Ia berkata "Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku”. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap
mawaliku[898] sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang
yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera. yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, seorang yang diridhai."
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah
menciptakan orang yang serupa dengan dia. Zakaria berkata: "Ya Tuhanku,
bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan
aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua." Tuhan
berfirman: "Demikianlah." Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah
bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu
itu) belum ada sama sekali." (
Qs. Maryam 4 – 9 )
Ayat
diatas merupakan kisah sekuel kisah dari Nabi Zakariya, cerita tetang
kekhawatiran Nabi Zakariya yang tak
kunjung juga diberikan keturunan sebagai pelanjut dakwah beliau. Padahal beliau
sudah sangat tua, beberapa kitab tafsir menyebutkan 120 tahun dan ada pula yang
menyebutkan 90 tahun. Waullahu ‘alam.
Tapi
yang menerik kita simak adalah bagaimana optimisnya Nabi Zakariya bahwa beliau
akan diberikan seorang keturunan. Sedangkan kita tahu, baahwa beliau dan
istrinya sudah tidak pada usia yang produktif. Namun itulah keimanan Nabi
Zakariya, bahwa Allah tidak akan menyia – nyiakan do’a dari kaumnya.
Ayat
diatas merupakan teks do’a yang pernah dibaca oleh Nabi Zakariya, do’a yang
diucapkan secara lembut dan dilakukan dalam mihrabnya pada tengah malam hari.
Saat semua orang tidak lagi beraktifitas kecuali mereka yang bermunajat kepada
Allah SWT. Dan pada saat itulah Nabi Zakariya berd’o dengan tulusnya dan penuh
kepasrahan. Ingga akhirnya lahir Nabi Yahya A.S.
Mari kita belajar Optimisme dan keteguhan
keimanan dai nabi Zakariya.
Bagaimana
Nabi Zakariya masih berdo’a, berharap akan datangnya keturunan dari isterinya
yang sudah beliau katakan mandul dan umur beliu sudah sangat tua. Secara ilmu
dan nalar tidak akan bisa lahir anak dari orang yang telah tua dan isterinya
yang mandul. Tapi itulah optimisme Nabi Zakariya. “ maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera. yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, seorang yang diridhai.” Namun disisi lain nabi Zakariya
menyebutkan suatu yang sangat kontradiktif dengan apa yang diminta, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah
lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban”. Sedangkan isterinya “ sedang isteriku adalah seorang yang
mandul”. Inilah keoptimisan dari Nabi Zakariya bahwa Allah SWT tidak akan
pernah menyia – nyiakan setiap lantunan do’a, setiap munajat, setiap sujud –
sujud ta’dhim penuh harap yang beliau ucapkan dari mihrabnya “dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada
Engkau, ya Tuhanku”.
Nabi
Zakariya masih penuh optimis karena selama ini tidak pernah mengecewakan dan
tidak ada nikmat yang tidak Allah diturunkan kepadanya. Beliau bersyukur dan
mengakui anugrah illahi, dan kalau itu telah terjadi sejak masa mudanya, maka beliau sangat
berharap anugrah itu juga diberikan pada usia tuanya. Selain itu, beliau juga
mengajukan sebuah alasan mendasar mengapa beliau harus segera diberikan
keturunan. Khawatir akan masa depan dakwah karena tidak akan melanjutkan dakwah
kecuali dari keturunan beliau. Namun disisi lain beliau sangat mengakui bahwa
hal itu sangatlah jauh. Beliau sendiri yang sudah beruban dan isteri yang
mandul.
Kemudian
dengan sangat mengejutkan, Allah menurunkan sebuah kabar gembira kepada nabi
Zakariya bahwa beliau akan segera dikarunia seorang anak laki – laki. ."
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya”.
Sebuah berita yang sangat mengherankan dan seolah tidak percaya bahwa
beliau diberikan seorang putra, hingga beliau mengulangi perkataan yang
menyatakan kondisi beliau "Ya
Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang
mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua”.
Seolah keheranan dan sedikit bingung, dan mungkin juga beliau ingin mendengar
berita itu berulang – ulang dan selalu merasakan kenikmatannya setiap terucapkan berulang – ulang pula.
Sayyid
Quthub mengomentari ucapan Nabi Zakariya a.s itu dengan menyatakandengan
keluarnya kata – kata itu, Nabi Zakariya menghadapi kenyataan dan dalam waktu
yang sama mendengar dan menghadapi pula janji Allah SWT. Kenyataan bahwa beliau
sudah sangat tua sampai digambarkan kepalanya terbakar api putih karena
lebatnya uban beliau, dan isteri beliau yang sudah mandul sejak muda dahulu.
Namun beliau juga menghadapi bagaimana janji Allah pada seorang Hamba. Sebuah
kondisi kejiwaan yang sangat wajar dan manusiawi ketika menghadapi suatu kondisi yang sangat
kontradiktif.
Perlu
kita ketahui juga, bahwa atas keyakinan dan rasa optimis dari setiap do’a dan
permohonannya, Nabi Zakariya tidak hanya mendapat seorang putra saja. Namun,
seorang putra yang sangat “spesial” seperti dalam firman-Nya “yang sebelumnya Kami belum pernah
menciptakan orang yang serupa dengan dia”. Inilah salah satu bukti dari
kesabaran Nabi Zakariya yang menantikan keturunan sampai akhirnya mendapatkan
keturunan yang spesial yang menjadi pewarisnya. Spesial karena Yahya anaknya
dalah anak dengan sifat yang sempurna yang telah terhimpun dalam dirinya.
Ditambah lagi Yahya yang kenal menjadi Nabi telah dianugerahi hukum ketika
masih kecil sehingga sudah mampu mneghindarkan diri dari haram, mampu
membedakan mana kewajiban beribadah dan kewajiban untuk keluarga. Beliau juga
pada akhirnya yang mengabarkan kabar gembira bahwa akan datang seorang pembawa
risalah, yaitu Nabi Isa a.s.
Masih
dalam suasana yang membuat senang dan solah – olanh bingung, bagaimana bisa
mempunyai keturunan padahal sudah tua dan isterinya mandul. Maka Allah
menegaskan dan menjawab pertanyaan itu dengan firman-Nya ." Tuhan berfirman: "Demikianlah." Tuhan berfirman:
"Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu
sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.".
jawaban Allah “ demikianlah” merupakan pembenaran dari ungkapan pernyataan nabi
Zakariya bahwa sekarang keadaannya sudah sangat tua dan istrinya juga sudah
mandul. “hal itu adalah mudah bagi-Ku”. Ya, mudah sekali bagi Allah untuk
mengabulkan do’a jika Allah telah berkehendak. Allah telah menciptakan kita,
menciptakan orang – orang sebelum kita merupakan bukti bahwa sangat mudah bagi
Allah dalam mengabulkan setiap munajat hamba-Nya.
Sejenak
mari kita merenung akan kondisi kita hari ini. Menghadapi dinamika kehidupan
yang semakin keras dan penuh akan tuntutan, kemudian kita mengatakanucapan ang
seharusnya tidak kita ucapkan. Misalnya, “Allah tidak mengabulkan do’a ku”.
Atau bahkan yang lebih ekstrim lagi “benarkah janji Allah itu ?, masak do’a
dari dulu berlum juga terkabulkan ?”. secara tidak sadar dan terucap secara
eksplisit mungkin kata itu pernah singgah ke hati seseorang. Keragu – raguan
akan kuasa Allah.
Mari
sejenak kita belajar dari nabi Zakariya, belajar rasa optimisme dalam segala
yang kita minta kepada Allah. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah
jika Allah telah memperkenankan apa yang menjadi permintaan kita. Nabi Zakariya
saja mampu optimis memohon kepada Allah dan yakin bahwa Allah akan mengabulkan
do’anya. Secara logis, kita ketahui, dalam masa yang sudah tidak produktif dan
dengan isteri yang mandul pula. Berapakah kemungkinan akan mendapatkan
keturunan ?. kalau kita tanyakan pada orang hari ini pasri akan menjawab
0,00....% orang tersebut mempunyai keturunan. Namun apa yang telah dilakukan
oleh Nabi Zakariya ? setiap hari dalam mihrabnya beliau terus meminta,
bermunajat kepada Allah SWT. Setiap ibadah pagi dan petang selalu dipanjatkan
do’a memohon keturunan. Hingga pada akhirnya Allah memberikannya keturunan.
Pertanyaan
besar terakhir adalah “seberapa besar
rasa optimis kita dalam setiap munajat dan permohonan kepada Allah SWT ?”
Waullahu ‘alam bishowab
0 comments:
Post a Comment