Malu bertanya
sesat di jalan, kalau bertanya malah disesatkan ?
Inilah salah
satu kisah yang pernah saya alami di PUSKOM JMMI. Kisah yang tak akan pernah
terlupa setiap kali melintas ke pulau garam, Madura. Sebagai BP Puskomda yang
bertugas mendampingi beberapa LDK yang tersebar di Surabaya dan Madura. Kisah
ini adalah salah satu kisah pendampingan ke LDK MKMI UTM yang berada di
bangkalan sekat dengan pelabuhan kamal. Sebenarnya akan lebih dekat kalau kami
menyebrang lewat pelabuhan kemudian naik kapal roro ke kamal. Tapi pada saat
itu kami ingin melewati jembatan SURAMADU yang masih tergolong baru.
Lumayanlah, paling tidak pernah lewat. Meskipun akhirnya sangat sering kali
lewat situ.
Hari itu di LDK
MKMI UTM sedang mengadakan seminar untuk anak – anak SMA tentang internet
sehat. Upaya pencegahab pornografi yang marak bergentayangan di dunia maya.
Saat itu kami bertiga, Mas Rahmat, Mas Faishol dan saya. Saya dan mas rahmat
hanya bertugas mengantarkan mas faisol ke kampus UTM, karena saat itu mas
faisol adalah salah satu pemateri di seminar tersebut. Saya boncengan dengan
mas rahmat dan mas faisol sendirian. Setelah melewati jembatan Suramadu adalah
masalah yang membuat kami akhirnya tersesat. Ya, tersesat.
Namanya juga
manusia, tempat salah dan lupa. Mungkin itulah pemakluman untuk mas Rahmat yang
saat itu lupa dengan jalan menuju arah kampus UTM yang berada di Bangkalan.
Setelah berputar – putar sambil mengingat belokan mana yang harusnya dilewati,
akhirnya juga menyerah dan bertanya kepada bapak polisi yang berada di pos
polisi perempata. Kalau anda kewat suramadu mau ke bangkalan pasti
menemukannya. Pos polisinya gedhe dan bagus. Ternyata itu bukanlah solusi
yanglebih baik, meskipun kita bertanya pada orang tepat. Mestinya kita akan
bertemu jalan yang benar. Ya, itu mestinya. Tapi kenyatan tidak seperti kita
pikirkan. Entah karena tidak mengerti petunjuk dari pak polisi atau pak polisi
yang slaah menunjukan.
Wal hasil
akhirnya mengikuti petunjuk pak polisi yang di pos tadi. Melewati jalan kapur
yang bisa kalian tebak, debu kapur sepanjang jalan disetiap putaran dora motor
kami. Itu belum seberapa. Kita harus saling mendahului dengan truck pengangkut
batu kapur. Bayangkan, pakai jaket hitam, celana hitam, sepatu hitam yang harus
menerobos jalan berdebu putih kapur. Sudah dapat ditebak. Selepas jalan
semuanya menjadi putih bercak di warna hitam. Merusak dandanan seorang pemateri
dan asistennya.itu belum seberapa. Kemalangan masih belum ingin memisahkan
jalan dengan kami, memilih mengikuti motor kami. Kemudian, dua motor terpisah
tak tahu kemana harus mencari keberadaannya. Saya dan mas rahmat, dan mas
Faishal sendirian. Astagfirullah...
Setelah berpisah
memilih jalan masing – masing dan komunikasi sudah tidak dapat jalan karena
daerah yang dilalui miskin sinyal untuk operator seluler kartu ku. Semakin
bingung dan cemas kalau tidak sampai kampus UTM dengan tepat waktu. Tidak ada
pilihan kecuali tetap memacu motor menyusuri ujung jalan ini. Hingga akhir saya
sadar bahwa jalan yang ditempuh adalah memutar. Akhirnya kembali dijalan awal
setelah menyebrang suramadu. Kalau ada jalan melintang diatas jalan utama
setelah Suramadu, ya itu jalannya. Kita melewati jalan itu dari arah selatan
menuju utara menyusi pinggir pantai dan belok kanan menuju daerah dataran
tinggi mirip jalan menuju hutan. Inilah yang paling lucu tak tidak akan
terlupakan.
Begitu merasa
jalan yang sudah dilalui bukanlah jalan yang benar. Tidak ada pilihan lain
kecuali bertanya pada orang sekitar, dimana jalan yang benar. Melihat ada
warung kelontong dan beberapa ibu – ibu sedang ngemong anaknya di sebuah pos
siskampling. Berhenti sejanak dan bertanya. Berhubung saya yang posisi yang
dibonceng maka saya yang harus turun dan bertanya pada kumpulan ibu – ibu tadi.
Mungkin selain saya yang dibonceng, mas rahmat adalah orang sumatera utara,
batak tulen dan ga lancar bahasa jawanya. Mungkin karena madira itu masuk Jawa
Timur mungkin saya bisa menggunakan bahasa Jawa. Namun tidak begitu teorinya,
tidak selalu berbanding lurus. Ini buktinya. Ketika saya memakai Bahasa Jawa
Kromo inggil semua orang yang duduk digardu hanya bengong dan tidak mengerti
apa yang saya tanyakan. Komunikasi gak jalan. Bahkan yang semakin juga membuat
bingung dan tambah tidak saya mengerti adalah. Ibu – ibu tadi menjawab
pertanyaan saya yang pakai bahasa Jawa dengan bahasa Madura asli. Tiba – tiba
seperti orang bodoh saya. Melihat situasi seperti itu, mas rahmat langsung
tanggap dan bertanya dengan bahasa indonesia yang katanya bahasa Nasional yang
seharusnya dimengerti oleh semua orang yang mengaku indonesia. Masa rahmat
bertanya dengan bahasa indonesia pun ibu – ibu tadi bingung dan malah
kelihatannya ibu tadi lebih bingung melihat wajah kita yang kebingungan.
Tergopoh – gopoh
salah satu ibu tadi memerintah anaknya untuk memanggil orang yang dianggap bisa
menerjemahkan bahasa yang kami punya. Mungkin ibu tadi tahu karena yang
dipanggil adlah seorang ibu guru SD di daerah tersebut. Terang saja ibu guru tadi bingung dan langusng
bergegas menemui kami. Memang benar, beliau bisa memebri petunjuk jalan yang
benar kemana arah kampus UTM. Pastinya menggunakan Bahasa Indonesia. Setelah
mengucapkan terimakasih dan minta maaf telah mereotkan. Kami meomohon untu
pamit melanjutkan perjalannan.
Tahukan kalian
bagaimana suasana ketersetatan kami tadi ?
Pertama bingung dan cemas kalau itdak bisa
sampai kampus UTM dengan tepat waktu. Cemas bagaimana keadaan mas Faishal yang
tersesat sendirian. Mungkinkah mengalami nasib yang serupa ? ternyata tidak.
Mas faishal lebih beruntung dari kami. Dia langsung menghubungi panitia acara
dan minta dijemput dan sampai kampus UTM lebih dahulu dari kami. Perasaan kedua
adalah senang. Senang karena mendapat pengalaman yang baru melewati jalan –
jalan baru yang belum saya ketahui sebelumnya. Inilah petualang pertama ke Madura.
Fantastik !!!!. Perasaan yang ketiga adalah Pengen ketawa ngakak. Kejadian
diatas tadi, episode tanya jawab yang tidak sambung. Tanya pakai bahasa Jawa
dijawab pakai Bahasa Madura. Bahasa Indonesia dijawab pula dnegan bahasa Jawa.
Hadehhhh. Hari ini masih ada orang yang itdak bisa menggunakan bahasa
Indonesia. Padahal Bahasa Indoneisa adalah bahasa Persatuan dan bahasa
Nasional. Sumpah masih pengen ngakak
sampai akhirnya meninggalkan kampung tadi.
Singkat cerita
akhirnya setelah acara selesai ba’da ashar, kita pulang memilih naik feri ke
pelabuhan tanjung perak. Alhamdulillah kita masih dapat kapal. H – 10 menit
kapal berangkat. Mungkin kalau terlewat kita harus menunggu malam baru akan
bisa desebrangkan. Maklum, setelah pembangunan jembatan Suramadu akitvitas
pelayaran di pelabuhan kamal sepi karena semua berpindah menuju jembatan
suramadu. Sungguh mematikan ekonomi masyarakat sekitar. Kapal pun sudah tidak
mendapat perawatan yang memadahi. Bisa jadi hal itu karena biaya untuk
perawatan bisa menghabiskan keuntungan setelah digunakan membayar izin dan para
pegawainya. Kursi penumpangan sudah banyak yang karatan dan bau yang tidak
enak. Sekali lagi, ini adalah pengalaman pertama menyebrang ke surabaya naik
kapal. Sudah lama tidak merasakan setelah 10 tahun sebelumnya naik kapal feri
ke pulau Bali.
Sungguh
pengalaman paling berkesan hingga akhir ini. Terimakasih semuanya.. semoga kita
bisa mengulangi cerita – cerita ini setelah 10 atau 20 tahun lagi.
0 comments:
Post a Comment