasa jawa) atau dalam bahasa Indonesia berarti Bunga. Mendapat imbuhan Ny-
yang kemudian berarti melakukan. Sehingga tradisi Nyekar adalah tradisi menabur
bunga di makam orang tua atau sanak saudara. Umumnya yang paling ramai adalah
waktu menjelang ramadhan atau menjelang idul fitri. Meskipun sebenarnya para
ulama menganjurkan untuk melakukan setiap hari kamis sore atau malam jum’at.
Namun tidak hanya menabur bunga, membersihkan makan dan menyiram air wangi,
orang – orang yang berdatangkan ke makam juga mendo’a kan orang tua atau sanak
saudara yang telah mendahuli, biasanya berbekal buku yasin yang diperoleh dari
acara 100 hari kematian.
Dulu
saya sering ikut paman untuk melakukan nyekar, namun sudah beberapa tahun
terakhir ini saya sudah tidak dapat ikut sebab setiap awal ramadhan pasti di
perantauan atau kalau pas akhir ramadhan menjelang idul fitri ternyata paman
gak ke makam. Datang sendiri ? maaf, saya tidak hafal di mana letak makam kakek
saya dari jalur ibu dan saudara – saudara yang lain. Sehingga jika tidak
bersama sanak saudara pasti akan salah makam orang lain.
Dua tahun
lalu saya tidak ikut nyekar, namun hanya bersepeda keliling kampung sekitar
rumah tempat tinggal saya. hampir semua makan yang saya lewati tidak ada yang
sepi, semua penuh dengan pengunjung, dan hal ini adalah rezeki bagi para
pedangan bunga dadakan. Biasanya harga perbungkus bunga sekitar Rp 2500 – Rp.3000.
Ada
pengalaman menarik yang menurut saya tidak biasa. Sebab memang baru itu saya
menemui kejadian tersebut. Ada dua sepasang suami istri pergi ke makam
(mungkin) orang tuanya, membawa rantang yang entah berisi apa. Saya hanya
melihat dari jauh, sebab ketika itu saya sedang berada di depan makam kakek
saya. Saya hanya melihat dari kejauhan apa yang akan mereka lakukan dengan
rantang yang dibawa ke makam. Apakah mereka akan makan bersama ? kan belum
waktunya buka. Sesaat kemudian saya melihat ibu itu menuangkan isi rantang itu
ke makam. Oh, air yang wangi itu mungkin, pikir saya.
Setelah
saya selasai di makam kakek saya, saya sempatkan untuk melihat tempat yang tadi
dikunjungi sepasang suami istri tadi. Saya masih penasaran dengan apa yang ada
di dalam rantang tadi. Sebab hal itu tidak biasa, biasanya orang datang hanya
dengan membawa sebungkus bunga. Begitu saya sampai di makam yang dikunjungi
pasangan tersebut, ternyata yang mereka adalah soto (mungkin) kesenangan orang
yang di dalam makam. Begitu cintanya kedua orang tadi sampai – sampai meskipun
sudah meninggal masih dibawakan soto.
Ah..
namun sayangnya sampai hari ini saya belum pernah menemukan anak muda seusia
saya melakukan nyekar dan kemudian mendo’a kan di makam sanak saudaranya. Mungkin
mereka sudah mendo’a kan dari rumah dan khusus di setiap akhir dzikir setelah
sholat. Dan semoga bukan karena mereka sudah tidak ingat dengan sanak saudara
yang sudah mendahului atau orang tua nya yang telah tiada.