Kisah#6 “Masih tentang menjaga kemuliaan diri”
Perjalanan pulang kampung kali ini berbeda, tak ada lagi
berdesakan. Karena kereta api sangatlah longgar. Dalam perjalanan ini, memberi catatan tersendiri bagi pengalaman
jiwa. Banyak hikmah yang dapat didapat dari sekitar, yang mungkin orang lain
akan menganggap hal itu adalah biasa. Tapi bagi saya sangatlah bermakna,
memberikan pelajaran yang tidak akan pernah kita dapat dari seorang guru yang
hanya berdiri di depan kelas. Karena ini tentang pelajaran hidup. Tidak ada
dalam teks book.
“brukk… haaahh…”, sesosok tubuh itu langsung bersandar pada
kursi penumpang yang memang kosong dari tadi. Tepat di depan saya, matanya
terpejam sesaat dan tangannya meletakkan barang yang dari tadi dibawanya dari
gerbong ke gerbong. Kotak ukuran sekitar 30 cm x 20 cm itu ternyata berisikan
nrokok dan tisu.
Sesekali saya mencuri pandang saat mata kakek itu masih
terpejam, lipatan, kerutan kulit wajahnya menunjukan perjuangan keras seorang
kakek untuk menghidupi keluarganya. sangat terasa keletihannya, hingga beberapa
waktu dalam masa peristirahatanya, beliau tertidur sesaat.
Kakek itu, setiap harinya berjualan rokok eceran dan tisu di
dalam gerbong kereta. Setiap sore lebih tepatnya, kereta terakhir Surabaya – blitar. Meskipun sekarang kereta
telah ber-AC, tidak mengurangi usahanya untuk tetap berjualan. Dan kalian tahu
berapa harganya ? tidak berubah menjadi dua kali lipat dari harga semula
seperti halnya air mineral. Berapakah keuntungannya ?
Perjuangan kakek itu adalah sebagian kecil dari sekian
banyak potret orang-orang yang masih menjaga kemulian diri dengan berusa tidak
menjadi peminta-minta. Aneh kalau sekarang orang menjadikan pengemis adalah profesi.
Sungguh jauh dari kemulian diri.
Maka jadilah muslim yang kaya, genggam kekayaan itu dan
jangan pernah kau bawa ke dalam singgasana hati mu. Banyak sisi dari kehidupan
ini yang tidak dapat hanya diselesaikan dengan kata-kata. Jadilah muslim
yang kaya
0 comments:
Post a Comment