Pada akhirnya masyarakat muslim
yang berada dalam suatu masyarkat yang plural dan tidak menggunakan hokum
islam. Mau tidak mau akan selalu bergesekan dengan hokum dan sistem yang telah
ada, yang kemudian juga memberikan kita peluang untuk menghadirkan kebaikan
didalamnya serta kemashlahatan yang lebih luas bagi umat muslim. Maka hal itu
merupakan kesempatan yang tepat untuk kita memberikan edukasi kepada masyarakat
tentang nilai dan ajaran islam.
Namun, kemudian muncul beberapa
pertanyakan. Bagaimanakah hukumnya kalau kemudian kita ikut pada sistem yang
ada dan itu tidak pada sistem islam?
Kalau kita kembali baca buku
karya Ulama Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin
berpartisipasi dalam pemerintahan non-islam. Kalau tidak, maka akan pada hokum
asal tentang itu, yaitu tidak diperbolehkannya
Pertama; keikutsertaan itu harus
nyata, bukan hanya sekedar ucapan dan dakwaan. Partisipan harus mempunyai
kekiasaan sesuai dengan wewenangnya. Sehingga mampu menegakkan keadadilan dan
memberantas kezaliman, mewujudkan kebenaran dan menghapus kebatilan, dalam
daerah kekuasaannya, walaupun masih secara parsial. Kalau tidak demikian, maka keikutsertaannya tidak mempunyai arti
apa-apa bagi perubahan yang lebih baik
Kedua; pemerintahan yang akan
disertai bukanlah pemerintahan yang zalim dan kejam, serta tidak pua terkenal
dengan denga tindakannya dalam melanggar HAM. Bagi seorang muslim yang komit
pemerintahan seperti itu justru harus dilawan dan diluruskan denga cara yang ia
sanggupi. Bila sanggup dengan tangan (kekuatan), bila tidak sanggup dengan
lisan (penjelasan), bila tidak sanggup dengan hati (do’a).
Ketiga; Partisipan harus
mempunyai hak untuk menentang segala hal yang terang-terang berlawanan dengan
nilai-nilai islam. Atau sekurang-kurangnya dia harus berhati-hati terhadap hal
itu.
Namun, dalam hal ini ada beberapa
ulama yang memberikan fatwa pertimbangan dalam menghadapi persoalan ini.
pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan berdasarkan penilaian terhadap
beberapa kepentingan yang saling bertentangan Antara satu sama lain;
kepentingan mana yang patut didukung dan
kepentingan mana pula lantas digugurkan.
Untuk mengadakan penilaian,
sehingga dapat diputuskan mana yang akan didukung atau mana yang akan ditolak,
diperlukan dua bentuk fiqh yang lain;
1. Fiqih
hokum dan dalil. Dalil ini diambilkan dari teks-teks parsial dan berbagai
tujuan umum
2. Fiqih
realitas, tanpa dibesarkan dan tidak pula dikecilkan, baik realitas kaum
muslimin ataupun realitas musuh mereka. Baik realitas local, regional maupun
internasional.
Salah satu fatwa dai imam besar,
Izuddin Abdussalam dalam buku karyanya “Qawaid Al-Ahkam fi Mashlahah Al-Anam”,
beliau mengatakan
“kiranya orang kafir menguasai
daerah yang luas, lalu mereka mengangkat pejabat yang mendatangkan kebaikan
kepada kaum muslimin secara umum, maka nampaknya hal itu perlu didukung, demi
kemashlahatan umum dan demi menjauhkan kemudhorotan total. Sebab, bila itu
ditolak, akan ,menyia-nyiakan kemashlahatan umum dan mendatangkan kerusakan
total, karena tidak adanya kesempurnaan pada orang yang menduduki jabatan
itu….”
0 comments:
Post a Comment