Membungkam Sigmund Freud
Dunia Psikologi modern saat ini sangat terpesona dengan apa
yang telah dikemukakan oleh Sigmund freud tentang analisa kejiawaan manusia.
Sejak pertama kali ide dan gagasan tentang analisa jiwa manusia dia keluarkan,
sampai hari ini, dibangku-bangku kuliah kitab psikologi Sigmund freud adalah
kitab rujukan wajib. Dan Sigmund freud seolah menjadi “nabi” dalam ilmu
psikologi. Padahal kalau kita tau, apa yang dikemukakan oleh Sigmund freud
hanya berdasarkan pada trauma pribadinya dalam keluarga kecil di rumahnya.
Kita kenal apa yang dikemukakan oleh Sigmund freud adalah
Psycho analisa (penyelidikan tentang kejiwaan) yang telah membagi bahwa dalam
diri manusia terbagi menjadi tiga bagian. (1) ID, (2) EGO, (3) SUPEREGO. Ah,
yang katanya ID adalah penggerak utama semua yang dilakukan oleh manusia. Mulai
dari makan sampai tidur, dari bekerja sampai berhubungan dengan istri. ID
adalah penggerak utamanya, yang menjadi sarang dari segala rasa dan naluri.
EGO, tidak berdaya dan tidak berkemampuan apa-apa. Hanya sebagai lanjutan
gerakan dari ID yang menjadi sumber utama. Ego yang terbentuk dari lingkungan
dan kebiasaan dan pengalaman. Ego memperturutkan naluri kehidupan. Kemudian
manusia dalam kehidupan sehari-hari bertemu dan berinteraksi dengan manusia
lain. Saling bersinggungan antara kehendak dirinya dan kehendak orang-orang
disekitarnya. Dari persinggungan itu kemudian terjadi pergolakan dalam diri
sendiri. Pegolakan yang kahirnya berujung pada pemenagan salah satu dari g menyketiganya.
Kadang ID yang berada diatas mengekang EGO san SUPEREGO. Juga kadang sebaliknya. Terkadang kita ingin
melakukan A tetapi Agama melarang.
Salah satu dari pernyataan tentang jiwa manusia adalah bahwa yang mempengaruhi manusia dalam
melakukan segala tindakan adalah LIBIDO. Atau semua yang dilakukan oleh manusia
hanya berorientasi SEX.
Jadi seorang bekerja keras mencari nafkah, nafkah kemudian
diberikan kepada istrinya, dan ujung-ujungnya adalah SEX. Seorang yang sakit
jiwa kemudian dia menunggangi kuda yang padahal adalah kursi di rumah sakit
jiwa. Oleh Sigmund freud itu dikatakan akibat terpendamnya syahwat setubuh yang
timbul kembali dan tidak tersampaikan.
Membungkam SIGMUND
FREUD
Kalau kita tinjau lebih jauh tentang dasar yang menjadi
pemikiran Sigmund freud adalah sama dengan pemikiran-pemikiran ilmuan barat
pada masanya. Kalau kita lihat sejarah ilmuan barat, maka kita akan kembali
pada akar sejarah yang sama. Rainesance atau jaman kebangkitan setelah para
ilmuan barat dibawah kangkangan
otoritas gereja (AGAMA) yang menjadi dark
age’s karena mereka selalu kalah dihadapan gereja. Sehingga dalam setiap
kajian-kajian keilmuan para ilmuan barat selalu jauh dari Agama dan berprinsip
pada dikotomi antara agama dan dunia (sekulerisme) Dan konsekuensinya adalah
tidak adanya kajian yang menyangkut tentang non materi. Sifat kajian hanya pada
dasar materialistic saja. Hanya berasas pada Rasio dan spekulasi filosofi
belaka, dan hanya pada sekup pada pandangan social, kultural dan empiris.
Sekarang kita lihat apa yang Sigmund freud teliti hingga munculmnya psycho analisis
adalah jiwa manusia. Sesuatu yang bersifat abstrak (ghaib)yang tidak dapat
diraba oleh indera fisik. Sangat bertolak belakang dengan apa yang menjadi
pandangan materialistic ilmuan barat. Akibatnya, sesuatu yang tidak Nampak,
non-materi dipaksakan menjadi materi sehingga dapat menjadi kajian objektif
bagi Sigmund freud. Selain itu, dalam melakukan kajiannya, objek penelitian
Sigmund freud hanya pada jiwa-jiwa yang abnormal dan psychopad. Tidak ada yang
menjadi objek kajian sigmud freud orang
memiliki jiwa yang sehat (muthmainnah).
Kalau kita lihat latarbelakang dari keluarga sigmund freud,
kita akan jumpai bahwa Sigmund freud dibesarkan dari keluarga yang broken home.
Sehingga sangat berpengaruh pada pandangan kajiannya. Ayahnya yang selingkuh
dan akhirnya berpisah dengan ibunya membuat Sigmund freud berfikir apapun
tindakan manusia hanya digerakan oleh SEX. Hanya berdasarkan figure ayahnya
yang membekas pada benaknya.
Sigmund freud tidak menganal agama dalam kajian
penelitiannya. Sehingga tidak ada niat ibadah untuk setiap kegiatan manusia.
Tidak mengenal adanya kebutuhan ruhani dalam jiwa manusia. Sigmung freud tidak
mempunyai lingkungan yang baik dalam masa lalunya sehingga apa yang menjadi
masa lalunya adalah pikirannya.
Maka masihkan kita menjadikan Sigmund freud sebagai rujukan
kajian psikologi (kejiwaan) modern ini ? saat matererialistik tepah menemui
kehancurannya.
0 comments:
Post a Comment