Sejenak ingatkan ku melayang pada tema yang pernah diangkat pada kajian "Kenduri Cinta" yang diasuh Cak Nun. pada saat itu, temanya adalah "menegakan pagar miring". memang judul tulisan ini terispirasi dari situ, dengan pemaknaan yang lain.
Sekali lagi aku melewati rumah itu. Ya, sekedar melewati Karena kebetulan masih sering melintasi jalan ini. Jalan yang sama dilewati oleh para pendahulu. Memang, semenjak sudah tidak berada di bawah atap rumah itu, aku hanya orang asing yang sekedar lewat. Terkadang menyempatkan melihat, jika Ada hal yang menurut ku menarik. Itu pun ku lakukan hanya dari luar pagar, tak lebih. Sebab, aku hanya orang asing. Masuk ke dalam hanya akan menjadi pengganggu bagi penghuni yang sedang menikmati secangkir teh Manis dengan renyah cengkrama mereka.
Semakin sering aku melewati depan rumah itu, semakin aku terheran dengan bangunan yang dulu megah dan menjadi kebanggaan bagi mereka yang berada di bawah atapnya. Itu pun ku ketahui setelah aku bermain ke tetangga sebelah, mereka sering mengatakan “pasti nyaman di dalam rumah itu, aku jadi pengen.” Kata-kata itu yang sering aku dengar. Ternyata aku beruntung pernah tinggal di bawah atapnya. Hari ini, untuk Pertama kalinya aku berdiri lama, menatap dengan seksama rumah itu. Ada yang membuat ku keheranan, sepertinya tembok rumah itu sekarang mulai miring.
Entah mereka yang di dalam menyadari atau tidak akan hal itu, atau mungkin saja penglihatan ku yang miring. Sering ku dengar dari cerita orang yang pernah masuk ke rumah itu, katanya orang-orang di dalam rumah itu asyik bermain di kamar masing-masing. Oh ya, memang seingat ku ada 4 kamar. Mungkin karena itu juga mereka tidak sadar kalau-kalau tembok rumah itu sudah miring. “Bukan urusan ku, tembok kamar ku masih berdiri”, mungkin begitu katanya. Lain hari ku dengar dari tetangga sebelah, bahwa penghuni rumah itu ada yang mau angkat koper untuk mencari rumah baru. Katanya sih, mereka kurang nyaman berada di rumah itu. Ada juga yang bilang kalau mereka Sudah mulai berfikir “Untuk apa tinggal dibawah atap rumah yang katanya nyaman namun tidal?”. Ah, bodohnya orang itu, baru menyadari setelah lama di dalamnya. “Ya benarlah tidak nyaman, lha itu temboknya miring gak dibenerin. Man jadi was-was kalau setiap saat kerobohan bangunannya”. Sejenak teringat dengan Kisah Nabi Khidir yang menegakkan tembok miring karena di bawah tembok itu ada harta yang sangat berlimpah untuk masa depan si penerus penghuni rumah. Harusnya orang-orang yang berada di dalam rumah itu mulai berfikir untuk menegakkan tembok miring Untuk menyelamatkan generasi penghuni rumah itu setelah mereka. Setelah tiang, komponen rumah rumah yang terpenting adalah tembok, agar sebuah rumah bisa dikatakan rumah dan membedakan sama bangunan hinggil desa. Oh ya, masih ingatkah kalian bahwa rumah itu bukan sembarang rumah. Konon katanya, rumah ini dulu dibangun diatas pondasi kuat Karena satu tujuan. Kemudian tembok-tomboknya dibangun atas tumpukan Batu bata yang saling percaya, saling terikat satu bata dengan bata yang lain. Ada juga Batu bata yang terpotong agar menguatkan bangunan temboknya. Saling meneguhkan, saling percaya serta keterbukaan antar mereka. Serasi saling mengerti dan memahami, mendengar dan bicara, patuh dan paham. Bagitulah konon katanya Batu bata itu disusun dan ditata oleh para pendahulu. Itulah jawaban, mengapa rumah itu bisa berdiri megah sampai sekarang. “Kenapa tembok itu sekarang miring?”, pertanyaan itulah yang selalu terlintas ketika kaki ini melintas di depan rumah itu. Mungkin Batu bata penyusun rumah itu sudah tak lagi kuat, mungkin juga Karena komponen penyusunnya sudah hilang sama sekali. Mungkin juga Batu batunya sudah tak lagi di tempat yang sebagaimana mestinya. Ah, tembok yang sekian lama dibangun itu akhirnya pada masanya. Miring sebelum roboh.
Aku jadi teringat dengan kisah nabi Khidir yang kemudian menegakkan tembok rumah anak yatim yang miring saat perjalanan bersama musa yang sedang ingin berguru. Ternyata di bawah tembok tersebut terdapat harta yang sangat berharga bagi yatim tersebut, sehingga tembok itu harus ditegakkan hingga anak yatim itu dewasa dan akan menemukan kembali harta peninggalan orang tuanya. "saatnya kalian menjadi "khidir" baru yang berorientasi masa depan dengan meninggalkan keegoisan. menegakkan tembok miring itu demi masa depan penerus kalian", jeritku dalam hati.
Tiba-tiba terdengar teriakan Dari dalam salah satu ruangan, blok a sebelah kanan. Aku baru tersadar, bahwa sejenak langkah ku terhenti, seolah detik tak berputar meski berdetak. ku langkahkan kaki ini menyusuri jalanan, memungut kata yang berserakan. Memulung hikmah dari kotoran jalanan. Sepotong doa untuk kalian, semoga hati kalian tidak hilang.