Beberapa
minggu lalu saya mendapatkan sebuah link tulisan dari group WA yang sempat
membuat rame group tersebut, tulisan tersebut dimuat di media islam yang cukup
ramai pengunjung. Sebenarnya tentang tulisan itu sudah menjadi sangat basi bagi
orang-orang yang berada di group WA tersebut. Namun yang menjadikan ramai bukan
karena mengupas tulisan tersebut, namun lebih karena menyesalkan kenapa masih
saja membahas isu yang sudah lama, yaitu tentang LDK ekslusif dan penulisnya
adalah aktifis LDK juga.
Memang
tentang citra ke eksklusifan LDK pernah menjadi bahasan yang serius di dalam
internal Lembaga Dakwah Kampus, numun itu sudah puluhan tahun lalu. Kemudian
apakah masih relevan isu itu kemudian dibahas lagi? Disaat dunia teknologi
informasi yang sudah semakin cepat. Apakah ya sama pembahasan ke-eksklusifan
Lembaga Dakwah Kampus dengan hari ini? apakah kriteria Lembaga Dakwah Kampus
dikatakan ekslusif?. Penulis artikel refleksi tersebut kemudian mengajukan
sebuah “rekaan” survey yang pertanyaannya apakah ketua LDK dikenal oleh
masyarakat kampus? Apakah kepanjangan nama LDK dikenal oleh masyarakat kampus?.
Pertanyaan yang terfikir oleh saya adalah apakah metode survey yang dilakukan?
Cara milih responden dll.
Sampai
hari ini pun LDK atau lembaga dakwah kampus yang dikatakan eksklusif
parameternya sangat relative dan subyektif. Tergantung siapa dan darimana point
of view nya. Sebab selama ini ada dua faktor yang menyebabkan hal itu terjadi,
pertama karena memang aktifis dakwah kampus (ADK) yang menjauhi massa atau yang
kedua adalah sebaliknya, massa yang menjauhi LDK. Namun jika kemudian yang
mengevaluasi ke eksklusifan LDK adalah orang internal sendiri (aktifis LDK)
maka ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Dua hal yang menjadi
catatan saya antara lain adalah pemahaman kader tentang Lembaga Dakwah Kampus
itu sendiri dan keterputusan sejarah yang diterima kader.
Dakwah
Kampus adalah Dakwah Ammah (umum), Harakah (pergerakan, berkembang) Dzahiroh
(terbuka, Nyata).Maka jika kita kembalikan pada definisi dakwah kampus itu
sendiri, seharusnya tidak ada lagi perkataan LDK masih eksklusif. Sebab Dakwah
Kampus (DK) bergerak di ranah masyarakat kampus umum, dari maba sampai yang
tua, dari karyawan sampai dekan dan rektor, bergerak menyeru ke semua penjuru
dan terus berkembang dengan kegiatan – kegiatan yang nyata bagi objek dakwah.
Jika pemahaman ADK terhadap DK sendiri masih belum utuh, bisa jadi
ke-eksklusifan citra LDK itu hanyalah mitos yang ada menghantui mereka sendiri
atau ketidak PD-an para aktifis LDK-nya.
Maka
jika kita kembalikan pada pertanyaan survey yang pernah diajukan oleh penulis
di atas dan menurutnya jika ketua LDK yang katanya representasi DK tidak
dikenal masyarakat kampus menjadi parameter LDK eksklusif. Ada dua kemungkinan,
memang LDK yang tidak terlihat pergerakannya di kampus atau memang yang ditanya
adalah termasuk masyarakat yang apatis terhadap situasi kampus. Jika yang
ditanya adalah masyarakat kampus seperti itu, mungkin ketika ditanya tentang
Presiden BEM dan jajarannya juga gak tau. Bukankah orang badui juga tidak
banyak yang mengenal Nabi SAW? Sehingga pernah berbuat kasar pada Nabi karena
ketidak tahuan bahwa yang dihadapannya adalah Nabi dan setelah ia tahu bahwa
itu Nabi, badui itu memeluk dengan penuh cinta Nabi SAW.
Keterputusan
sejarah perkembangan suatu Dakwah Kampus pada para aktifis juga dapat
menjadikan seorang kader menganggap LDK-nya masih eksklusif. Hal ini disebabkan
ia tidak mengikuti evolusi dari tahun ke tahun perubahan yang telah dilakukan
oleh LDK-nya. Bagaimana Dakwah Kampus itu mulai dibangun sampai hari ini,
mengapa jargon LDK seperti itu dan sebagainya, hal itu akan memberikan
pemahaman bagaimana LDK telah mengalami perubahan menjadi inklusif.
LDK
apa salahnya ?
Sebagai
refleksi yang memang menjadi tujuan artikel LDK (masih) eksklusif, seharusnya
pernyataan yang muncul bukanlah menunjuk lembaga dan memakinya karena
eksklusif, tetapi lebih menunjuk pada diri masing – masing Aktifis. Apa salah
LDK? Benda mati yang semuanya tergantung pada ruh di dalamnya, ADK. Seharusnya
sebagai ADK (termasuk penulis) menanyakan kepada dirinya apakah masih eksklusif
atau tidak. Citra eksklusif atau tidak LDK merupakan cermin dari para
Aktifisnya, sebab setiap ADK adalah wajah dari LDK. Baiknya citra kader maka baiklah citra LDK,
buruknya citra kader maka buruk pula citra LDK. Untuk itulah pembinaan terhadap
kader harus diprioritaskan. Karena kader lah yang membuat LDK maju atau mundur.
Maka,
masihkah kita mengatakan LDK eksklusif?.
0 comments:
Post a Comment