Mengenal Umar Bin Abdul Aziz
Sang Khulafaurrasyidin ke Lima
Kita semua tentu mengenal Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Minimal
pernah mendengar sepenggal kisah hidupnya, atau mungkin namanya saja. Sudah terlalu harum namanya untuk
dikenang. Sudah terlalu besar namanya
untuk disebut. Begitu kira-kira ungkapan
sederhana untuk menggambarkan kemasyhurannya.
Ada satu hal penting yang menurut saya sangat
mengakrabkan kita dengan sosok Umar bin Abdul Aziz. Yaitu, dirinya merupakan sosok yang nyata
dalam realita kehidupan. Memang sejarah hidupnya sangat melangit, kepribadiannya
seakan mendekati kesempurnaan dan karakter kepemimpinannya yang terkesan
ajaib. Tapi begitulah memang
adanya. Tidak ada yang dilebih-lebihkan
tentang kehebatannya . Karena sejarah telah bercerita apa adanya tentang itu
semua
Jadi, kehebatan yang dimiliki oleh Khalifah Umar bin
Abdul Aziz ini berbeda jauh dengan kehebatan para tokoh dalam film-film maupun
dalam cerita-cerita novel. Karena
sehebat apapun tokoh dalam film maupun novel tersebut, tetap saja mereka hanyalah tokoh fiktif yang
sengaja dirancang sedemikian rupa oleh penulisnya. Lain halnya dengan sejarah hidup Khalifah
Umar bin Abdul Aziz yang tidak ada rekayasa.
Semuanya terjadi dan terbentuk karena proses yang manusiawi dan bisa
dilakukan oleh siapapun yang mau mengikuti jejaknya .
Dengan ungkapan lain,
sekalipun sejarah hidup Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu melangit, namun
beliau tetap merupakan sosok yang membumi,
yang pernah hidup di tengah-tengah ummat manusia, kemudian menjadi
khalifah, berbuat adil pada rakyatnya, hingga akhirnya mampu menjadi orang
hebat di masanya, bahkan di masa-masa setelahnya.
Dari Penjual Susu
sampai ke Umar bin Abdul Aziz
Masih ingatkah Anda, kisah seorang wanita penjual susu
pada masa Khalifah Umar bin Khattab?
Kisah yang telah mengalirkan berbagai inspirasi kepada ummat Islam. Kisah yang sangat sarat dengan warna keimanan
dan semangat ketakwaan.
Malam hari Kota Madinah terlihat sepi dari lalu lalang
orang. Hawa musim dingin yang menyayat pori-pori kulit membuat setiap orang enggan
untuk keluar rumah. Apalagi sudah lewat
tengah malam. Tapi tidak begitu halnya
dengan khalifah yang pertama kali diberi gelar 'Amirul Mukminin' ini. Amanah ummat yang dibebankan diatas pundaknya
justru membuat kedua matanya enggan untuk sekedar terpejam di malam hari. Rakyatku...
Rakyatku! Iapun bangkit dan
beranjak keluar menyusuri setiap lorong-lorong Madinah, untuk melihat kondisi rakyatnya. Begitulah kebiasaan unik Khalifah Umar bin
Khattab dalam menghabiskan sebagian waktu malamnya.
Lama ia berjalan ditemani seorang pembantunya. Rasa lelah mulai menggelayuti tubuhnya.
Hingga akhirnya ia memutuskan untuk istirahat sejenak . Ia bersandar melepas
lelah di sebuah dind-ing rumah sederhana di sebuah perkampungan di Madinah .
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan percaka-pan antara seorang ibu dengan puterinya,
pemilik rumah tersebut.
"Campurkan air pada susu yang mau kita jual,
nak!" kata ibu kepada puterinya.
"Bagaimana mungkin aku mencampurnya dengan air, bu! Bukankah Amirul Mukminin telah melarang para
penjual susu untuk melakukan itu???"
"Penjual-penjual susu yang lain juga mencampur susu
mereka dengan air. Sudahlah, nak, campur
saja! Amirul Mukminin pasti tidak tahu apa yang kita lakukan!"
"Bu, jika Amirul Mukminin tidak mengetahuinya, maka
Tuhan Amirul Mukminin tentu menge-tahuinya..."
Umar bin Khattab tak kuasa menahan air matanya ketika
mendengar ungkapan sang anak kepada ibunya.
Ungkapan yang sederhana, tapi keluar dari jiwa yang bertakwa, sehingga
mengun-dang air mata orang yang mendengarnya.
Air mata takwa, dari jiwa yang takwa, ketika mendengar ungkapan
ketakwaan.
Umar bin Khattab gembira mendengar kata-kata itu. Ia bergegas menuju masjid untuk mela-kukan
shalat subuh, kemudian pulang ke rumah dan memanggil salah satu puteranya,
'Ashim, lalu memintanya untuk menimba
informasi tentang keluarga penjual susu tersebut.
'Ashim datang menemui Umar bin Khattab, menyampaikan
semua informasi tentang perem-puan penjual susu dan putrinya. Kemudian Umar menceritakan percakapan antara
mereka yang didengarnya tadi pagi menjelang fajar. Ia menyuruh 'Ashim untuk menikah dengan
puteri penjual susu itu.
"Pergilah kepadanya dan nikahilah ia, nak! Aku
melihat ia adalah wanita yang diberkahi.
Mu-dah-mudahan suatu saat nanti ia akan melahirkan orang hebat yang akan
memimpin Arab !"
Keduanya pun akhirnya menikah dan dikaruniai anak perempuan
yang diberi nama Laila atau biasa
dipanggil dengan Ummu 'Ashim. Mereka
mendidik Laila dengan baik, dalam suasana keluarga yang kental dengan
nilai-nilai Islam, sampai ia tumbuh menjadi seorang gadis yang memahami dan
mengamalkan Islam dalam hidupnya.Laila menikah dengan putera khalifah Daulah
Umawiyah yang keempat , namanya Abdul Aziz. Dari perkawinannya itulah lahir
seorang anak yang nantinya akan memenuhi dunia dengan keadilan. Dialah Umar bin
Abdul Aziz.
Ini adalah sebuah kisah perjalanan sejarah yang panjang
tentang seorang wanita yang memiliki nilai agung, yaitu muroqobatullah. Yang ada dalam dirinya hanyalah dia selalu
tahu bahwa Allah selalu mengawasinya.
Ini merupakan pelajaran sangat mahal yang diberikan oleh Umar bin Abdul
Aziz sebagai keturunan dari orang-orang yang memiliki nilai muroqobatullah.