Kisah#5 “Masih tentang menjaga
kemulian diri”
“Sraakk.. krosaakk.. dug….dug.”
Suara gadung itu memecah
keheningan malam. Kadang terdengar keras, jeda dan senyap kembali. Berulang
seperti itu. Sesekali suara gadung itu terselingi percakapan. Kalau dari
suaranya kelihatannya suara perempuan. Memang benar ternyata, dua perempuan
paruh baya berdua sedang mengaduk-ngaduk tong sampah. Apa yang mereka berdua lakukan? Bukankah ini
masih waktunya istirahat ?
Pagi itu masih sangat terlalu
dini untuk beraktivitas, dingin masih menjadi selimut yang menggoda untuk lebih
berlama-lama dalam pembaringan. Hanya orang-orang yang sudah rindu dengan Sang
Kekasih lah, yang bangkit menyembut panggilan cinta untuk bermesraan
bersama-NYA. Ini memang sudah pagi kalau dalam anggapan orang orientasi dunia.
Bagi pencinta akhirat, ini adalah sepertiga malam terakhir. Waktu yang tepat
untuk berdoa, karenanya adalah waktu mustajab untuk meminta. Meminjam istilah
guru agama SMA, sinyal lagi full, ibarat jalan raya adalah jalan TOL dalam arti
yang sebenarnya. Tapi, semua itu berbeda maknanya bagi dua ibu paruh baya yang
akan saya ceritakan. Karena jam 02.30 bukanlah waktu dini hari, bukan pula
untuk sepertiga malam. Tapi, WAKTU MENGUMPULKAN REZEKI TERBANYAK.
Mungkin anda sudah terbiasa
melihat pemulung masuk kampus untuk mengais sampah yang mempunyai harga jual
kembali. Entah pagi, siang, sore atau malam. Kalau dini hari ?, mungkin anda
belum pernah menemuinya kalau anda masih enak tidur pada jam sepertiga malam
terakhir. Tapi ternyata ada, pangais rezeki dari tumpukan sampah-sampah yang berada dalam tong
itu yang beroperasi pada waktu dini
hari. Mungkin alasannya adalah lebih awal datang pasti masih banyak, meskipun
memang demikian adanya. Karena memang malam juga jarang saya lihat ada pemulung
yang beroperasi. Hasilnya memang lumayan banyak dari pada pagi atau siang hari.
Masih Tentang menjaga kemulian
diri, kembali kita disuguhi pelajaran nyata tentang menjaga izzah diri di
hadapan Allah SWT. Kita perlu belajar dari pemulung itu. Pekerjaan yang mungkin
mejijikan dan merendahkan martabat, tapi dihadapan manusia. Dua ibu itu lebih
memilih mencari rezekinya dari tumpukan sampah. Kotor, bau, sumber penyakit itu
pasti. Tapi semua itu dikerjakan dari pada menjadi pengemis. Masih ingatkah
dengan hadits dari Nabi bahwa orang-orang yang meminta-minta itu nanti di
akhirat datang menghadap Allah dengan keadaaan tanpa muka. Ya, dua ibu paruh
baca itu mungkin sudah mengaji lebih dalam dari pada kita. Sehingga melakukan
pekerjaan yang mungkin merendahkan diri dihadapan manusia dari pada memalukan
diri di hadapan Allah.
Masihkah anda memandang rendah
orang-orang yang melakukan pekerjaan yang dari sudut pandang kita rendah ?
0 comments:
Post a Comment