Saya jadi teringat beberapa bulan lalu saya menghadiri
kajian islam ahad pagi di Islamic Center Gontor Nganjuk. Saat sesi Tanya jawab,
entah dari mana saya lupa kemudian sang ustadz membeberkan tokoh-tokoh Islam liberal.
Saya sedikit tercengang dengan salah satu nama yang diseutkan. Sebab beliau
adalah salah satu tokoh islam yang di hormati negeri ini, memimpin para ‘ulama
yang tergabung di Majelis Ulama Indonesia. Kemudian ustadz tersebut meminta
jamaah untuk melihat dari link yang dishare di group facebook jamaah pengajian
itu. Sampai hari ini pun saya masih belum bisa menerima, memang jika ada salah
ucap perlu diklarifasi dan itu sudah pernah disampaikan kepada beliau.
Sudah menjadi pengetahuan kita bersama, bahwa info yang
dimuat di media terkadang asal penggal dari pembicaraan atau resume menurut
persepsinya sendiri tanpa klarifikasi hal tersebut. Bayangkan saya, misal dalam
sebuah seminar dua jam, berapa kalimat atau baris yang masuk dalam tulisan
media. Sehingga akan sangat mungkin terjadi pemotongan yang asal menguntungkan
dan menjual. Disamping itu, para penyebar info pun dengan semangat “menyebarkan
info baru yang sensasional” apa lagi tokoh besar akan berlipat-lipat
semangatnya. “Orang-orang harus tau info ini, tokoh ini ternyata anggota Islam
Liberal,” mungkin begitu kata hatinya. Namun sekali lagi, tanpa pernah konfirmasi
kepada orang yang bersangkutan.
Judul diatas adalah tema Kenduri Cinta (KC) bulan Juli
lalu, saya tertarik dengan tema tersebut mengingat hari – hari ini kita dibuat buta
dari kebenaran yang terjadi dari media – media yang ada. Pembawuran kebenaran
itu kemudian menjadikan sampah informasi yang tidak terkendali. Hal tersebut
diperparah dengan semakin cepat berkembangnya dunia informasi, secara langsung
berbanding lurus dengan semakin cepatnya arus informasi yang masuk ke telinga
kita. Informasi masuk ke Hape dan tab hampir tiap detik, dan dengan tinggal
klik share semua informasi bisa kita sebar ke public dunia maya. Entah
informasi itu sampah atau emas, pun tidak jelas. Dan kemudian kita jadikan
pembicaraan dan semakin lama-semakin membawur tanpa kejelasan kebenarn informasi
tersebut.
Salah satu dampakanya adalah tidak adanya tanggung jawab
dari para penyebar informasi, sehingga saling menghakimi antar para pro dan
kontra. Kita seoalah belum atau tidak
bisa lagi menerapkan Qs. Al-hujjurat ayat ke 6;
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka
periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Ayat di atas memberikan peringatan kepada kita agar
mengklarifikasi semua berita sebelum kita cerma melihat dari sumber – sumber informasinya,
sebab hal itu merupakan adab dalam islam. Sehingga kita tidak mudah terpancing
propaganda isu – isu yang masih samar – samar kebenarannya. Sebab ayat di atas
turun setelah terjadi peristiwa kebohongan penarik zakat yang mengabarkan bahwa
suatu kaum membangkang untuk mengambil zakat. Padahal sudah disiapkan pasukan
untuk menyerang kaum tersebut, sebelum akhirnya salah seorang diutus oleh kaum
tersebut menanyakan kenapa belum diambil zakat yang sudah disiapkan. Bayangkan jika
hal itu terjadi, pertumpahan darah akan terjadi atas sesame muslim.
Secara garis besar kita bisa membagi informasi dari tiga
sumber yang kemudian kita sikapi tentang informasi tersebut.
Pertama, berita dari seorang yang jujur yang secara hukum
harus diterima.
Kedua, berita dari seorang pendusta yang harus ditolak.
Ketiga, berita dari seorang yang fasik yang membutuhkan
klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.
Namun pada hari ini kita juga sudah bingung, mana yang
menjadi golongan pertama yang informasinya harus diterima, mana golongan dua
dan tiga pun sudah tidak jelas lagi. Semua orang dengan klasifikasi manapun
dapat menyebarkan informasi sesuka hatinya dan semampu tangannya. Sehingga yang
perlu kita lakukan adalah menahan agar tidak mudah terpancing untuk mengklik
share dan like setiap informasi yang kita masih belum jelas kebenarannya. Sebab
hal itu pun akan membuat senang orang yang pertama meniup informasi tersebut,
setiap detik pundi rupiahnya bertambah dengan semakin banyak share yang kita
lakukan.
Kita bisa belajar dari Rasulullah SAW tentang bagaimana
menyikapi informasi yang masih simpang siur kebenarnnya. Sejarah mencatat ada
Haditsul ifki atau berita bohong yang menimpa istri tercinta Nabi SAW, Aisyah
ra. Semua orang dijalan-jalan membicangkan isu tersebut karena terjado pada
tokoh umat islam, sangat menjual informasi bohong tersebut untuk diecer di
jalan-jalan dan warung-warung. Rasulullah yang juga mendapat wahyu dan tidak
dapat men-counter info tersebut harus bersabar hingga memulangkan Aisyah ke
rumah Abu Bakar, bapaknya. Rasulullah kemudian berdiskusi dengan para sahabat
mengenai informasi tersebut, sedang di luar sana sudah sangat massif informasi
itu beredar. Rasulullah bersabar menunggu hingga dapat kebenaran berita
tersebut, tidak terpancing untuk dengan gegabah meng-counter informasi tersebut
dengan otoritas kenabiannya.
Bersabar dan menunggu kebenarnnya dengan tetap mencoba
mencari yang benar adalah point yang rasul ajarkan. Sehingga kita harus
menerapkan hadits berkata yang baik atau diam saja. Sebab dengan share dan like
informasi yang tidak benar tentang saudara muslim kita juga merupakan bagian
dari memakan bangkai saudara sendiri atau ghibah. Sungguh allah sudah
memperingatkan dengan keras hal tersebut, bahkan Rasulullah mengaitkan keimanan
seseorang dengan keamanan saudara/ tetangga dari lisan dan perbuatan kita.
Berkata Baik atau Diamlah.
Dan mari kita senantiasa melantunkan do’a yang sangat
agung dalam menghadapi sampah informasi yang samakin hari semakin liar.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ
حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ،
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Allahumma arinal-haqqa haqqan warzuqnat-tiba’ah, wa
arinal-batila batilan warzuqnaj-tinabah, bi rahmatika ya arhamar-rahimiin.
Artinya : Ya Allah Tunjukilah kami kebenaran dan berikan kami
jalan untuk mengikutinya, dan tunjukanlah kami kebatilan dan berikan kami jalan
untuk menjauhinya
Rabbi adkhilni mudkhala sidqin wa akhrijni mukhraja
sidqin waj’alli min ladunka sulthanan nasiiran, wa qul ja alhaqqu wa zahaqal
bathil innal bathila kana zahuqan (Qs. Al Isra’ ; 81)
Artinya : Ya Allah, masukkanlah aku secara masuk yang
benar dan keluarkanlah(pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah
kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong. Dan katakanlah yang benar telah
datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu
yang pasti lenyap.
Waullahu ‘alam
0 comments:
Post a Comment