Senja sore manarul selalu membari
cahaya sendiri, serambi timur penuh inspirasi bersandar pada tiang-tiang kokoh
memenangkan hati. Pikiran ini kembali mengulang-ulang kejadian yang hari ini
terjadi, kemarin dikerjakan, kemarin lusa dilakukan. Mencoba merenungkan,
mengambil hikmah, mencari titik nol dari semua aktivitas. Memejamkan mata
menikmati belaian angin sepoi-sepoi dan belaian hangat cahaya senja. Sekilas
muncul satu persatu gambar kejadian itu, seperti kalau kita lihat gambar pakai
pilihan slide show di laptop kita. Tak sampai satu menit, gambar itu sudah
berganti, berputar sampai akhirnya kembali ke gambar yang semula. Pun juga
dengan sore ini, rangkaian gambar-gambar kejadian tidak menyisakan kecuali
catatan-catatan yang menjadi perbaikan nantinya.
Kali ini frame yang membekas
adalah kejadian tentang keluhan orang-orang akan masalahnya. Masalah
pribadinya, masalah dengan kawannya, masalah dengan amanahnya dan masalah
dirinya dengan Tuhan-nya. Seringnya mereka menceritakan penderitaan seolah
hidup mereka tidak pernah ada kesenangan sama sekali. Kadang sampek ada yang
sampai memaku-maki. Sumpah serapah seolah menjadi kata wajib dalam setiap
paragraph jika ditulis apa yang meraka katakana. Mereka lupa, kalau mereka
masih hidup adalah kenikmatan besar jika dibandingan mereka yang ada di kamar
mayat. Mereka seolah tak ingat, kalau mulut mereka adalah anugerah yang tidak
pernah tergantikan nikmatnya, coban bandingan dengan orang-orang yang terbaring
dirumah sakit yang kemudian tidak bisa bicara. Ahhh… kalau saja Allah itu
KAPITALIS, tentu kita bangkrut sudah. Setiap nikmat yang Allah berikan harus
dibayar. Tak ada lagi harta di tangan kita. Mungkin kita malah akan menunggak
hutang. Namun Allah tidak kapitalis, tidak pernah meminta bayar atas nikmatnya.
Cuma kita diperintahkan untuk bersyukur dan jangan kufur. Sederhana ditulisan,
tapi banyak orang yang kadang melewatkan. Sadarlah kawan.. masih banyak yang
lebih sempit kehidupan mereka tapi tak mengeluh seperti dirimu..
Mengeluh dengan sederhana
Tafsir Al-Azhar, tafsir seorang
ulama yang pernah dimiliki bangsanya menuliskan judul tersendiri tentang
mengeluh. Prof. buya HAMKA mengisahkan tersendiri keluhan yang pernah ada dalam Al-Qur’an.
Keluhan yang dilakukan bukan oleh sembarang orang. keluhan rasul, begitu tulisan
judulnya dalam buku tafsir Al-Azhar dalam Juz XIX ketika menafsirkana rangkaian
ayat dalam surat Al-Furqon ayat ke 30 dan 31. Tentu saja kelas keluhan kita
dengan rasul itu beda. Kita beda kelas. Sehingga banyak ibroh yang dapat kita
ambil dari kisah tersebut.
Begini terjemah dari ayat ke 30
(maaf, gak bisa buat bulis arab)
“dan berkatalah rasul : “ Ya
Tuhanku! Kaumku ini sesungguhnya telah meninggalkan jauh Al-Qur’an”
Dalam akhir ayat tersebut, dalam
tulisan arabnya diakhiri dengan kata
“mahjuuran” yang berarti suatu tempat yang telah ditinggalkan lama dan sudah
tidak diperdulikan. Kesedihan rasul akan perilaku kaumnya yang telah
meninggalakan jauh Al-Qur’an itupun akhirnya diadukan kepada Allah SWT. Padahal
Nabi berpesan agar Al-Qu’an itu menjadi pembuka hati kita dengan kita terus
membacanya, memperhatikan setiap ayat-ayatnya bahkan membaca dengan
melagukannya. Agar terbuka hati kita, agar al-qu’an mejadi bagian dari darah
yang mengalir di dalam tubuh kita. Begitulah pesan rasulullah. Namun, ketika
itu semua tidak mengindahkan dan malah memberikan ejekan dan celaan. Ibaratnya
kalau anda memberikan ceramah kemudian dari barisan belakang ada anak kecil
masih ingusan. Anak itu kemudian mengata-ngatai anda dan berkata berkebalikan
dari apa yang anda ceramahkan tadi. Apa yang anda laukukan?. Apa yang dialami
olah Rasulullah mungkin jauh lebih parah dari itu.
Gayung bersambut, mendengar
keluhan dari Rasul-Nya, Allah kemudian membalas keluhan tersebut dengan
firmannya pada ayat selanjutnya(Al-Furqoon;31),
“Demikianlah halnya, kami jadikan bagi setiap nabi itu ada musuh
terdiri dari orang-orang jahat. Namun cukuplah Tuhan menjadi penunjuk jalan dan
pertolongan”
Allah menegaskan bahwa apa yang
dialami Rasul tentang penolakan seruan bukanlah hal yang aneh. Bahkan Allah
memberikan motivasi kepada Rasul dengan memberikan kisah bahwa Nabi-Nabi
sebelumnya juga mengalami yang demikian. Hal ini menjadi tantangan dan ujian
bagi Rasulullah, tentang kesabaran atau tidak. Kemudian Allah menegaskan, bahwa
cukuplah Dia yang menjadi petunjuk dan penolong bagi nabi Muhammad dalam
perjuangannya.
Mengeluhlah dengan sederhana
Mengeluhlah dengan sederhana
kawan. Jangan pernah kau merasa dirimulah orang paling menderita di dunia ini.
Jangan pernah merasa bahwa tidak ada lagi yang bisa menolong dan membantu
setiap masalah mu. Mengeluhlah dengan sederhana, seperti halnya bunga yang
tidak pernah menyumpahi tuhanya karena rontok mahkotanya saat sedang mekar
dengan indahnya. Ingatlah kembali kapan terakhir melakukan munajat dengan serius,
kapan terakhir berdiri bermesraan disepertiga malam terakhir. Coba kau
ingat-ingat lagi, titah tuhan mana lagi yang kau tangguhkan. Mungkin itulah
titik nol dari keluhan kita, mungkin itulah yang menjadikan sempit. Sehingga
kau lupa taka da petunjuk dan pertolongan dalam setiap permasalahan ini kecuali
dari Allah
Saya kutipkan kata-kata Prof.
HAMKA dalam tafsirnya, “setiap engkau berjumpa dengan satu ujian ataupun
rintangan, karena hatimu yang tidak pernah lepas dari mengingat Allah (dzikir),
tuntunan Tuhan mesti datang tepat tepat pada waktunya dan pertolongan mesti
tiba disaat yang penting”.
12 November 2013
Serambi timur Masjid Manarul ilmi
Melepas lelah menikmat senja
sore, Mengiringi mentari tuk bersua esok hari
0 comments:
Post a Comment