Bentuk lain dari
Sakinah
Dia-lah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka
bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah
tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana,. supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan
perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal
di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang
demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah, (Terjemah Al-Qur’an
surat Alfath : 4-5)
Allah lah yang
menurunkan, memberikan ketenangan di dalam hati orang-orang mukmin, agar
keimanan mereka bertambah meskipun sudah ada keimanan di dalam hati mereka
sebelumnya. Allah lah yang mempunyai kekuasaan atas semua bala tentara di
langit dan di bumi. Allah Maha Mengetahui atas segala apa yang ada di dalam
hati dan apa yang orang-orang mukmin kerjakan. Allah Maha Bijaksana atas apa
yang diberikan kepada setiap yang dikerjakan oleh orang-orang beriman. Balasan
kepada orang-orang mukmin (laki-laki atau perempuan) atas apa yang mereka
kerjakan. Perbuatan baik atau buruk akan mendapat balasan. Bagi mereka yang
telah berbuat baik, surga yang dibawahnya sungai-sungai yang mengalir, yang
mereka kekal abadi didalamnya. Dan Allah menutup keburukan dan aib mereka dari
semua manusia. Sesungguhnya itulah sebuah keburuntungan yang sangat besar.
Janji Allah kepada setiap mukmin dan Allah Maha tidak mengingkari Janji.
Sakinah ? selalu berhubungan
dengan nikah dan segala derevatifnya. Tapi kita akan berbicara tentang Sakinah,
dalam konteks yang lebih luas. Bahwa sakinah itu Allah turunkan dalam hati yang
di dalamnya ada keraguan atau sudah ada ketenangan. Sakinah, itulah ketenangan.
Ketenangan itu dihadirkan, didatangkan, diturunkan oleh Allah karena ada kesiapan dari hatinya.
Kesiapan mental menghadapi apapun yang akan terjadi, kesiapan jiwa untuk
menerima segala yang akan Allah berikan atas segala yang telah diusahakannya.
Sejenak
mari kita ingat lagi sejarah tentang turunnya ayat ini, beberapa mufasir
berbeda pendapat tentang kisah yang menyertai turunnya ayat ini. Makna
kemenengan yang Allah berikan pada ayat pertama, beberapa mufasir berpendapat
bahwa kemengan itu adalah kemenangan atas takluknya Negara adidaya Rum, dan
sebagian lain menyebut kemenangan itu adalah atas diadakannya perjanjian
Hudaibiyah. Saya mengambil kisah Hudaibiyah, untuk hikmah dan manfaat
perjanjian ini, silahkan baca ditulisan yang lain. Mari hadirkan jiwa kita, seolah-olah
kita bagian dari kaum muslimin yang menyertai Nabi SAW. Agar kita bisa
merasakan bagaimana kondisi saat itu, tentang ketenangan hati yang Allah
turunkan kepada kaum muslimin.
Enam
tahun setelah hijrah Nabi SAW dari mekah ke negeri Madinah, rasulullah beserta
sahabat muhajirin merasakan kerinduan yang amat dalam kepada tanah
kelahirannya. Semakin menghayati islam, semakin rindu mereka. Bukan hanya
kepada mekah sebagai tempat kelahirannya, lebih dari itu. Rasulullah SAW dan
para sahabat muhajirin sangat rindu untuk kembali berthawaf mengelilingi ka’bah
yang sudah ada keterikatan dalam hati mereka. Namun, ada penghalang yang
membuat mereka tidak dapat melaksanakannya. Para kaum Kafir Quraisy telah siap
menyambut mereka dengan pedang jika mereka memasuki kota mekah. Hingga pada
suatu hari Rasulullah bermimpi dalam tidurnya, beliau berthawaf mengelilingi
Ka’bah beserta para sahabat dan memasuki kota Mekah dengan tenang. Rasul
sampaikan berita itu, dan bergembiralah semua sahabat. Sebab mereka sangat yakin, kalau mimpi nabi adalah kenyataan
diesok hari. Sehingga mereka sangat yakin bahwa tahun inilah mereka akan
memasuki kota mekah dan berthawaf di Ka’bah.
Semua
kaum muslimin telah bersiap untuk berangkat membersamai rasulullah ke Mekah
dalam rangka Thawaf, tak kurang dari 1500-an orang telah berkumpul bersiap
untuk berangkat. Perjalanan yang jauh ditempuh, sampai pada daerah di ujung
hudaibiyah, kaum muslimin mengeluh pada Rasullulah SAW bahwa kehausan dan
sumber mata air tidak mencukupi untuk seluruh kaum muslim. Kemudian Nabi SAW mencabut anak panah dan
membuat anak sungai dari sumber mata air itu, hasilnya air itu terus mengalir
untuk memenuhi kenbutuhan kaum muslim hingga mereka menutupnya.
Seperti
yang telah diprediksikan, bahwa kaum muslim pasti akan ditolak oleh penduduk
mekah yang memusuhi mereka. Melihat seperti itu, kemudian nabi memerintahkan
sahabat umar untuk berdialog dengan penduduk mekah bahwa mereka datang bukan
untuk berperang. Sahabat Umar kemudian mengusulkan ‘Utsman bin ‘Affan untuk
berdialog dengan pada kafir quraisy karena masih ada sanak saudara di sana.
Namun respon yang diberikan oleh orang-orang kafir adalah mereka membolehkan ‘Utsman
berthawaf, sendiri tanpa rasulullah. Tak pelak, sahabat ‘utsman lebih mencintai
nabi SAW untuk kembali ke Hudaibiyah dari pada harus berthawaf tanpa Rasulullah
SAW.
Rasulullah
menunggu di Hudaibiyah dan mendapat kabar bahwa sahabat ‘utsman meninggal
dibunuh pada penduduk Mekah. Sehingga Rasullulah mengumpulkan seluruh kaum
muslimin dan melakukan perjanjian “Bai’atur Ridhwan” di bawah pohon Hudaibiyah.
Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya)
Kemudian datanglah utusan dari
kaum Quraisy untuk mengadakan perjanjian dengan Rasulullah SAW, perjanjian
damai yang kemudian kita kenal dengan Perjanjian Hudaibiyah. Setelah perjanjian
itu ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Barisan kaum muslimin yang tadinya
berangkat datang keimanan yang kuat mulai muncul keresahan dan keraguan. Hingga
sahabat Umar menemui Abu bakar dan menceritakan apa yang dirasakan. Semua kaum
muslimin tidak lagi bergairah, mereka seperti kehilangan semangat untuk kembali
mentaati rasullullah. Hal ini terlihat ketika Nabi SAW memerintahkan kaum
muslimin untuk menyembelih hewan dan mencukur rambut (tahalul) tak ada satupun
yang mengikuti dari barisan kaum muslimin. Sehingga rasullullah sendiri
memberikan contoh langsung.
Dari kisah hudaibiyah, kita temui
bahwa kaum muslimin yang sudah sangat bersemangat untuk berangkat ke mekah
dengan tujuan thawaf tidak dapat dilakukan. Ketenagan hati yang ada ketika mereka
hendak berangkat tiba-tiba hilang berganti keraguan, kecewa kepada rasulullah
SAW karena menandatangani perjanjian Hudaibiyah yang dari sisi pandangan para
sahabat sangatlah tidak menguntungkan.
Kekecewaan mereka terlihat ketika tak lagi bersegera melaksanakan apa yang
telah perintahkan oleh nabi hingga nabi sendiri yang melaksanakan.
Sakinah itu datang bersama dengan
kesiapan mental menghadapi segala tantangan dan kesiapan jiwa untuk menerima
segala atas apapun yang menjadi resiko dari segala pekerjaan. Sakinah yang
datang kepada kaum muslimin, datang setelah mereka menahan gejolak nafsu,
membangkan perintah nabi, atapun menolak perjanjian apa Hudaibiyah itu.
Kesiapan jiwa mereka menghadapi keangkuhan kaum musyrikin. Ini adalah bentuk
kesabaran dan ketakwaan mereka sehingga Allah sendiri yang menilai
kepatutannya.
Sekarang mari kita belajar
tentang ketenangan hati. Kalau hati ini sekarang belum menemukan ketenangan
hati, silahkan dirasakan, silahkan kita lihat hati kita. Dan mari kita lihat,
sudahkah kesiapan itu ada pada hati kita sehingga hati kita siap menerima kedatangan dan turunnya ke-sakinah-an
yang akan masuk ke dalam hati kita ?, sehingga dengan ketenangan pada hati kita, Allah akan mendatangkan "Pasukan tak terlihatnya" sebagaimana pada medan Badar..
Waullahu’alam, karena ketengan yang Allah datang kan pada kaum muslim saat itu adalah ketika mereka berhadapan dengan musuh yang banyaknya dua kali lipat.
0 comments:
Post a Comment