Allah (Pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti
sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari
pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(Terjemah Qs. Annur : 35)
Jika Cahaya Allah itu adalah tempat kembali untuk
bersimpuh mengabdikan diri ke haribaan-Nya, maka Allah turunkan petunjuk itu
kepada setiap hati hamba yang Dia kehendaki untuk menemukan kembali cahaya-Nya,
Alzujajah, pelita hati dari Illahi. Jadi lewat mana nanti pelita itu menyala dan
menerangi hamba hingga sang hamba menemukan cahaya Allah adalah hak preogratif
Allah.
Sebab Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki. Bisa jadi bukan
lewat Da’I atau Pak Kyai. Bukan juga ustadz atau toh masyarakat. Bisa jadi
pelita itu muncul dari anak kecil, gelandangan, anak muda, orang muda atau
PeeSKa. Kehendak Allah dari mana Pelita itu akan menerangi hati hambanya.
Semuanya tinggal kembali kepada hamba, bahkah hanya merenungkan pergantian
siang dan malam saja dapat menemukan cahaya Allah. “Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihata”(Qs.
Annur : 44).
Semakin banyak interaksi saya dengan berbagai kelompok
pengajian atau pencerahan dalam rangka menemukan kembali pelita hati. Saya jadi
semakin kagum bahwa memang Allah membimbing orang-orang yang Dia kehendaki
untuk kembali menemukan pelita hati, entah dari mana saja sumber pelita itu
muncul adalah hak preogatif Allah. Dan tidak bisa padam atau redup cahaya itu.
Sebab Ia adalah Cahaya di atas Cahaya.
Saya akan sedikit menceritakan hal yang pernah saya alami
untuk semakin menghayati pemaknaan dari ayat diatas. Pengalaman ini adalah
pengalaman nyata tanpa rekayasa meskipun saya tidak akan menyebut nama. Jika
menyebut kelompok, itu hanya dalam rangka memudahkan untuk memahami saja.
Mungkin anda sudah banyak mengetahui bahwa Jamaah
(organisasi) islam yang berada di Indonesia ini sangat banyak, baik yang lurus
maupun rada menyimpang. Dan setiap mereka mempunyai cara pengajian yang
berbeda-beda dan mungkin kita lebih sering mendengarnya saling bersebrangan.
Jamaah A menganggap Jamaah B adalah ahli bid’ah, dan sebaliknya atau malah
Jamaah B menganggap Jamaah A adalah teman dan selain mereka adalah Jamaah ahli
bid’ah. Seperti itu hingga akhirnya orang bingung melihanya.
Anda mungkin sudah sangat familiar dengan nama – nama
ini, Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA), Salafi (wahabi-kata yang lain), Jamaah
Tabligh (JT), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Nahdhotul ‘Ulama (NU),
Muhammadiyah, Majelis Sholawat Nabi dengan Syehker Mania-nya, Jamaah Maiyah
Nusantara dan gerakan Tarbiyah. Saya pernah berinteraksi dengan individu
(jamaah pengikut) di dalamnya, bukan organisasinya secara langsung. Dan banyak
pelajaran yang kita dapat bahwa Cahaya Allah datang dari mana pun dan tidak
akan redup.
Pelita bisa jadi Allah nyalakan lewat MTA, untuk
membimbing orang-orang yang Dia kehendaki untuk kembali pada cahaya. Saya
pernah bermajelis dalam pengajian mereka dan kadang saya mengikuti pengajiannya
lewat Radio. Saya sungguh tersentuh, ada bapak-bapak paruh baya yang menjadi
anggota mejelis itu yang membaca Al-Qur’an saja, itu masih lebih lancar adik
saya. Namun saya saya sangat tersentuh, perjuangan bapak itu untuk kembali
semangat beragama diusia yang sudah cukup mendekati senja masih ada. Mengkaji
kitab pedoman yang Allah turunkan. Pelita itu telah menyala dan menerangi
hatinya, membimbing menuju cahaya. Maka jangan pernah anda tutup-tutupi atau
padamkan cahaya itu dengan mengatakan
mereka aliran sesat, mereka ahli bi’dah dan sebagaimana. Namun cahaya Allah
adalah cahaya diatas cahaya, meskipun ada yang mengatakan seperti di atas,
cobalah datang ke kantor pusat yang di Solo, pengajian mereka selalu ramai dan
sesak para jamaah.
Dan pelita pembimbing itu bisa jadi Allah tiupkan lewat
salafi (wahabi-kata kelompok lain). Gerakan salafi yang mencoba menggigit
sunnah nabi di akhir zaman. Saya pernah bermajelis di pengajian mereka,
mendengarkan tausiyahnya. Dan saya mempunyai teman yang menjadi anggota
kelompok itu, sungguh perubahan luar biasa yang terjadi padanya. Kecintaanya
pada ilmu agama melonjak drastis, berangkat ke masjid awal waktu dan
sebagainya. Gambaran yang jarang dilihat pada umumnya anak sekarang. Memang ada
kesalahan pada mereka, namun jangan coba kita padamkan pelita itu. Tak perlu
kita katakan mereka orang ekstrim, mereka kafir dan sebagainya. Jika ada
kesalahan mari kita ingatkan.
Bisa juga Allah bimbing seorang hamba menunju cahaya-Nya
melalui pelita yang ada di Jamaah Tabligh (JT), seruan mereka mengetuk pintu
rumah, bersilaturrahmi dan mengingatkan agar menjaga sholat, senantiasa
berdzikir mengingat Allah dan lain sebagainya. Bisa jadi pelita itu dari
mereka. Jangan kita padamkan dengan menghukumi mereka ahli bid’ah, jamaah sesat
dan ejekan lainnya. Toh kita belum tentu lebih baik dari mereka. Dan banyak
perubahan yang dialami teman saya yang ikut bergabung dengan mereka.
Kecintaannya kepada Ibadah semakin menggelora.
Saya pernah hadir di majelis pencerahan Jamaah Maiyah
Nusantara di Surabaya yang diberikan nama Bang-Bang Wetan. Itulah kali pertama
saya datang setelah sekalian kali hanya mengikuti lewat video di youtube dan
artikel di website-nya. Peserta yang hadir bukan pada umumnya orang – orang
yang akan menghadiri pengajian. Peserta yang hadir disana sangat beragam, mulai
dari celana sobek-sobek, kaos oblong sampai yang pakai sarung dan kopyah.
Bermajelis dari jam 8 malam hingga jam 3 dinihari. Allah menyalakan pelita bagi
orang – orang “marginal” yang terpinggirkan dari jamaah lain. Semangat mereka
menemukan ke-fitroh-an merupakan karunia yang Allah turunkan kepada seorang yang
dikehendaki menuju cahayaNya.
Saya ingin mengulang ayat diatas diakhir paragraph ini,
semoga kita semakin arif dan bijaksana menanggapi banyaknya Jamaah islam yang
ada. Bahwa ia adalah pelita yang Allah nyalakan di tengah-tengah umat untuk
membimbing menemukan “kembali” pada cahaya-Nya. Oleh karena itu, janganlah kita
padamkan atau tutupi pelita itu dengan membagikan stempel Kafir, Cap Ahli Bid’ah
dan sebagainya. Bisa jadi seseorang tidak cocok dengan kelompok anda, dan cocok
dengan kelompok lain. Itu semua adalah kehendak Allah yang membimbing siapapun
yang dikehendaki menuju cahaya-Nya.
Allah (Pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti
sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari
pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(Terjemah Qs. Annur : 35)
0 comments:
Post a Comment