penunjuk jalan ke Puncak Limas. bukan ke Toilet ^.^ |
Setelah berdo’a bersama dengan membentuk formasi berdiri
merlingkar, dengan khusyuk kami berdo’a agar selamat sampai rumah kami
masing-masing. Teringat kata-kata soe hok gie, yang intinya adalah sampai
puncak hanyalah bonus dari kerja keras mendaki dan tujuan utama kita adalah
sampai rumah dengan selamat. Domeonstran itu juga seorang pecinta alam, dari
kumpulan pecinta alam itu dia mulai menyebarkan ideologinya. “berdo’a selesai,
Aamiin”. Sudah lengkap dan tidak ada yang kurang. Tepat pukul 15.30 kita mulai
meninggalkan halaman Mushola di tempat wisata roro kuning menuju Puncak Limas
dengan singgah di Sekartaji. Perkiraan kita akan sampai di Sekartaji pukul
20.00 paling lama.
Sebenarnya track untuk mendaki ke
Limas tidak lah terlalu menanjak, tapi jalannya sempit. Hanya cukup untuk satu
orang. Sehingga cukup ngeri kalau jalan malam. Oh.. ya, untuk ke Puncak Limas
atau Sekartaji ada 2 track. Jalur A yang berarti Atas dan B yang berartti
bawah. Jalur A tergolong ringan Namun cukup jauh dan lama. Tapi kalau bagi yang
kuat jalan terus akan cepat sampai.
Jalur B, jalur ini sangat ekstrim baik naik atau turunnya. Tidak
direkomendasikan jika anda berangkat sore lewat track ini. Karena lewat hutan
bamboo, tidak ada stand yang bagus untuk istirahat atau untuk sholat. Tetapi
jalur B ini cukup menguras tenaga meskipun jaraknya lebih pendek dari A.
15 menit berjalan mendaki, dada
sudah mulai sesak kehabisan oksigen, ingin berhenti malu sama Mbak Wulan,
meskipun cewek itu juga sudah bingung mengatur nafasnya. Semakin berjalan
semakin terasa sakit kaki kehilangan kadar gula dalam otot. Akibat adari pola
hidup yang gak sehat dari puasa sampai lebaran tidak pernah olah raga, hanya
makan dan tidur. Baru 15 menit berjalan saja, baju sudah basah karena keringan
keluar semua.
“Kalau gak kuat ngomong rek.. gak
usah dipaksa”.
“Hati-hati, biasanya yang ngomong
begitu nanti yang gak kuat dewe”.
“Ha..ha..ha..”. begitulah candaan
kami, dan kadang memang benar.
“Break..break… berhenti
dulu”, Mbak wulan meminta kami berhenti
untuk beristirahat sejenak. Masih dengan minuman suplemnet penambah enegri di
tangannya yang tak henti-hentinya dimunum. Namun sepanjang ini tidak
menimbulkan efek yang berarti.
“Sudah … Ayo jalan lagi”, ajak
mbak wulan. Istirahat 5 menit cukup untuk mengatur nafas lagi.
Setelah mbak wulan mengajak
istirahat dalam waktu perjalanan sekitar 40 menit, akhirnya dia menyerah juga.
Sudah tidak kuat untuk melanjutkan perjalannan.
“Sudah berangkat dulu saja, gak
kuat kau.dari pada kalian nanti lama sampai sekartajinya. Gak apa tak balik
saja. Mumpung masih sore juga”.
Meskipun kami sudah mencegah dan
menyemangatinya untuk tetap malanjutkan perjalanan. Nanggung sudah berangkat
balik lagi.
“Wes, aku tak balik ae. Titip
adek ku yow. Kau ngko ditakoki wong tuwo ku. Mosok kon mbaturi adeke muncak
malah muleh dhisek. Iki enek bekal. Tasse sopo seng jek iso di isi”, mbak wulan
terus mengaduk tasnya mencari bekal yag mungkin masih bisa kami butuhkan.
Ternyata bekalnya, mie instan, roti-roti, dan yang paling wah.. adalah kue brownies.
Akhirnya kami minta yang terakhir aja. Kue brownies aja. Karena ternyata
anak-anak sekelompok ini bawa mie instant satu kardus kalau dikumpulkan semua.
Oke, akhirnya mbak wulan balik
arah dan menuruni bukit. Dan memang belum jauh, karena roro kuning masih
keliatan. “ati-ati yow, jogo adik ku”, pesan mbak wulan sebelum benar-benar
turun.
Perjalanan tetap dilanjutkan
meskipun sudah gugur satu anggota kelompok, dari bersembilan menjadi
berdelapan. Tinggal Aku, Arif, Irfan, Saiful, Tegar, Audi, Wahyu dan Agung
adiknya mbak wulan. Kecepatan berjalan yang tidak begitu cepat kadang membuat
bosan juga. Tapi gak pa, dari pada capek sembelum sampai ke puncak. Masak harus
turun lagi dari kami. 15 menit setelah perjalanan meninggalakn mbak wulan,
tepat setelah melewati persimpangan jalur A dan B kami beristirahat lagi.
Tiba-tiba mas agung bersuara “wes gak kuat aku, tak balik ae”. Meskipun sudah
dicegah tapi tetap saja tidak bisa. Dia seudah bertekat untuk balik bersama
kakaknya. Akhirnya kelompok kami turun
kembali. Kembali seperti kelompok yang dari awal. Bertujuh. “ini belum ada
setengahnya”
perpisahan dengan Agung adik mbak Wulan |
Berjalan terus saja, capek
berhenti, sudah kuat jalan lagi. Simple sekali. Tapi kenyataannya tidak selalu
seperti itu. Karena tinggal bertujuh dan rata-rata pekerja keras semua jadi
kami berjalan lebih kencang dari pada diaawal tadi. Targetnya sebelum petang
turun harus sudah kelihatan sekartaji dan harus cepat. Kalian harus tau, kalau
sekartaji itu bukan dataran yang luas. Dataran sedikit sekali dan banyak
batunya. Jadi siapa cepat dia dapat tempat untuk mendirikan tenda. Bismillah..
allahuakbar.. “pokoknya setiap ada tanah lapang bisa buat istirahat. Istirahat
saja dulu”.
istirahat di watu lonceng |
istirahat dulu boss..kira2 jam 17.00 |
Sesuai rencana, kami sholat maghrib tepat dtempat kami sudah bisa
melihat sekartaji. Sekitar satu jam setelah selesai sholat maghrib akhirnya
kami sampai sekartaji. Cari tempat,
dirikan Dom, sholat isya, makan, ngopi dan bakar-bakar kayu yang telah
dikumpulkan dari perjalanan..
“Setalah selesai langusung
istirahat, jangan ada yang begadang. Besok kita berangkat ke puncak jam 01.30.
agar bisa melihat sunrise dipuncak limas”.
Tanggal 17 agustus, jam 00.30.
Dinginnya dini hari di sekartaji
cukup membuattidak nyaman. Meskipun tidak sedingin ketika pergi muncak ke
Gunung Lawu. Ketika di Lawu, meskipun sudah masuk sleeping bag, ppakai kaos
kaki, jaket rankap, telingga di tutup. Masih bisa menggigil sampai keram dua
kali. Tapi di sekertaji ini, dengan hanya memakai jaket dengan ditutupi ponco,
Alhamdulillah dinginya gak seberapa. Meskipun membawa dua dom, namun yang
dipasang hanya satu dom yang cukup untuk berempat. Tapi Cuma tiga orang yang di
dalam. Tegar dan Audi tidur diluar dengan sleeping bag yang dia bawa. Maklum,
perlengakpan adik-kakak ini komplit untuk seorang pendaki. Mulai dari tas
sampai sarung tangan aja merk REI. Aku dan wahyu, seadanya saja
peerlengkapannya. Jaket biasa dan ponco. Wahyu malah hanya pakai jaket dan kaos
kaki saja. Terlihat dia push up untuk memanaskan badannya tadi setelah bangun
tidur.
Sekartaji, 17 Agustus Jam 01.45
Barang semua ditinggal saja dalam
dom. Bawa tas gak usah semua. Bawa semua air. Kami berangkat menembus gelap
diantara semak-semak setinggi panggul. Baru berjalan sebentar saja, kaki
langsung basah dan dingin. Embun tebal di ketinggian seperti ini. Tangan jadi
basah. Kalau aku, tangan sudah basah, lucet juga, gak pakai jaket soalnya.
Hanya dengan kaos lengan pendek, perih.. Namun kelelahan dan ketakutan mendaki
di petangnya dini hari adalah indahnya pemandangan lampu kota di bawah sana..
lampu kota Kediri yang terang benderang. Lampu terang berbaris tanpa terputus
menandakan itu lampu jalan utama kota.. Kota nganjuk yang gak seterang kota
Kediri juga memberikan pemandangan yang tak kalah indahnya.
Dari kami bertujuh, hanya aku dan
wahyu yang sudah pernah sampai puncak. Tegar dan adiknya, meskipun sudah 3 kali
ke sekartaji tapi tidak pernah melanjutkan perjalanan sampai puncak. Arif dan
kakaknya baru kali ini pergi ke puncak. Kau sudah gak ingat lagi, 4 tahun yang
lalu naiknya. Hanya wahyu yang bisa kami andalkan untuk menunjukan jalan kemana
arah puncak. Agak sulit dengan medan jalan penuh semak yang tinggi. Membuat
jalan tidak kelihatan dengan jelas. Alhamdulillah, ada dua teman yang juga
mendaki, anak SMADA PALA juga dulu, Dayat dan kawannya anak STM. Dua anak ini
hebat bener, naik sampai puncak dengan telanjang kaki. Akhirnya dialah yang
kami jadikan penunjuk jalan. Beberapa kali kami berhenti, membaut api dari
semak-semak yang kering. Lumayang untuk menghangatkan badan dan mengeringkan
kaos kaki.
Jam 04.45
Kami harus berhenti dulu untuk
melaksanakan sholat subuh. Puncak seudah kelihatan di depan. Tapi kayaknykita
tidak akan mendapat sunrise di puncak limas. Sehingga akhirnya kami putuskan
untuk sholat subuh dan istirahat menikmati sunrise tidak di puncak limas.
Bagus, puncak Semeru terlihat menjulang. “Pasti disana semua orang juga sedang
menikmati Sunrise”, gumamku.
“Pendakian selanjutnya, PUNCAK
MAHAMERU”, seru ku kepada anak-anak.
subuh indah menuju puncak limas |
foto dulu.. |
menatap puncak MAHAMERU |
Sudah cukup menikmati matahari
yang sudah menaik, kami lanjutkan perjalanan ke puncak Limas 2300 dpl.
Kelihatannya sebentar. Tapi lama juga kalau dikerjaan. Jalan yang mendaki dan
sempit juga tantangan. Terkadang kami harus merangkak pula. Lebih menantang
dari pada ke Puncaknya Lawu. Sampai pagi ini, baru ku sadari bahwa kelompok
kami dan dua orang teman tadilah yang melanjutkan sampai puncak limas, yang
lain hanya nge-camp sampai di sekartaji. Semakin ke puncak dan tidak juga
sampai puncak, terbesit untuk tidak melanjutkan perjalanan dan cukup disini
saja, balik badan dan turun. Ternyata niatan itu tidak hanya mucul dihati ku
saja. Semua anak yang muncak juga bercerita hal yang sama ketika kami sudah
turun..
“Puncaaaaaakkkkkkkkkkkkkkk”..
sugeng rawuh Puncak Limas 2300 dpl |
Krikk…krikkk..kriikkkk. sepi, aku
orang pertama yang sampai puncak dari kelompok ku.. masih banyak semak di puncak.
Beda.. beda.. beda dengan 4 tahun silam. 4 tahun silam, sampai puncak siang
berarti tidak dapat tempat untuk kaki berpijak di puncak. Beda.. sekarang tidak
ada tiang, tidak ada bendera.. tidak ada lagi upacara 17 Agustus di Puncak
Limas. Sedih juga.. Akhirnya tidak ada sesi upacara bendera, yang ada di
pikiran sekarang adalah mengisi perut lapar dengan memasak mie instan lagi dan
menikmati kopi untuk menghangatkan badan.
Tak ada upacara, hanya secangkir
kopi semangat untuk memeriahkan 17 agustus di 2300 dpl puncak limas.. semangat
Indonesia, 68 tahun merdeka. Negeri ku, kau tak akan pernah kehilangan darah
muda untuk meneruskan Kepemimpinan. Hanya menunggu waktu hingga kami melanjukan
estafet kepemimpinan di bidang kami masing.
Secangkir kopi semangat
secangkir Kopi Semangat 17 agustus di 2300 dpl |
Puncak Limas 2300 dpl |
hem... selamat buat kalian....
ReplyDeleteiya pak, luar biasa. sayangnya sudah tidak ada lagi tradisi upacara di puncak limas.. sekarang lebih suka upacara di sekartaji..
ReplyDelete