Thursday, February 12, 2015

Mengumpulkan Catatan Berserakan


“seseorang tidak akan menulis sebuah buku kecuali karena salah satu diantara tujuh alasan: menulis sesuatu yang belum pernah ditulis orang sebelumnya dan dia mempeloporinya, menyempurnakan kekurangan, menjelaskan sesuatu yang sulit dipahami, meringkas uraian yang sangat panjang tanpa mengurangi substansinya, memilah berbagai hal yang belum dipilah, mengoreksi dan menjelaskan kekeliruan yang dilakukan seseorang penulis buku, atau menghimpun berbagai hal yang masih berserakan”
(Syamsuddin Al-Babili dalam buku “Menyemai Kreator Peradaban” – Mohammad Nuh)

Akhir-akhir ini saya sempatkan untuk mulai nyicil beres-beres semua barang yang selama ini menumpuk dan berserakan di kamar pasca musim Tugas Akhir. Setelah selesai yudisium dan pengesahan gelar “pendekar” Teknik Kelautan, rasanya ritme aktivitas sudah mulai tak sepadat minggu-minggu lalu. Bagi orang yang dapat kerja maksimal ketika kamar seperti kapal pecah, beres-beres datau merapikan adalah sesuatu yang sacral. Sama sakralnya ketika keratin Jogja membasuh pusaka dibulan suro. Pilah-pilih berkas, tumpukan buku bacaan, suhuf-suhuf catatan hasil mengikuti training, kajian dan ngobrol sana-sini, rasanya terlalu sayang kalau kemudian hanya sekedar masuk museum. Artefak-artefak tersebut mungkin akan lebih bermanfaat kalau saya pajang di “beranda rumah”. Mungkin nanti aka nada orang yang sekedar mampir untuk membacanya, atau sekedar berteduh saat kehujanan dan kemudian menemani saya dengan secangkir kopi hangat ditambah sedikit kudapan.
Mungkin layak menjadi pijakan apa yang telah dikutip Gus Nuh di atas, bahwa menulis itu paling minimal adalah menghimpun berbagai hal yang masih berserakan. Mengumpulkan catatan yang berserakan mungkin bukan hal yang mudah, sebab catatan itu hanya rekaman bisu dan ingatan kita akan mengartikulasikan ulang setiap butiran-butiran tulisan. Parahnya kalau kita sudah tidak ingat dengan apa yang kita tulis, sebab saat itu kita datang kajian namun tidur atau setengah kesadaran kita sedang pada tingkat puncak. Kalau sudah seperti itu, saya jadi ingat apa yang pernah disampaikan kawan saya di “beranda rumah” miliknya, “setiap yang kita share meskipun tinggal klik dan apa yang kita tulis akan dimintai pertanggungjawaban”. Pesan bagi para pengunjung “berada rumah” saya, jangan menganggap apa yang saya tulis benar. Jika kemudian memang cocok dengan pemahaman anda, silahkan dipakai ndak apa. Tapi jangan jadikan apa yang ada di “beranda rumah” saya sebagai sandaran atas apa yang kemudian hari sampeyan gunakan. Kalau salah, panjang urusannya nanti. saya bisa dituntut oleh para jaksa penuntut nanti di akhirat. Kasihanilah saya.

Selamat menikmati catatan saya yang berserakan.

0 comments:

Post a Comment