“seseorang
tidak akan menulis sebuah buku kecuali karena salah satu diantara tujuh alasan:
menulis sesuatu yang belum pernah ditulis orang sebelumnya dan dia
mempeloporinya, menyempurnakan kekurangan, menjelaskan sesuatu yang sulit
dipahami, meringkas uraian yang sangat panjang tanpa mengurangi substansinya,
memilah berbagai hal yang belum dipilah, mengoreksi dan menjelaskan kekeliruan
yang dilakukan seseorang penulis buku, atau menghimpun berbagai hal yang masih
berserakan”
(Syamsuddin
Al-Babili dalam buku “Menyemai Kreator
Peradaban” – Mohammad Nuh)
Akhir-akhir
ini saya sempatkan untuk mulai nyicil beres-beres semua barang yang selama ini
menumpuk dan berserakan di kamar pasca musim Tugas Akhir. Setelah selesai
yudisium dan pengesahan gelar “pendekar” Teknik Kelautan, rasanya ritme
aktivitas sudah mulai tak sepadat minggu-minggu lalu. Bagi orang yang dapat
kerja maksimal ketika kamar seperti kapal pecah, beres-beres datau merapikan
adalah sesuatu yang sacral. Sama sakralnya ketika keratin Jogja membasuh pusaka
dibulan suro. Pilah-pilih berkas, tumpukan buku bacaan, suhuf-suhuf catatan
hasil mengikuti training, kajian dan ngobrol sana-sini, rasanya terlalu sayang
kalau kemudian hanya sekedar masuk museum. Artefak-artefak tersebut mungkin
akan lebih bermanfaat kalau saya pajang di “beranda rumah”. Mungkin nanti aka
nada orang yang sekedar mampir untuk membacanya, atau sekedar berteduh saat
kehujanan dan kemudian menemani saya dengan secangkir kopi hangat ditambah
sedikit kudapan.
Mungkin
layak menjadi pijakan apa yang telah dikutip Gus Nuh di atas, bahwa menulis itu
paling minimal adalah menghimpun berbagai hal yang masih berserakan.
Mengumpulkan catatan yang berserakan mungkin bukan hal yang mudah, sebab
catatan itu hanya rekaman bisu dan ingatan kita akan mengartikulasikan ulang
setiap butiran-butiran tulisan. Parahnya kalau kita sudah tidak ingat dengan
apa yang kita tulis, sebab saat itu kita datang kajian namun tidur atau
setengah kesadaran kita sedang pada tingkat puncak. Kalau sudah seperti itu,
saya jadi ingat apa yang pernah disampaikan kawan saya di “beranda rumah”
miliknya, “setiap yang kita share meskipun tinggal klik dan apa yang kita tulis
akan dimintai pertanggungjawaban”. Pesan bagi para pengunjung “berada rumah”
saya, jangan menganggap apa yang saya tulis benar. Jika kemudian memang cocok
dengan pemahaman anda, silahkan dipakai ndak apa. Tapi jangan jadikan apa yang
ada di “beranda rumah” saya sebagai sandaran atas apa yang kemudian hari
sampeyan gunakan. Kalau salah, panjang urusannya nanti. saya bisa dituntut oleh
para jaksa penuntut nanti di akhirat. Kasihanilah saya.
Selamat
menikmati catatan saya yang berserakan.
0 comments:
Post a Comment