Monday, February 22, 2016

Mengambil Titah Illahi

Maaf bapak, saya mengambil menikahi puteri mu



Pagi itu, suara tangis meledak memecah keheningan dan kekhusukan dalam masjid. Semua jamaah berkumpul berbaris rapi menatap lingkaran kecil di tangah depan mimbar. Bukan menyimak khotbah, namun menyaksikan pengambilan sumpah suci dari Illahi. Hujan Bulan Februari memang spesial bagi kami, Sebab datangnya setelah kami melewati panasnya terik kemarau dan godaan oase fatamorgana. Penyerahan mandat seorang bapak, yang puteri diambil  dinikahi oleh seorang anak muda yang baru saja beberapa bulan lalu datang bersama keluarganya, kepada hakim yang telah beliau tunjuk sebagai orang kepercayaan untuk menyerahkan puterinya kepada seorang pemuda.

Tangisan menggetarkan hati, terbata - bata mengucapkan serah terima wali. Aku tak sanggup menafsirkan tangisan itu. Tangisan kesedihan karena puteri yang telah lama beliau didik dan besarkan, tiba-tiba diambil  dinikahi oleh pemuda yang belum jelas masa depannya. Ibarat kalian menanam bunga yang indah, mulai dari kecil hingga kuncup kau merawat dan kemudian saat menunggu mekar, bunga itu diambil oleh orang, "yang katanya pecinta bunga" yang baru saja kau kenal. Atau tangisan bahagia sebab puterinya telah tumbuh dewasa. Andai ibunya masih ada, mungkin tak bisa beliau ungkapkan kebahagiannya untuk momen pagi itu..

Detik-detik itupun tiba, saat yang paling dinanti oleh semua mata yang menyaksikan momen bersejarah pagi itu.  Mendung pagi menambah kekhusyukan momen sakral dalam hidup ini, saat dimana seorang anak ingusan kemarin sore mengambil titah langit. Titah illahi untuk membimbing seorang puteri yang semua ada pada orang tuanya, menuju pundaknya yang ringkih.

Wali pun akhirnya memulai.. satu..dua..tiga..

اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ * بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِِِ الرَّحِيْمِ *
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ ... ×3 
مِنْ جَمِيْعِ الْمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ وَاَتُوْبُ ِالَيْهِ
اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ * وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ *

بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُِللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ للهِ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِاللهِ وَعَلى آلِهِ وَاَصْحَا بِهِ وَمَنْ تَبِـعَهُ وَنَصَـَرهُ وَمَنْ وَّالَهُ. وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ اَمَّا بَعْدُ : أُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَي الله فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْن.
يَا .......... بِنْ ............ ! اَنْكَحْـتُكَ وَزَوَّجْـتُكَ ِابْنَتِيْ ................................ بِمَهْرِ .............. نَـقْدًا.


kemudian aku pun menjawab dengan kalimat singkat, padat dan tanggung jawab dunia-akhirat


قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيـْجَهَا بِالْمَهْرِالْمَذْكُوْرِ نَـقْدًا

artinya kurang lebih seperti ini ;
SAYA TERIMA NIKAHNYA DAN KAWINNYA
_______________ BINTI _______________

DENGAN MASKAWINNYA YANG TERSEBUT TUNAI.

namun yang sebenarnya adalah,
"Saya siap menanggung semua dosa apabila lalai dalam membimbing dan menjaganya. Saya siap menjalankan hak dan kewajiban yang telah diatur oleh Allah dan rasul-Nya....(silahkan lanjutkan sendiri)"

ah, tiba-tiba rasanya menjadi kecil (padahal emang kecil), hujan yang belum turun dari langit pun airnya sudah menggantung diujung mata. Lembaran baru itu telah dibuka, hujan telah turun dan saatnya menyiapkan pelangi indah setelahnya. Ayat itupun bergema "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka"

Mengambil titah illahi, 
Siapa kau berani - berani mengambilnya?
sekuat apakah kau?
sehebat apakah kau?

1 comment: