Monday, April 28, 2014

Goresan Tinta Kepahlawanan

Gang sempit itu penuh sesak, berjubel, andaikan semua orang yang berjalan itu berhenti, tidak ada jalan yang kelihatan, tertutup oleh kaki. tak ada kelonggaran sedikitpun, kecuali hanya untuk berdiri. Mereka semua berjalan ke satu titik, titik pusat dari semua gang yang ada di daerah situ. satu titik pusat yang pasti semua orang tau. Masjid  Sunan Ampel yang di sampingnya terdapat makam Raden Muhammad Ali Rahmatullah atau yang kita kenal dengan Sunan Ampel. salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan islam di tanah jawa.
Sejenak menyambangi makam sang wali, sudah tiga kali ini aku mendatanginya, dan yang tetap membuatku terkagum adalah tidak pernah akan sepi makam ini dari kunjungan orang-orang. baik dari dalam kota, daerah. bahkan beberapa kali ada rombongan dari luar pulau jawa. semua orang berkumpul, ada yang bertafakur tentang kematian, ada yang berdo’a dan aku hanya duduk termenung memikirkan “apakah nanti ketika aku meninggal makamnya akan terkenang seperti ini?”. sejenak merenung tentang makna kepahlwanan.

*****
Pikiran ini kemudian berjalan, terbang berkeliling menembuh dimensi fisik. mencoba menggambarkan semua orang-orang yang kita sebut sebagai pahlawan. Ir. Soekarno dan Bung hatta berdiri mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Bung Tomo dengan Jihad 10 Nopembernya. K.H Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya yang sudah melewati se-abad-nya. K.H Hasyim Asy’ari mensejarah dengan Nahdhotul Ulama yang membumi di Nusantara ini. 
Satu hal yang beliau-beliau kerjakan adalah tentang persembahan terbaik untuk Umat manusia, Agama dan Negara. “Khairunnas anfa’uhum linnas” “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain. Karya dan nama mereka menyejarah melintasi masanya. Kebermanfaatan dari pekerjaan mereka masih terasa sampai hari ini. dan yang pasti, nama mereka tercatat dalam goresan emas tinta sejarah bangsa ini. 
kalau anis matta menuliskan dalam bukunya. Pahlawan itu   mereka mengubah tantangan menjadi peluang, kelemahan menjadi kekuatan, kecemasan menjadi harapan, ketakutan menjadi keberanian, dan krisis menjadi berkah, melahirkan karya yang berbeda dari karya-karya orang lain.
Merebut takdir kepahlawanan ? “Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka, dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah.”  begitulah pesan dalam buku “mencari pahlawan indonesia”.
****
adzan maghrib mengumandang, suara langit yang membumi memanggil kehadapan illahi. sebuah isyarat kalau semua harus kembali memenuhi panggilan itu. kembali menghadap. Namun, apakah kemudian yang akan tertulis di sejarah hidup kita ?
Nama, tempat tanggal lahir, tanggal meninggal yang tertulis di batu nisan dan tak ada yang terkenang ?
goresan tinta kepahlawanan ?
kau siapkan lembarannya dan kau isi tintanya

0 comments:

Post a Comment