Sejenak mari kita perhatikan ,
orang-orang di sekitar kita, kejadian-kejadian di sekitar kita. Setelah itu,
renungkanlah semua yang anda lihat. Sungguh,Allah memberikan banyak hikmah yang
tersimpan di sisi lain kehidupan sekitar kita. Sekarang, tinggal kita bisa atau
tidak melihat semua itu, menjadi ulul
albab seperti yang telah difirmankan dalam Al-qur’an:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran :
190-191)
Dan dalam pergiliran siang dan
malam, selalu ada aktivitas anak adam yang mungkin luput dari perhatian yang
mendalam. Mari ke sini, rehat sejenak bersama mengambil hikmah yang
berserakan. Datanglah dan bacalah dengan
nama Tuhan mu yang telah menciptakan semua itu..
Kisah#1
Kalau anda ke daerah klampis
jaya, komplek pertokaan. Maka perhatikanlah sekitar anda. Terutama ketika anda
harus berhenti di perempatan itu, tengoklah kanan anda tepat ditengah pembatan
jalan. Anda akan menemui setumpuk Koran harian pagi surya. Dibagikan gratis ?
Tidak !!!. karena itu adalah dagangan. Jika ada nenek menghampiri anda, itu
bukan nenek pengemis. Lihatlah apa yang ada di tangannya. Bukan kaleng wadah
uangkan ? dan tangannya pun bukan menengadah tanda meminta. Ya, karena yang
ditangan tuanya itu adalah setumpuk Koran harian surya. Koran tadi adalah
dagangan mbok wati begitu biasanya disebut. Mungkin beliau adalah penjual Koran
tertua di Indonesia. Diusia yang tak lagi muda, tidak seharusnya mbok wati
untuk tetap membanting tulang bekerja. Sudah seharusnya beliau menikmati usia
tuanya untuk berdzikir mendekatkan diri kepada Illahi, berdiam diri dalam surua
atau masjid. Tapi itulah mbok wati, mempunyai cara sendiri untuk berDzikir
mensyukuri nikmat illahi.
Dzikir beliau adalah kerja keras
menghidupi diri sendiri dengan masih menjaga Izzah (kemuliaan), dengan bilangan
setiap butiran debu yang menempel dalam
tiap jengkal kulitnya, setiap panas terik matahari siang yang membakar
kulitnya, setiap buliran peluh yang menetes menganak sungai di wajah
keriputnya. Mungkin kita akan memaklumi jikalau yang dilakukan mbok wati adalah
meminta-minta belas kasihan orang yang berhenti di perempatan hanya dengan
menengadahkan tangan tanpa harus berjualan. Tapi itulah mbok wati, memilih
jalan tersendiri untuk tetap bertahan hidup di kerasnya persaingan Surabaya.
APRESIASILAH KAWAN !!!
Saya jadi teringat kejadian
beberapa hari lalu, saat sedang melintas di perempatan kertajaya. Lampu merah
99 detik itu lama sekali. Kalau anda jam 12.00 berhenti disana, mungkin anda
akan segera mandi keringat. Saat itu jam menunjukan jam 14.00, sudah rata
dinginlah. Tapi ukuran Surabaya. Meyelip diantara mobil-mobil adalah sensasi
sendiri. Tapi sensasi yang tak terkira adalah ketemu nenek penjual Koran. Mbok
wati jualan Koran di perempatan kertajaya. Perkiraan saya, beliau sengaja
pindah karena sudah tidak kuat panasnya berjualan di Jl. Klampis Jaya. Saya
perhatikan, beliau menghampiri mobil yang masih tertutup kacanya, coba
menawarkan korannya dengan menunjukan headline harian itu. dan hasilnya tidak ada respon untuk membuka
kaca. Maklum saja kawan, bayangkan saja. Hari sudah hampir sore, dan sudah
ribuan berita baru muncul di website online. Namun yang di sodorkan adalah
berita tadi pagi. Ibarat makanan itu, sudah basi. Maklum jika ada yang tidak
membuka kaca mobilnya, kalau semuanya itu hanya dilihat dari kacamata kebutuhan
pribadi kita.
Setelah tak ada respon dari
pengemudi mobil itu, beliau menghampiri saya. Sama yang beliau lakukan,
menyodorkan headline berita harian surya itu. Setelah melihatnya, sebenarnya
tidak menarik beritanya. Namun, entah kenapa tiba-tiba saya bertanya “pinten mbah? (berapa mbah?)”. nenek itu tidak menjawab dengan kata-kata,
hanya isyarat dengan telunjuk yang artinya seribu rupiah. Seribu ?? berapakah
untung yang didapat dari berjualan koran yang harganya seribu ? Rp.900, Rp.
500, Rp.300 atau Rp.50. rasanya bukan yang pertama. Sebandingkah dengan usaha
mereka? entahlah. Tanpa pikir panjang
langsung ku keluarkan uang, dan yang keluar adalah uang duaribu-an. Koran sudah
ditangan dan uang sudah diberikan. Sebenarnya saya coba menunggu pengembalian
sisanya, namun binar mata nenek itu tidak mampu membuatku mengeluarkan
kata-kata. Nenek itu kemudian mendo’akan sambil mengelus kaki dan yang
terdengar hanya ucapan “maturnuwun”. Do’a apa ? entah tak dapat terdengan
dengan jelas karena telinga tertutup
oleh helm. Haahh, segitunya ??, uang seribu rupiah yang hanya cukup untuk
parkir itu berbalas do’a yang mulia dari orang yang berjihad untuk menafkahi
keluarnya. Rasanya tidak berimbang aja. Tapi itulah nyatanya.
Kawan, jikalau kalian bertemu
mbok wati-mbok wati lain, berilah apresiasi kepada mereka dengan membeli barang
dagangannya. Kasih uang lebih, atau jangan menawar jika memang ketinggian
selama tidak keterlaluan. Apresiasialah usaha mereka untuk tetap menjaga izzah
diri mereka, yang tetap bersyukur dan berdzikir dengan setiap usaha yang mereka
lakukan. Mungkin uang yang kita berikan tidak seberapa dengan apa yang ada
didompet mereka. Tapi uang yang anda berikan adalah jaminan untuk mereka dan
keluarganya makan esok hari. Bersyukurlah kalau hari ini anda masih dalah hidup
yang nyaman. Berikan sedikit kenyamanan anda kepada mereka.
dulu juga pernah, waktu naik taxi di daerah kertajaya ada anak kecil yang mendekat di jendela mobil. trus kubuka, parahnya kirain dia mau "minta", yauda kukasih. trus dengan muka yang khas anak kecil itu bilang "enggak mbak, ini (nunjukin kerupuk jualannya), tapi harganya 10.000 3 plastik." (mbak e mbrebes mili). waaah tega sekali aku suudzon sama anak sekecil ini, hmm
ReplyDelete