sore
itu selalu menarik, memberikan lukisan pemandangan yang selalu bergantian.
Hingga tak ada kebosanan untuk selalu memandang, menengadahkan wajah ke langit
bersama gumpalan awan jingga senja. Senja selalu memberikan warna tersendiri,
jingga yang kemerahan dibalik awan hitam yang berjalan, tak akan pernah
tergantikan. Keindahan lukisan senja adalah keindahan dalam bertafakur alam dan
tadabbur dari setiap ayat-ayat kauniyah yang kalamNYA tercatat dalam kitab yang
mulia, Al-Qur’an.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. Ali Imran: 190-191)
Senja
adalah pembatas Antara hari ini dan esok. Senja adalah batas Antara realita dan
cita-cita. Senja adalah pembatas, produktifitas amal kita hari ini dan amal
esok hari. Sungguh senja adalah batas, dimana kita bisa memaknai. “beruzlah” dari keramaian tuk senantiasa
memberikan makna dari setiap introspeksi kita hari ini. senja, adalah momen
perubahan waktu, perubahan sikap. Dr. Aidh Al-Qarni dalam bukunya yang sangat
masyhur La Tahzan menuliskan Salah seorang ulama salaf mengatakan:
"WahaianakAdam,hidupmu itu tiga hari saja : hari kemarin yang telah
berlalu, hari esok yang belum datang,dan hari ini dimana Anda harus bertakwa
kepada Allah!". Dalam buku yang sama pula, beliau menuliskan atsar “ketika
pagi tiba, jangan menunggu sore; ketika sore tiba jangan menunggu datangnya
pagi”.
Diantara
yang menjadi renungan bagi kita adalah apakah telah kita lakukan pada pagi hari
ini ? akan tetap sama atau lebih buruk dari pagi kemarin ?. kalau lebih buruk
dari hari kemarin, maka kebinasaanlah yang akan menimpa kita. Kita seolah lupa
tentang hadits nabi yang mengabarkan kepada kita bahwa sebagai tanda kebaokan
seorang muslim adalah ia meninggalkan apa yang tidak berguna bagi dirinya ?.
bukankan dalam Qs. Al-Mu’minun juga telah dijelaskan tanda-tanda orang mu’min
adalah ‘anil laghwi mu’riduunn (menjauhkan diri dari pekataan dan perbuatan yang
tiada berguna) ?
Maka
perlu kiranya kita menyimak apa yang telah Dr. Aidh Al-Qarni dalam mengambil
hikmah dari ayat 190-191 dari surat Ali Imran. Beliau menuliskan dalam bukunya
La Tahzan, bahwa memang dalam kondisi tertentu kita akan merasakan kejenuhan dalam
setiap rangkaian aktivitas ibadah kita. Hingga ibadah kita serasa tidak ada ruh
didalamnya. Hal itu manusiawi dan hal itu memang pernah rasul sampaikan. Namun,
yang perlu kita ceramati adalah bahwa ayat tersebut menunjukan kepada kita
bahwa ibadah itu juga perlu bervariasi, sesuai dengan kehidupan kita. Kita
harus pandai dalam membagi waktu, kapan membaca Al-Qur’an, kapan membaca sirah,
tafsir, hadits atau yang lain. Kita juga harus pandai mengatur, kapan kita
beribadah, kapan berolah raga, kapan berkunjung kepada teman, kapan waktu
mencari hiburan. Maka sesungguhnya dengan itu semua akan lebih membuat jiwa dan
raga kita lebih bugar, fresh. Hingga tidak ada lagi kata lelah yang mengejar
kita, karena lelah telah lelah mengejar kita.
0 comments:
Post a Comment