Menarik sekali buku yang ditulis
oleh Akmal Sjafril, judu yang berjudul “Geliat Partai Dakwah memasuki Ranah
Kekuasaan”. Buka yang membuka wawasan bagi kita semua agar bersikap adil pada
demokrasi. Mendudukan masalah demokrasi pada posisi yang tepat, tidak di pojok
dan tidak pula di tengah. Mengembalikan kembali hal-hal yang mendasar tentang
demokrasi dan bagaimana kita sebagai muslim memandang demokrasi itu sendiri.
Sebab, setelah era baru globalisasi yang membawa dampak bukan hanya pada
teknologi informasi dan ekonomi, demokrasi sudah merambah pada sistem kehidupan
kita sebagai muslim. Hari ini, tidak ada muslim di Indonesia yang tidak terikat
dan diatur oleh sistem demokrasi. Sehingga menjadi penting mendudukan demokrasi
sebagaimana mestinya.
Apalagi semenjak Indonesia
mengalami masa reformasi, masa kebebasan setelah pengekangan rezim orde baru.
Semenjak itu, semua orang Indonesia menggunakan demokrasi sebagai sistem
pemerintahan yang mengatur segala urusan dunia. Semenjak masa reformasi itu
pulalah, banyak kemudian partai-partai bermunculan. Mulai dari partai yang
nasionalis, marhenis sampai agamis. Semua masuk ke dalam pusaran mewarnai wajah
perpolitikan Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Kemudian, pertanyaan baru
muncul dari sebagian kelompok yang tidak sepemahaman dengan orang-orang islam
yang masuk ke dalam pusaran demokrasi, bukankah demokrasi bukan dari islam ?
bukankah itu sistem thought ? dengan memasuki ranah perpolitikan dengan sistem
demokrasi berarti sama dengan menyembah thought. Menyembah thought berarti
musyrik. Orang yang masuk ranah perpolitikan demokrasi harus mengulang kembali
syahadat nya.
Melihat sejarah umat islam yang
tidak pernah menang dan malah mengalami nasib tragis diberbagai Negara dengan
mengikuti sistem demokrasi memberikan kesimpulan semu bahwa tidak ada gunanya memasuki sistem demokrasi, namun
akhirnya malah mengalami nasib tragis dan tidak membawa perubahan. Ada atau
tidak adanya partai-partai islam di perpolitikan dan diranah kekuasaan tidaklah
membawa perubahan yang berarti, begitulah kata mereka yang tidak sepaham dengan
kelompok islam yang terjun ke dalam sistem demokrasi. Tidak ada syari’at islam
yang ditegakkan, tidak ada hokum-hukum islam yang disuarakan. Seolah umat islam
yang diranah pengambil kebijakan terseret arus hingga lupa akan islam.
Pertanyaan dan logika diatas
merupakan salah satu dari berbagai permasalahan yang coba dijawab oleh kang
akmal. Meluruskan kembali penyikapan terhadap demokrasi dalam kacamata islam.
Argument-argumen dan logika yang dibangun diatas rujukan pada ulama’
kontemporer yang telah mengkaji sebelumnya menjadikan buku ini semakin
berkualitas. Sehingga buku ini bukan menjadi argument pembenaran semata namun disandarkan
pada pengkajian oleh ulama’ serta memberikanpengalaman bagaimana umat islam
sebelum-sebelumnya menyikapi tentang sistem demokrasi. Hingga dibagian akhir,
pembaca diajak untuk membuat perspektif baru tentang demokrasi. Yang pada
bagian-bagian awal pembaca akan diajak mendudukkan perkara demokrasi pada
semestinya, bagaimana ulama’ kontemporer menyikapinya dan sebuah wacana
bagaimana memanfaatkan demokrasi.
Buku ini sangat direkomendasikan
bagi umat islam, khususnya yang sedang mengalami kebingunggan tentang
penyikapan perbedaan di masyarakat. Kelompok lain mengatakan demokrasi haram,
yang lain membolehkan. Selain itu, buku ini juga dapat dijadikan bahan diskusi
dengan kelompok-kelompok yang mengharamkan sistem demokrasi. Buku ini juga akan
semakin mengokohkan bagi aktivis pergerakan bahwa jalan yang dipilih, bukanlah
jalan yang salah. Selamat menikmati membaca bukunya. Ikuti tulisan saya untuk
mendapatkan ulasan tentang buku ini. Insya allah dalam waktu dekat akan
tertulis.
0 comments:
Post a Comment