Friday, February 20, 2015

Tulisan Itu mengembara

Iseng-iseng bertamu ke blog teman-teman, ternyata sudah lama tidak banyak yang meng-up date blog mereka. Mungkin, kalau itu sebuah beranda rumah, pasti sudah banyak sarang laba di kursi dan meja tempat beristirahat sambil menyeruput secangir kopi. Selain itu, saya mencoba mengukur keberadaan teman-teman di dunia maya. Apakah mereka mudah dicari atau tidak. Mungkin bagi kebanyakan orang tidak terlalu penting, namun akan sangat membantu jika nama kita mudah di search di google. Bukan apa-apa, maksudnya kalau kita di kepo-in orang, orang dengan mudah mencarinya. Atau kalau ada intelijen mau nyari data kita lebih mudah. Bagi orang yang bekerja, itu bisa membantu agar lebih di kenal. 
Setelah memijat tuts sana-sini, ternyata tidak mudah mencari kawan yang sangat jarang ber-sosial media ria. Paling banter kalau muncul Kartu Tanda Penduduk Facebook (baca: akun). Kalaupun seorang blogger, ternyata juga tidak mudah mencarinya, sebab tidak masuk urutan atas pencarian. Tapi paling susah adalah kalau nama temen itu yang "pasaran". Tapi harus tetap bersyukur, sebab itu pemberian orang tua. Tapi beneran sulit nyarinya, Suweerrr.
Pada akhirnya sampai kemudian iseng-iseng nulis nama sendiri untuk melihat apakah ketika dicari memang saya yang muncul pada rangking atas. Ternyata memang iya sih, tapi rangking paling atas bukan blog ini, tapi KTP Facebook. Blog ini hanya masuk rangkin ke 5 setelah google gambar dan google+. Sedangkan rumah baru di wordpress ngak muncul sama sekali. Padahal sudah jelas nama yang diketik "baharudin fahmi". Namun setelah page up, page down, muncul nama saya di sebuah website komunitas siswa muslim. Alamat webnya, www.mosco.or.id , padahal saya tidak pernah berhubungan dengan website itu. Ternyata eh ternyata, nama saya muncul disitu sebab ada tulisan saya yang pernah muncul di Fimadani di copas oleh website tersebut, lenggap dengan alamat facebook dan tweeter. Tulisan tentang Perang Diponegoro bukan masalah sejengkal tanah  yang menguraikan terdirtosinya sejarah perang diponegoro yang selalu disebutkan karena mempertahankan tanah kuburan leluhur. Padahal yang sebenarnya adalah perang membela Islam, membela Syari'at islam yang akan disingkirkan oleh Penjajah Belanda dengan Missionarisnya.
Ternyata Tulisan itu mengembara kesana-kemari. Mungkin itulah makna yang pernah ungkapkan oleh kang pram," “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah
(Rumah Kaca, h. 352)”. 
Atau ungkapan Sayyid Qutb "“Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, namun satu penulisan mampu menembus ribuan bahkan jutaan kepala.”


MENULISLAH

Related Posts:

  • Masihkah merasa lelah? Masihkah kau merasa lelah ? Saat kaki tak kuat lagi untuk melangkah. Saat tangan tak kuat lagi menengadah. Saat pundak tak lagi kuat memikul amanah. Biarkah semua berhenti disini dititik aku pernah memulai. Biarlah aku … Read More
  • Dagelan Kampanye CAPRES Wiranto jadi tukang becak  Betapa kagetnya sore hari ini, melihat Mewujudkan Mimpi Indonesia yang ditayangkan RCTI, Jumat (7/2/2014). Salah satu orang yang telah mendeklarsikan dirinya menjadi capres RI menyama… Read More
  • Jika dan hanya jika 1. Jika komitmen terhadap dakwah benar-benar tulus…, maka tidak akan banyak aktivis dakwah yang berguguran di tengah jalan. Dakwah akan terus melaju dengan mulus untuk meraih tujuan-tujuannya dan mampu memancangkan pr… Read More
  • Menemukan Spirit yang Hilang Tidak terasa waktu sudah bergulir cepat, detik berubah menjadi  menit, ,menit terakumulasi menjadi jam, jam berubah menjadi hari,hari berganti  bulan, bulan berubah menjadi tahun.  Setiap momennya selalu m… Read More
  • TUGAS AKHIR Halaman ini sengaja dikosongakan … Read More
  • Nusantara ku dan Palestina Masih sering kita mendengar cibiran ketika ada sebagaian orang menyeru atau mengajak muslim di Indonesia untuk sedikit peduli dengan masyarakat muslim di Negeri Palestina.  Tentu kita sudah tahu bagaimana kejadian y… Read More
  • Sediakan Ruang untuk diBenci “Jangan engkau kira sebuah kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin adalah keburukan, sebab bisa jadi ia adalah kebaikan yang ditangguhkan untukmu” (Umar bin Khatab r.a.) Terkadang kita tidak adil dalam menilai ora… Read More
  • Belajar dari ketulusan hati anak kecilini adalah kisah kesucian hati anak kecil yang belum terkontaminasi oleh rusaknya dunia ini.. sebuah cerita yang patut untuk kita baca dan belajar dari anak kecil yang masih suci. kisah ini tentang anak dari dosen saya. sungg… Read More
  • Edelweis Bunga.... tak ada kata....… Read More
  • Buya Hamka dan M. Natsir : Muslim Negarawan PUISI ini ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November 1957 setelah mendengar pidato M. Natsir yang mengurai kelemahan sistem kehidupan buatan manusia dan dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan… Read More

0 comments:

Post a Comment